“Wah bagaimana ini? Kenapa bayi ini ada di sini? Siapa yang meninggalkannya?”
Kedua preman tersebut tidak tahu harus berbuat apa. Setelah lama berpikir, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk mengambil anak itu dan merawatnya.
Daendels pun tinggal bersama dengan preman tersebut hingga ia beranjak dewasa. Setiap hari ia melihat ayah asuhnya itu kasar dan suka marah-marah terhadap semua orang, bahkan ayahnya itu mengajarkannya bagaimana cara marampas sesuatu yang bukan miliknya. Daendels pun menjadi terkenal sebagai anak yang nakal di sekolahnya, sampai gurunya sudah tidak tahan lagi dengan sikapnya yang kasar. Tetapi mau bagaimana lagi, senakal-nakalnya Daendels, ia tetaplah menjadi anak terpintar di sekolahnya. Ia tidak pernah mendapat nilai merah dan selalu mendapat nilai 90-100. Daendels memanglah sangat cerdas karena dahulu ayahnya yang asli adalah seorang politikus yang cerdas tetapi ia berselingkuh dengan wanita lain dan meninggalkan ibu Daendels.
***
Beberapa tahun kemudian, setelah menyelesaikan sekolahnya, Daendels pun pindah ke kota. Karena kecerdasan Daendels, seorang Gubernur Jenderal Belanda tertarik dengannya dan merekrutnya untuk berkerja sama dengannya. Daendels pun sangat senang dan semangat sekali. Dari kecil ia sangat ingin bekerja di pemerintahan Belanda, menjadi orang besar, dan dikenal masyarakat.
“Pak Gubernur, saya siap bekerja dengan Bapak, apa pun yang saya harus lakukan saya siap!”
“Wah, saya suka dengan semangat kamu. Saya punya pekerjaan besar yang harus kamu lakukan.”
“Saya siap Pak, apa pun akan saya lakukan untuk negara saya.”
“Baiklah, jadi kamu saya tugaskan untuk menjadi gubernur jenderal di wilayah Jawa di Indonesia. Kamu tahu bahwa Indonesia, negara jajahan kita, sedang mendapat serangan dari Inggris. Kita tidak dapat tinggal diam, maka dari itu saya ingin kamu bertugas di sana, saya yakin kamu pasti bisa.”
***
Pada tahun 1808, Daendels tiba di Batavia. Sesampainya di sana, ia langsung menjalankan tugasnya. Berbagai upaya dilakukan oleh Daendels untuk mempertahankan wilayah Jawa mulai dari memperkuat pertahanan hingga membangun infrastruktur yang memadai. Namun, karena sifatnya yang keras dan benar-benar terobesesi untuk menjadikan Belanda negara yang kuat, pada masa pemerintahan Daendels, masyarakat Indonesia mengalami banyak kesulitan. Daendels menerapkan sistem kerja paksa atau yang dikenal dengan kerja rodi dalam melakukan pembangunan jalan Anyer-Panarukan. Hal ini sangat meresahkan rakyat Indonesia, termasuk salah satunya adalah keluarga Sjarif.