Setelah melihat dua perbandingan pengertian menurut Kementerian Pembedayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Coloroso dapat disimpulkan bahwa keduanya menyatakan bahwa bullying merupakan sebuah tindakan kekerasan yang dilakukan untuk kepuasan pelaku terhadap korban yang lebih lemah.Â
Hal ini dapat merubah pola pikir korban yang akan menepatkan dirinya tidak bisa berbuat apa-apa atau lemah, sehingga membuat korban akan menjadi orang yang sulit untuk bersosialisasi.
Penyebab seseorang melakukan sebuah tindakan bullying dikarenakan oleh banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat timbul dari lingkungan keluarga yang di mana orang tua secara sadar maupun tidak sadari melampiaskan rasa kesal atau amarahnya kepada anaknya sehingga sang anak mulai terpengaruhi oleh sikap dan perilaku kedua orang tuanya dalam memperlakukannya sehari-hari di rumah dengan melakukannya atau mempraktekannya kepada orang lain, seperti temannya. Kedua, lingkungan sekolah dapat menyebabkan tingkat bullying semakin meningkat, ketika pihak sekolah mengabaikan keberadaan tindakan bullying yang berdampak kepada murid-murid sebagai pelaku merasa bahwa posisi mereka kuat terhadap perilaku untuk dapat melakukan intimidasi terhadap murid lain.Â
Hal ini dapat terjadi karena sang pelaku tidak mendapatkan sanksi yang setimpal dan keberadaannya diabaikan oleh pihak sekolah dengan beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan hanya sekedar candaan oleh teman sebaya. Ketiga, kondisi lingkungan sosial dengan adanya keberadaan posisi maupun tingkatan orang-orang yang memiliki ekonomi berkecukupan lebih sering menindas orang-orang dengan kondisi yang lebih rendah yang bertujuan untuk membuat mereka semakin lemah dan motif lainnya.Â
Keempat tayangan televisi atau media cetak, sebanyak 56,9% anak meniru adegan-adengan film yang ditonton, umumnya mereka akan secara tidak sadar meniru geraknya sebesar 64% dan perkataanya sebesar 43%. Kelima, faktor kelompok sebaya dapat mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku dengan mencontohkannya dari apa yang biasa dilakukannya.
Setelah data dikumpulkan dari kasus bullying yang ada di Indonesia. Data terakhir yang terkumpul berasal dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI. Tahun 2022 Komisi Perlindungan Anak Indonesia melaporkan bahwa kasus bullying dengan kekerasan fisik dan mental yang terjadi di lingkungan sekolah sebanyak 226 kasus yang termasuk 18 kasus bullying di dunia maya atau media sosial.Â
Tidak hanya itu, data yang telah diriset yang pernah dirilis oleh Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018 menunjukkan bahwa sebanyak 41,1 persen siswa di Indonesia telah mengaku bahwa pernah mengalami perundungan dari teman sebayanya. Indonesia sendiri menempati posisi urutan kelima tertinggi dari 78 negara dengan catatan sebagai negara yang paling banyak mencatat kasus perundungan di lingkungan sekolah.Â
Data keinginan remaja untuk mengakhiri hidupnya ketika mendapatkan tindakan bullying cukup besar "dampak dari bullying tersebut menyebabkan 1 dari 20 atau 20,9 persen remaja di Indonesia memiliki keinginan untuk bunuh diri." (Peren, 2022)
Semua tindakan bullying yang dilakukan pelaku tersebut akan menimbulkan dampak fisik hingga psikologis yang dapat mempengaruhi kesehatan mental bagi para korbannya. Sudah banyak korban bullying terkhusus remaja yang terpengaruh kesehatan mentalnya. Hal ini mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam kehidupan sosial dan cenderung mencoba untuk menarik diri dari lingkungan sosial.Â
Korban yang mengalami hal ini tentu dapat menghambat proses dalam perkembangan diri sehingga mereka akan mengalami kesulitan ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Kasus bullying juga sudah marak di Indonesia sehingga remaja zaman sekarang banyak yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Menurut "Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization (WHO)) yang mengatakan 1 dari 4 remaja di usia ini menderita gangguan kesehatan jiwa." (Lestari, 2022)
Kesehatan mental merupakan kondisi di mana batin, kendali emosi dan pikiran berada di situasi yang stabil. Menurut World Health Organization atau WHO "kesehatan mental adalah kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar. Sederhananya, individu dapat bekerja secara produktif dan menghasilkan serta berperan di lingkungannya." (Nugraha, 2021).Â