Mohon tunggu...
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw)
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw) Mohon Tunggu... Penulis - Advokat Dan Pengajar/ Tutor pada prodi Hukum Universitas Terbuka

Mengajar mata kuliah Hukum Pidana Ekonomi. Lawyer/ Advokat spesialisasi Hukum Asuransi Dan Tindak Pidana Asuransi. Menulis untuk Keadilan, Bersuara untuk Menentang Ketidakadilan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Surat Terbuka untuk Bapak Dito Ganinduto MBA, Ketua Komisi IX DPR RI dan Bapak/ Ibu Komisi XI DPR RI

6 Desember 2021   21:33 Diperbarui: 7 Desember 2021   16:37 10917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Tentang Rapat Dengar Pendapat PANJA Industri Jasa Keuangan dengan OJK dan Komunitas Korban AXA Mandiri, AIA dan Prudential)

Perkenalkan nama saya adalah Grace Bintang Hidayanti Sihotang SH, MH. Saya adalah mantan kuasa hukum Ibu MT (Ketua Komunitas Korban AXA Mandiri, AIA dan Prudential) dan kuasa hukum beberapa orang dari komunuitas  AIA, AXA dan Prudential untuk melakukan Internal Dispute Resolution kepada pihak Perusahaan Asuransi.

Bersama surat ini selain saya mengajukan PROTES KERAS karena rekaman suara saya, digunakan tanpa ijin dan tanpa sepengetahuan saya, saya juga ingin menjelaskan duduk perkara sebenarnya dari perspektif yang lain. Karena adalah tidak adil Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu,  di Komisi 11 hanya mendengarkan perspektif dari sebagian kecil rakyat tanpa mendengarkan masalahnya dari kedua belah pihak. 

Karena saya juga rakyat, karyawan AIA, AXA, Prudential juga rakyat. Rakyat bukan hanya Ibu MT dan Komunitas Korban AIA, AXA dan Prudential tersebut.

Saya mengirimkan surat ini "murni' objektif dari penilaian saya sebagai seorang akademisi juga sekaligus praktisi, karena kebetulan saya juga mengajar mata kuliah TINDAK PIDANA EKONOMI  dan saya pasti menganalisa kasus ini NETRAL dan tanpa memihak. Karena jika saya mengatakan HAL TIDAK BENAR saya teramat malu kepada mahasiswa saya.

Pertama tama saya bertemu Ibu MT dan Pak EP yaitu suaminya dari Facebook. Saat itu saya bersama teman-teman sedang merintis sebuah LBH dan kebetulan Ibu MT sedang mencari lawyer untuk menangani kasusnya.

Dari awal oleh teman-teman saya di LBH saya sudah diminta berhati-hati karena kasus ini memang sensitif, namun karena niat ingin membantu maka saya dan teman- teman LBH menerima Bu MT di LBH dengan tangan terbuka. Itupun sudah dengan sedikit ricuh karena ibu MT langsung membawa media untuk meliput. Bahkan saat itu sebelum penandatangan surat kuasa beberapa media tersebut sudah memaksa saya dan teman-teman untuk membuat konferensi pers, padahal belum sah sebagai kuasa hukum. Dari situ saya dan teman-teman sudah mulai curiga.

Setelah kasus berjalan, dan karena LBH baru berdiri dan belum ada pendanaan dan rata-rata dari teman-teman grup Bu MT yang menyebut dirinya 'korban asuransi' (padahal belum terbukti korban) ini tidak ada yang masuk katagori tidak mampu, karena mereka mampu kok beli asuransi? Akhirnya pihak LBH meminta dana untuk biaya gugatan ke pengadilan, namun mereka tidak mau dengan alasan mahal.

Awalnya kita semua sepakat untuk penggalangan dana melalui platform kitabisa.com. Saya juga sudah buatkan draft dan konsepnya tapi ibu MT tak bersedia. Dia meminta pihak LBH yang mentekel proses penggalangan dana melalui kitabisa.com tersebut, dan tentu saja ditolak oleh pihak LBH, karena sewajarnya yang membiayai proses pengadilan adalah KLIEN sehingga yang menggalang dana adalah klien diwakili Bu MT bukan LBH.

Karena tidak ada kesepakatan, akhirnya karena merasa bertanggungjawab dan selalu dirongrong oleh Bu MT karena saya yang membuka jalan ke LBH akhirnya saya yang mentekel semua proses melalui kantor saya sendiri yaitu HSPLaw.

Dengan pertimbangan biaya yang tidak banyak, saya akhirnya menawarkan proses negosiasi dan mediasi ke pihak asuransi. Saya melakukan ini juga didasari oleh ketentuan SE OJK No 2/ POJK 07/ 2014 tentang Pelayanan dan Pengaduan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan SE OJK No 61/ POJK 07/ 2020 tentang Lembaga Alternative Penyelesaian Sengketa (LAPS - SJK) dan karena memang aturan ini untuk mendukung konsep Restorative Justice maka saya mendahulukan melakukan hal ini terlebih dahulu. 

Kebijakan OJK tentang hal ini memang tepat dari kacamata saya sebagai pengajar TINDAK PIDANA EKONOMI. Karena jika semua masalah diselesaikan melalui jalur pengadilan dan pemenjaraan, beban negara terlalu besar.

Karena memang benar, hukum tidak melulu tentang masalah konfrontasi, kekerasan dan proses pengadilan, tapi konsep penyelesaian hukum yang paling baik adalah tercapainya PERDAMAIAN.

    " Law is not only about punishment,  not only about litigation but RECONCILIATION" 

Walau sudah dijelaskan bolak balik, namun karena baik Bu MT dan suami  yang  tipikal agresif dan konfrontatif mereka menagih saya untuk melakukan SOMASI. Padahal sesuai dengan pertemuan di OJK memang harus diupayakan perdamaian terlebih dahulu bahkan proses di LAPS pun harus melalui proses Internal Dispute Resolution yang diatur dalam SE OJK No 2/ POJK 07/ 2014 tersebut. Namun sebagian grup tidak bersedia. 

Mereka ingin melakukan cara-cara kekerasan bahkan membuat khusus GRUP DEMONSTRASI ke DPR. Sebelum ini memang kelompok ibu MT ini memang sudah sering kali melakukan cara-cara kekerasan bahkan ada beberapa anggotanya yang sampai dilaporkan ke polisi. 

Bapak/ Ibu anggota Dewan yang terhormat boleh mengecek grup mereka di FB yaitu grup korban asuransi AIA, AXA dan Prudential dan lihatlah bagaimana mereka membully Asuransi dan pegawai asuransi pada grup-grup tersebut. Kalau bisa tolong selidiki. Biar objektif dan adil.

Perlu saya garisbawahi adalah, rata-rata teman-teman di grup ibu MT ini TIDAK MEMILIKI BUKTI SAMA SEKALI bahkan asuransinya sudah TUPOL lama sekali, bahkan ada diantaranya yang polisnya sudah tupol sebelum model bancassurance ada di Indonesia. 

Bagaimana mungkin asuransi ditawarkan di Bank padahal saat itu bank tersebut belum menawarkan asuransi dan belum ada bancassurance ? Tapi mereka gabung ikut-ikutan saja karena ingin uangnya dikembalikan dengan segala cara. 

Sebagai informasi, Ibu MT itu kasusnya juga telah berulang kali ditangani pihak AIA dan ditangani OJK dan selalu berakhir dengan jalan buntu karena Ibu MT dan suaminya sangat keras kepala. Dan mengenai kasusnya yang sudah beres di Lampung tersebut mereka juga berbohong kepada saya.

Saya lanjutkan lagi. Karena mereka ingin menggugat dan saya juga tidak bisa merogoh kocek pribadi saya untuk menggugat di pengadilan, akhirnya kurang lebih 236 orang ikut saya untuk menempuh negosiasi dengan perusahaan. Ibu MT mencabut surat kuasa namun tetap masih merongrong saya.

