Mohon tunggu...
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw)
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw) Mohon Tunggu... Penulis - Advokat Dan Pengajar/ Tutor pada prodi Hukum Universitas Terbuka

Mengajar mata kuliah Hukum Pidana Ekonomi. Lawyer/ Advokat spesialisasi Hukum Asuransi Dan Tindak Pidana Asuransi. Menulis untuk Keadilan, Bersuara untuk Menentang Ketidakadilan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Surat Terbuka Kepada Bapak Himawan Subiantoro (Ketua LAPS SJK) : Pengajuan Nasabah Asuransi Unit Link Yang Ditolak Masuk Ranah Perdata Bukan Pidana. Lalu Kenapa Ditolak?

10 Februari 2022   19:04 Diperbarui: 10 Februari 2022   21:24 4824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(SURAT TERBUKA KEPADA BAPAK HIMAWAN SUBIANTORO KETUA LAPS SJK)


Jangan Pernah Membeli Produk Asuransi Unit-Link sebelum OJK memperbaiki klausul-klausul dalam Produk Asuransi Unit Link. Unit Link tak perlu dimoratorium tapi selesaikan sengketa konsumen dengan ITIKAD BAIK dan hapus semua KLAUSUL PERJANJIAN SEPIHAK dan KLAUSULA EKSONERASI

Beberapa jam yang lalu saya menerima surat penolakan untuk penyelesaian kasus di Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS -- SJK) dan dikirimkan oleh bagian hukumnya yaitu bapak DSU yang intinya adalah menolak permohonan karena masalah yang diajukan adalah bukan dalam ranah hukum perjanjian.

Saya tertawa sendiri namun miris di dalam hati, mengapa? Karena kelihatan sekali bapak-bapak di Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa ini terutama bapak DSU tidak mengerti bahwa "permasalahan dari tiap tiap nasabah ini unik", dan kelihatan sekali tidak mengerti permasalahan dan hanya mendengar masalah ini dari social media dari grup Ibu Maria Trihartati dan mengira hal yang saya ajukan ini tentang ranah pidana dari kasus ini adalah

                                                                                                      SALAH BESAR

Kemarin, saat mengirimkan surat ke LAPS SJK saya bahkan belum mengirim kronologi, baru mengirim daftar nama pemohon saja. Tanpa menanyakan ke pihak saya apa masalahnya dan tanpa meminta dokumen LANGSUNG SAJA PERMOHONAN DITOLAK. Bingung sekali saya hampir saya tertawa terbahak-bahak. Padahal AI* Financial  dan LAPS SJK mengatakan beritikad baik untuk menyelesaikan masalah ini.

Dalam surat penolakan itu dikatakan bahwa TIDAK dapat diterima karena, " bukan termasuk Perselisihan yang telah melalui proses penyelesaian pengaduan di PUJK dan karena tidak memenuhi ketentuan kerugian konsumen dan PUJK tidak memenuhi perjanjian dan/atau dokumen transaksi keuangan" sesuai Pasal 1 ayat 6 POJK No. 61/ POJK.07/2021, padahal mengerti kronologinya pun 

kompasiana-6204fc7d87000075b2256fe4.jpeg
kompasiana-6204fc7d87000075b2256fe4.jpeg
belum dan terlihat sekali bapak DSU tidak mengerti permasalahan.

Hal lain adalah  pernyataan AI* Financial yang akan beritikad baik menyelesaikan masalah ini melalui LAPS seolah kontradiktif dengan keputusan LAPS SJK ini.  LAPS SJK dan AI* Pencitraan ? BENAR SEKALI. Karena mereka tahu Nasabah yang dipimpin  BU MT bakal menolak penyelesaian ini dan mereka seolah dipihak YANG BENAR. Orang yang ingin menyelesaikan sengketa dengan cara baik justru ditolak. Inilah karena RUMOR YANG BEREDAR BERANGGAPAN KASUS INI PIDANA padahl KASUS INI BISA DITINJAU DARI RANAH PERDATA. 

Dalam hati saya miris sekaligus tertawa tapi tentu saja memafkan kesalahan ini karena rata-rata kemampuan masyarakat Indonesia tentang Hukum Asuransi  masih sangat minim. Serta pendidikan Hukum di tanah air sangat kacau balau yang berdampak pada kualitas lulusannya yang betul-betul tidak mengerti duduk persoalan. Even lawyer perusahaan asuransi  yang kadang-kadang terhenyak dan terbengong-bengong waktu saya katakan itu dilarang dan tidak boleh. Sudah tidak mengerti persoalan, mereka enggan bertanya dan mencari tahu. Itu yang paling memprihatinkan.

 Mengapa saya katakana demikian? Sampai selevel bagian Legal LAPS SJK pun bisa sedemikan CEROBOH menjawab surat dan suratnya tidak disertai alasan dan dalil dalil hukum yang sesuai, bahkan menurut saya terindikasi aneh. Belum mengirimkan kronologi karena kasus tiap nasabah kan berbeda-beda,  tapi langsung ditolak. Aneh bin Ajaib. Berarti mereka setuju dengan Bu MT bahwa kasus ini tidak identik dan bisa diajukan class action. Pengen tertawa tapi kok sedih ya? wkwkwk.

Mengapa saya mempertanyakan surat penolakan dari LAPS SJK itu adalah karena hal sebagai berikut:

1.Kedelapan klien saya ini sudah melalui tahap Internal Dispute Resolution di tingkat perusahaan dan sudah ada putusannya tertanggal 16 Juli 2021. Pak DSU terlihat sekali tidak mengerti hal ini.

Dan proses Internal Dispute Resolution di tingkat perusahaan itu sudah sesuai dengan amanat yang ada dalam POJK 18/ POJK.07/ 2018 pasal 7 dan mengenai upaya yang saya lakukan dengan kedelapan klien saya ini telah sesuai dengan Pasal 25 ayat 2 yaitu sebagai berikut :

"Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dimuat dalam Daftar Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan". Jadi permohonan untuk melanjutkan ke LAPS ini sudah sesuai dengan aturan bahwa jika tidak setuju dengan putusan dari pihak perusahaan dapat lanjut ke LAPS SJK;

2. Kesepakatan untuk melanjutkan ke LAPS ini sudah disetujui oleh perusahaan yaitu AI* Financial baik secara lisan oleh Direktur Legal nya sendiri maupun tertulis. Dan juga sudah sesuai dengan aplikasi di website dari asuransi yang bersangkutan yang ada pilihan penyelesaian sengketanya. Mau terima resolusi perusahaan atau lanjut ke LAPS SJK. Jika AI* juga terindikasi melakukan penolakan berarti AI* Financial menurut saya sudah MEMPERMALUKAN DIRI SENDIRI, dan herannya kok tidak kawatir terhadap kredibilitas perusahaan ya?

Selain itu, pada saat masalah ini muncul ke permukaan saya telah melakukan audiensi dengan pihak LAPS pada awal 2021, saat itu kantornya sedang diperbaiki dan diterima oleh Bapak An** dan mengatakan membuka lebar jalan kasus ini dengan cara baik tapi harus ke perusahaan terlebih dahulu. 

Kan LAPS sendiri dan OJK yang menyarankan supaya tidak demo dan anarkis. Saya ingin memberikan contoh kepada masyarakat untuk PATUH HUKUM, DO IT BY LAW dan sudah sesuai ketentuan tapi malah tidak disambut baik.

Apakah cara-cara anarkis lebih dipilih oleh bapak Himawan Subiantoro ketimbang cara-cara baik  yaitu datang ke Lembaga yang Bapak Pimpin? Saya pikir pantas kelompok nasabah korban asuransi menolak karena sudah TERLIHAT ITIKAD TIDAK BAIKNYA. Terus terang Bingung SAYA...

3. Ketiga dan yang terpenting adalah, SAYA BUKAN MENGAJUKAN KASUS DALAM RANAH PIDANA tapi PERDATA. Agar pihak pemangku kebijakan terbuka matanya, kenapa dalam polis asuransi yang seharusnya tunduk terhadap hukum perjanjian ada klausul yang melanggar asas hukum perjanjian yaitu konsensualitas. 

Dimana pengawasan OJK terhadap klausula perjanjian yang ada dalam polis. Beberapa contohnya saya uraikan sebagai berikut :

MOHON DIBACA BAIK BAIK AGAR MENGERTI 

A. Dalam hampir semua polis yang ada di arsip kantor saya semua memuat apa yang dinamakan LAPSE OTOMATIS  (pembatalan polis otomatis jika tidak membayar premi) dan PERSETUJUAN BIAYA BIAYA yang merupakan PERJANJIAN SEPIHAK. Padahal Perjanjian Sepihak itu jelas-jelas dilarang dalam KUHPerdata karena tidak sesuai dengan HAKIKAT PERJANJIAN itu sendiri.

Penulisan klausul yang berbau Perjanjian Sepihak itu tertuang dalam aturan mengenai LAPSE Otomatis dan Perjanjian tentang biaya-biaya dimana pihak nasabah musti setuju terhadap isi perjanjian tersebut. Contoh Jika Premi tidak dibayarkan maka perjanjian akan LAPSE atau BATAL OTOMATIS dan uang tidak dikembalikan sedikit pun alias NOL. (Dalam kausul AI* Financial) ini ada dalam pasal 18 tentang Pembatalan polis dan pasal 5 tentang kontribusi -- Pasal memang berbeda beda namun di setiap polis AI* Financial konvensional dan syariah semua tentang hal tersebut ditulis.

Dalam pasal 1266 KUHPerdata dikatakan bahwa, " Syarat batal dianggap selalu dimunculkan dalam sebuah persetujuan timbal balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujua tidak batal demi hukum namun pembatalannya  harus dimintakan kepada Pengadilan".

Hal diatas mengandung pengertian apa? Dalam Hukum Perjanjian Indonesia, "Lapse Otomatis Tidak Diperbolehkan" karena merupakan Perjanjian Sepihak. Sebuah perjanjian hanya dapat dibatalkan melalui putusan pengadilan menurut Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

 Perjanjian Sepihak merupakan Perbuatan Melawan  Hukum dan melanggar syarat Causa Yang Halal yang merupakan syarat ke 4 dari syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHP). Ketentuan tentang LAPSE OTOMATIS INI seharusnya TIDAK BOLEH ADA dalam PERJANJIAN.

Sekalipun perjanjian merupakan undang-undang bagi pihak yang berjanji namun syarat causa yang halal yang merupakan syarat objektif perjanjian mewajibkan bahwa suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jadi dalam polis asuransi ini dengan adanya pasal tentang LAPSE OTOMATIS ini berarti bahwa semua polis asuransi yang dikeluarkan oleh AI* Financial dengan ketentuan tersebut BATAL DEMI HUKUM. 

Akibat hukum dari perbuatan melawan hukum dengan memuat ketentuan Lapse Otomatis tersebut   perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada dan semua harus dikembalikan pada keadaan semula, sehingga seluruh uang premi yang sudah disetorkan harus dibayarkan utuh kepada pihak nasabah kembali. Saya juga akan menginformasikan masalah ini kepada masyarakat agar hati hati  terhadap ketentuan Lapse Otomatis ini karena melanggar aturan hukum yang ada.

Apalagi saat covid perjanjian bukan asuransi saja direlaksasi karena kemampuan masyarakat membayar turun. Ini Tidak? Malah dicantumkan dengan semena mena tanpa kebijakan sedikit pun, Coba?. Benar benar kejam. Perusahaan besar saja dapat relaksasi kredit, ini masyarakat kecil tidak. Bagaimana tidak DEMO? Jika pemerintah dalam hal ini OJK tanggap terhadap ketentuan ini maka demonstrasi berjilid jilid tidak mungkin ada. 

B. Dalam ketentuan polis AI* Financial  setelah saya review pasal-pasalnya, banyak sekali yang merupakan perjanjian sepihak selain lapse otomatis.  Padahal perjanjian sepihak jelas-jelas dilarang dalam ketentuan umum Hukum Perjanjian Indonesia yaitu Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHP) pasal Pasal 1315 karena perjanjian sepihak melanggar hakikat perjanjian itu sendiri yaitu KESEPAKATAN.

Dalam Pasal 1315  KUHPerdata dikatakan bahwa : " Pada umumnya seseorang tidak dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta diterapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri". 

Pasal 1315 inilah termaktub hakekat perjanjian yang harus timbal balik dan tidak boleh ditetapkan sepihak terkecuali perjanjian penjaminan atau borghtocht yang tertuang pada pasal 1316 (pengecualian). Perjanjian asuransi wajib timbal balik karena kedua belah pihak dalam asuransi melakukan prestasi, yaitu tertanggung membayar premi sedang penanggung membayarkan uang pertanggungan akibat dari adanya resiko.

Pasal-pasal yang memuat perjanjian sepihak dalam Polis Asuransi PT AI* Financial adalah sebagai berikut

A. Pasal 18 tentang PEMBATALAN PERJANJIAN (catatan :  pasal tergantung pada jenis polis dan berbeda beda untuk tiap polisnya)

B.  Pasal 2 dan 3 tentang biaya-biaya ini juga merupakan perjanjian sepihak'

C. Psal 25 : tentang pemulihan polis.

C. Selain melanggar ketentuan KUHPerdata tentang Perjanjian Sepihak. Penetapan biaya-biaya tersebut juga bertentangan tentang ketentuan Pasal 274 Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD) tentang dasar layaknya nilai polis dan biaya-biaya. Saya memperhatikan bahwa, biaya-biaya yang diterapkan oleh A*A Financial tentang berubahnya biaya polis sewaktu waktu, dan hal ini tidak dibenarkan sama sekali, terutama biaya biaya yang memberatkan dan tanpa persetujuan konsumen.

3.         Klausula Eksonerasi atau Klausula Baku.

Beberapa pasal yang ada dalam polis seperti juga termasuk ketentuan perjanjian sepihak, memuat klausula baku atau klausula eksonerasi yang membebaskan penanggung untuk bertanggung jawab. Padahal dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) klausula baku DILARANG terutama dalam ilustrasi resmi polis.

Contoh : ilustrasi ini bersifat gambaran saja dan dapat berubah sewaktu-waktu. Ketentuan ini TIDAK BOLEH ADA karena pemaksaan dan merugikan konsumen.

Dalam pengaturan UU Perlindungan Konsumen diatur megenai klausula baku. Misalnya diatur dalam Pasal 1 ayat 10 UUPK menyatakan:

"Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen."

Dan ini diatur juga dalam Penjelasan Pasal 22 ayat (1) POJK no. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,

"Perjanjian baku sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah perjanjian tertulis yang ditetapkan secara sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan memuat klausula baku tentang isi, bentuk, maupun cara pembuatan, dan digunakan untuk menawarkan produk dan/atau layanan kepada Konsumen secara massal."

Ada 6 hal yang dilarang dalam klausula baku yang penting diperhatikan yaitu:

1.Pengalihan tanggungjawab pelaku usaha; dan/atau

2.Penolakan pengembalian barang/uang yang sudah dibayar; dan/atau

3.Konsumen tunduk pada aturan baru, perubahan, dan lanjutan; dan/atau

4.Kuasa melakukan tindakan sepihak terhadap barang angsuran; dan/atau

5. Mengurangi manfaat/ harta kekayaan konsumen; dan/atau

6. Perihal pembuktian konsumen.

Dalam hal ini ketentuan pada Pasal 6 ayat 2 yang menuliskan tentang perubahan biaya-biaya yang dapat berubah sewaktu-waktu sesuai ketentuan penanggung adalah merupakan kausula eksonerasi atau klausula baku yang mengandung UNSUR PEMAKSAAN serta tidak sesuai dengan hakekat perjanjian yaitu kesepakatan.

Mahkamah Agung melalui dalam Putusan No. 2078/K/PDT/2009 tanggal 30 Nopember 2010 menyatakan bahwa:

"Menurut Majelis klausula baku juga bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian. Klausula baku sangat berpihak kepada pelaku usaha dan di sisi yang lain menempatkan konsumen dalam posisi yang lemah dan menerima keadaan yang dipaksakan oleh pelaku usaha. Hal demikian sama halnya dengan penyalahgunaan kekuasaan yang merupakan perwujudan perbuatan melawan hukum".

Banyak sekali alasan-alasan bahwa Otoritas Jasa Kuangan demikian juga pihak asuransi tidak hanya AI* Financial abai terhadap perlindungan konsumen dan jika saya uraikan bisa menjadi sebuah buku yang sangat tebal.

INTINYA ADALAH SAYA MENGANJURKAN MASYARAKAT TIDAK MEMBELI ASURANSI UNIT LINK SAMPAI OTORITAS JASA KEUANGAN MEMPERBAIKI DAN MENGAWASI PERJANJIAN POLIS ASURANSI, karena Asuransi Jiwa adalah Perjanjian yang Objeknya baru ada setelah si pemegang polis meninggal sehingga saat perjanjian OBJEKnya belum jelas 

Sehingga hal ini berimplikasi bahwa yang diatur dalam polis harus jelas sesuai pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Dan jika tidak Pemerintah berarti  memperbolehkan penjualan produk illegal, karena BUAT APA ADA ATURAN HUKUM JIKA TIDAK DILAKSANAKAN? 

Mohon permohonan saya dengan 8 klien saya ditindaklanjuti SEGERA dan Jangan Takut Pada Saya, Kerahkan LAWYER LAWYER Perusahaan Asuransi yang pintar-pintar atau sewa RETAINER LAWYER untuk mendebat argumentasi saya. Hotman Paris pun boleh. 

Karena saya yakin CUMA SAYA SATU SATU NYA LAWYER DI INDONESIA YANG SANGAT PAHAM TENTANG HUKUM ASURANSI KHUSUSNYA ASURANSI UNIT LINK.

Pembimbing Skripsi saya waktu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia adalah Bapak Dr. Kornelius Simanjuntak SH MH, Ahli Hukum Asuransi di Indonesia. Jika pak Kornel adalah Hans Kelsen Asuransi saya Hans Nawianski nya Asuransi, Karena saya muridnya.

Saya YAKIN SAYA DIPIHAK YANG BENAR karena SAYA MELAKUKAN SESUATU SESUAI JALUR DEMIKIAN JUGA KLIEN SAYA. DAN JIKA OJK tidak menanggapi itikad baik saya berarti Mobilisasi Umum atau Demonstrasi menjadi halal. Kenapa Demikian?

"Hukum itu ada DUA. IUS CONSTITUENDUM dan IUS CONSTITUTUM. Ius Constitutum adalah hukum yang berlaku saat ini atau hukum positif sedangkan Ius Constituendum adalah HUKUM YANG DICITA CITAKAN MASYARAKAT. Jika OJK dan Pemerintah abai. Masyarakat boleh melakukan mobilisasi hukum terhadap ketentuan hukum yang ada jika tidak sesuai dengan Ius Constituendum atau apa yang dicita citakan masyarakat. OJK harus adil dan mengakomodir semua kepentingan dalam masyarakat. Karena HUKUM ADALAH PERJANJIAN MASYARAKAT bukan PERJANJIAN OJK atau LAPS SJK DENGAN PERUSAHAAN ASURANSI". 

Bayangkan pihak OJK sendiri dan pemerintah yang mengeluarkan aturan tapi mereka sendiri GA PAHAM. Wkwk...Bagaimana masyarakat atau perusahaan asuransi? 

Semoga PAHAM dengan penjelasan saya ini. Ayo mari kita seluruh lapisan masyarakat belajar hukum dengan baik dan jangan menghire sarjana hukum copy paste sebagai bagian Legal.  Sebagai seorang pengajar saya sangat prihatin... Prihatin sekali..

Ini tantangan buat saya untuk mengajar dengan baik semester depan. 

Terima Kasih. 

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun