Pada masa kependudukan Jepang ini, surat kabar di Indonesia dipaksa untuk bergabung menjadi satu dan isinya sudah disesuaikan dengan tujuan serta rencana dari Jepang dalam Perang Asia Timur Raya atau yang biasa disebut Dai Toa Senso.
Hal tersebut tentunya membawa perubahan yang sangat besar bagi surat kabar di Indonesia. Selain itu, pada masa ini kebebasan pers juga terbatas dan dituntut untuk mengikuti kepentingan dari pemerintah Jepang.
Dimana surat kabar yang diterbitkan menjadi sebuah surat kabar yang memiliki tujuan pro terhadap pemerintahan Jepang semata.
Salah satu contoh surat kabar dalam masa kependudukan jepang adalah Tjahaja yang sudah diterbitkan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Surat kabar ini berisikan tentang segala kondisi yang ada di Jepang.
Oto Iskandar di Nata, Mohamad Kurdi, serta R. Bratanata merupakan para pemimpin dari  surat kabar ini.
Era Orde LamaÂ
(Pemerintahan Presiden Ir. Soekarno - Pasca Kemerdekaan)
Pada masa ini, surat kabar yang diterbitkan digunakan sebagai sarana untuk memupukkan semangat juang bagi masyarakat Indonesia. Hal ini yang kemudian menjadikan surat kabar memiliki peranan yang sangat penting.
Dimana surat kabar juga digunakan menjadi sarana untuk memperkuat masyarakat Indonesia dan sebagai perlindungan agar masyarakat Indonesia tidak mudah terhasut oleh Belanda melalui media massanya.
Namun pada masa orde lama ini, surat kabar banyak mengalami pemberedelan karena dianggap melawan pemerintah. Selain itu, tak sedikit pula wartawan yang mengalami penangkapan. Hal ini terjadi karena mereka dianggap mengancam kedudukan pemerintah.
Kemudian tanggal 1 Oktober 1958 dianggap sebagai matinya kebebasan pers di Indonesia. Lebih lagi, pada tanggal 5 Juli 1959 presiden Ir. Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang semakin mempersempit kebebasan serta ruang gerak pers di Indonesia.