Proses negosiasi dengan 2 perusahaan berlangsung baik. Saya mengabadikannya dalam jurnal yang saya buat untuk salah satu institusi pendidikan sebagai sharing pengalaman BUKTI PENYELESAIAN KONFLIK YANG BAIK. Bukan konflik dengan kekerasan.

Apakah Bu MT lupa negara kita menganut DEMOKRASI PANCASILA yang mengutamakan PERDAMAIAN, MUSYAWARAH dan MUFAKAT?

Saya sangat berterima kasih kepada pihak AIA dan AXA yang merespon dengan baik proses negosiasi, walau prudential tampaknya belum bersedia.

Negosiasi/ Internal Dispute Resolution di AIA

Untuk proses negosiasi di AXA sejumlah 60 an (berkurang jumlahnya karena mereka tidak punya bukti yang cukup dan mereka menganggap bahwa bukti satu orang bisa berlaku untuk semua orang, sehingga mereka ngambek dan cabut surat kuasa). Bukti MEMANG HARUS ADA PALING TIDAK SATU PER KASUS karena masalahnya memang beda-beda. Tidak bisa bukti satu orang DIPAKAI untuk orang lain.

Dari AIA berhasil dikembalikan full premi 10 polis dan sisanya 50 orang mendapatkan Life Term Insurance dari AIA senilai 200 juta per polis. Namun karena mereka ingin hanya uangnya balik dan menolak Life Term Insurance. Mereka "protes" dan kembali menteror saya. Padahal menurut saya penawaran dalam bentuk life term insurance itu sudah baik sekali. Dan ada satu peryataan AIA yang saya acungi jempol, "AGAR TEMAN TEMAN MEMILIKI PENGALAMAN BERASURANSI YANG BAIK", tapi mereka keras kepala dan selalu mau menang sendiri.

Proses Refund dari AIA berjalan dengan baik dan saya berterima kasih kepada pihak AIA yang begitu sabar mengingat klien saya rata-rata galak-galak dan tidak sabaran. 

Sebagai informasi, pihak AIA menjelaskan secara rinci alasan penggantian dan penolakan, mengapa ada penggantian full refund atau penggantian dalam bentuk asuransi, dan semuanya OBJEKTIF yaitu :

  1. Bukti tidak cukup (karena dalam hukum itulah yang membedakan FAKTA dan FITNAH). Fakta memiliki bukti, sedang fitnah tidak ada buktinya. Kebanyakan pemegang polis tidak punya bukti yang cukup, bahkan menurut saya beberapa dari mereka 'hanya ikut-ikutan' gambling ikut gerakan ini mana tau uangnya dikembalikan;
  2. Rata-rata nasabah/ pemegang polis malas membaca polis dan memiliki budaya literasi yang rendah, padahal sebenarnya semua sudah diterangkan jelas di polis. Kalau ditanya kenapa mereka tidak baca, dengan enteng mereka menjawab, " YA SAYA MEMANG MALAS BACA". 
  3. Mereka banyak yang berbohong dan menipu. Setelah saya selidiki, banyak polis yang sudah SANGAT TUA dan dibuat sebelum produk bancassurance ada. Bagaimana mungkin mereka menjustifikasi bahwa mereka ditawarkan bank padahal model penawaran asuransi oleh bank saat itu belum ada? Banyak hal-hal yang ganjil yang musti diteliti dari tindakan mereka ini.

Bahkan ada   yang  sampai membuat surat keterangan kidal dari Rumah Sakit demi agar uangnya dikembalikan. Mereka tidak merasa salah dan merasa itu adalah  wajar yang penting uang kembali.

  1. Kebanyakan yang bersalah dalam masalah ini adalah agen, karena agen menyebarkan ilustrasi tidak resmi dari perusahaan. mereka (Grup Ibu MT) menuntut agar perusahaan bertanggungjawab terhadap kesalahan agen, padahal perjanjian keagenan adalah perjanjian lastgeving (KUHPerdata)  , yaitu sama dengan pemberian kuasa. Dalam pertanggungjawaban pidana koorporasi, tindak pidana yang dilakukan oleh agen TIDAK MENJADI TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN. 

Teori Strict Liability tidak dapat dipakai dalam perjanjian keagenan. Teori yang dipakai dalam perjanjian keagenan adalah Teori Vicarious Liability. Semua tindakan agen menjadi tanggung jawab perusahaan SEPANJANG YANG DIATUR DALAM PERJANJIAN. Logika saja, nanti agen melakukan PEMBUNUHAN masa yang bertanggung jawab perusahaan? 

KESIMPULAN : Semua proses di AIA berlangsung baik dan objektif bahkan semua diganti tapi memang 'bentuknya' tidak sama. Ada yang dalam bentuk refund premi ada dalam bentuk asuransi. Ya logika saja. Buktinya saja tidak sama, masa putusan bisa sama?

Saya tanya apakah ada putusan pengadilan yang sama? Tentu beda beda bukan sesuai bukti yang ada. Mereka tidak mau seperti itu yang mereka mau adalah semua SAMA di REFUND FULL.

Negosiasi/ Internal Dispute Resolution di AXA Mandiri

Walau AXA memang merespon agak lama namun perusahaan ini sangat baik dalam penanganan Internal Dispute Resolution, sama dengan AIA bahkan mereka memperbolehkan pihak lawyer 'banding' jika putusan tidak sesuai.

Proses di AXA sedang berjalan dan beberapa orang sudah diproses penggantian nya namun ada satau fakta yang harus saya ceritakan ke bapak ibu anggota Dewan bahwa diantara yang menuntut tersebut juga ada yang menipu.

Untuk kasus AXA ini saya ceritakan satu orang yang mengaku tandatangannya dan datanya dipalsukan padahal ternyata beliau MENIPU . Dia mempunyai dua KTP dan saat mendaftar polis dia pakai KTP lama. 

Tandatangan saat pengajuan polis adalah sama dengan tandatangan di buku polis dan beliau memakai KTP baru dan memasukkannya sebagai bukti hanya untuk "mencari kesalahan" dan uangnya dikembalikan dan itu ketahuan pada saat investigasi.

Intinya saya mengirimkan surat ini agar bapak Ibu anggota DPR bisa bersikap adil.

Negara ini adalah negara hukum bukan NEGARA KEKERASAN dan perlakuan grup ibu MT baik di media sosial maupun dimana mana yang menurut saya menjurus pada fitnah TIDAK BISA DIBIARKAN BERLARUT LARUT.

Mereka menuduh pihak asuransi SISTEMATIS menipu konsumen. Bagaimana mungkin? SOP perusahaan yang membuat adalah managemen puncak? , dan jika manager marketing membuat target penjualan polis tidak SERTA MERTA MEMBUAT agen harus melakukan TIPU TIPU untuk meraup pelanggan, sedang disini yang mereka komplain adalah ilustrasi palsu agen.

Petinggi perusahaan hanya menyuruh "memenuhi target" bukan MENIPU. Jadi jika agen menipu untuk memenuhi target bukan tanggung jawab perusahaan karena memenuhi target juga bisa dilakukan dengan CARA YANG HALAL tidak perlu MENIPU.

Agen katanya menipu dan berkata TABUNGAN INVESTASI. Itu kesalahan mereka sendiri dan agen. Seharusnya mereka komplain pada agen bukan perusahaan. Sebagai informasi pada grup Bu MT banyak sekali mantan mantan agen yang dipecat dan akhirnya menyerang balik pihak asuransi. Perusahaan asuransi pun seperti AXA dan AIA saya tahu sudah banyak memecat dan menindak agennya, bahkan dilaporkan polisi.

Mohon Bapak Ketua Komisi 11 agar adil memanggil pihak asuransi terutama dua asuransi yang telah beritikad baik dan pihak terkait agar informasinya seimbang. Juga memanggil ahli Hukum Asuransi atau Tindak Pidana Ekonomi. Sayapun BERSEDIA DIPANGGIL MENJADI SAKSI DAN PUNYA BUKTI BAHWA BANYAK DIANTARA MEREKA YANG MENIPU DEMI UANG KEMBALI.

Dan satu hal lagi, mohon DPR selaku pembuat kebijakan juga mengatur tentang tanggung jawab agen untuk mengganti rugi apabila mereka melakukan kejahatan. Bukan semua tindak pidana yang dilakukan agen, borok-borok agen yang menanggung perusahaan. Dan mohon hal tersebut diatur dalam revisi UU Asuransi. 

Diatur apa yang menjadi tanggung jawab agen dan apa tanggung jawab perusahaan semua dengan konsep Teori Vicarious Liability yang memang khusus untuk perjanjian keagenan. Tidak bisa semua memakai teori Strict Liability, karena teori Strict Liability ini banyak mengundang perdebatan karena bagaimana bisa membuktikan kesalahan TANPA PEMBUKTIAN? Sedangkan di agamapun diatur jika kita menuduh orang harus ADA BUKTI YANG CUKUP.

Dalam Omnimbus Law tentang masalah lingkungan pun penggunaan teori ini diganti dengan PEMBUKTIAN KESALAHAN karena penggunaan teori Strict Liability berpotensi FITNAH dan TIDAK ADIL. Jadi tidak bisa kesalahan agen MELULU harus perusahaan yang tanggung. Kebetulan saya pengajar TINDAK PIDANA EKONOMI.

Melalui surat ini juga saya ingin mengajukan PROTES KERAS KARENA SUARA SAYA DIPAKAI DENGAR PENDAPAT DI DPR KOMISI 11 TANPA IJIN, saya mungkin akan melaporkan hal ini ke PIHAK BERWAJIB.

Saya juga "Tidak pernah diberi apapun atau disuruh pihak asuransi untuk mengklarifikasi hal ini". Saya melakukan ini karena kemauan saya sendiri dan tanggung jawab saya sebagai pengajar dan orang yang mengerti hukum untuk mengungkap kebenaran dan keadilan.

"Hendaklah KEBENARAN ditegakkan SEKALIPUN LANGIT RUNTUH"

Mengapa saya berani bersuara? Karena ibu MT melakukan berbagai cara bahkan menggagalkan webinar yang akan dilakukan oleh Ikatan Alumni saya agar belangnya TIDAK KETAHUAN. Tapi saya tidak TAKUT karena TUHAN PASTI MENYERTAI ORANG BENAR.

SATU LAGI PESAN BUAT MAHASISWA SAYA : 

Menjadi Ahli Hukum, Lawyer atau apapun itu,  tujuannya BUKAN MENCARI MENANG.....Bukan membuat Klien Menang. LAWYER bukan LIAR. Seorang ahli hukum yang baik tidak akan PERNAH MENJANJIKAN KEMENANGAN tapi KEADILAN dan KEBENARAN. Jika lawyer sampai berbohong dan menipu untuk kepentingan klien dia adalah KRIMINAL bukan PENEGAK HUKUM.

Bedakan juga Lawyer dengan Pokrol atau TUKANG DEBAT. Seorang Lawyer yang baik dan mengerti esensi hukum yang baik tidak hobi berdebat kusir tanpa saling mendengarkan, karena Hukum itu bukan ALAT UNTUK BERTENGKAR, BUKAN ALAT PEMBENARAN tapi ILMU KEBIJAKSANAAN.

Ilmu Hukum bukan hanya dipelajari dengan menghapal pasal-pasal, karena sekarang orang rajin baca google pun bisa hafal pasal-pasal. Apa esensi dari mengerti HUKUM? Makna dan Filosofis yang terkandung dalam pasal tersebut. Itulah yang dicari. Jadi berlajar hukum di Google tidak akan sebaik mempelajari hukum dengan HATI NURANI dan KEBIJAKSANAAN, karena HATI NURANI dan KEBIJAKSANAAN itulah MUARA dari HUKUM itu yang sebenarnya. 

Mudah mudahan KEBENARAN segera TERUNGKAP

Salam Hormat,

Grace Bintang Hidayanti Sihotang SH MH

Perempuan BATAK paling berani se Indonesia

Titisan LOPIAN Boru Sisingamangaraja Raja BATAK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun