Mohon tunggu...
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw)
Grace Sihotang SH MH (HSPLaw) Mohon Tunggu... Penulis - Advokat Dan Pengajar/ Tutor pada prodi Hukum Universitas Terbuka

Mengajar mata kuliah Hukum Pidana Ekonomi. Lawyer/ Advokat spesialisasi Hukum Asuransi Dan Tindak Pidana Asuransi. Menulis untuk Keadilan, Bersuara untuk Menentang Ketidakadilan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pertanggungjawaban Pidana Lion Air dalam Kasus Kecelakaan Jt 610

1 November 2018   13:29 Diperbarui: 1 November 2018   13:47 2045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah keamanan dan keselamatan penumpang pesawat udara merupakan salah satu bentuk hak asasi manusia yaitu hak hidup. Hak hidup juga diatur secara khusus dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar (UUD 1945) yang berbunyi, "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". 

Indonesia sebagai negara hukum yang sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia terbukti sangat melindungi hak hidup warga negara nya dengan adanya ketentuan pasal 28A diatas.  Hukum Pidana pun sebenarnya juga timbul sebagai upaya untuk mempertahankan hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak untuk hidup dan jaminan keselamatan untuk hidup.

Dalam kasus kecelakaan Lion Air JT 610, Hak Hidup penumpang dan mendapatkan "Jaminan atas Keselamatan terutama di dalam Pesawat Udara" secara tegas dan diatur secara khusus dalam pasal 1 butir 48, Undang-Undang Penerbangan No 1 tahun 2009 dimana disebutkan bahwa "Keselamatan Penerbangan adalah suatu keadaan "terpenuhinya persyaratan keselamatan" dalam pemanfaatan wilayah udara , Pesawat udara dan Bandar Udara, Angkutan Udara dan Navigasi Penerbangan serta fasilitas umum lainnya". Kata "terpenuhinya persyaratan keselamatan" ini menunjukkan itikad baik dari pembuat Undang-Undang dalam melindungi hak hidup dari para penumpang pesawat udara. Itikad baik tersebut diperkuat dengan penerapan sanksi kepada pihak yang melanggar aturan tersebut yang tertuang pada pasal 11 ayat 5, Undang-Undang No 1 tahun 2009. Tertuangnya ketentuan mengenai hak hidup dan hak untuk mendapatkan keselamatan penerbangan tersebutlah yang bisa dijadikan dasar gugatan pidana terhadap maskapai Lion Air sebagai koorporasi karena "dengan  sengaja" menyebabkan kematian dan tidak terpenuhinya hak hidup penumpang serta hak penumpang atas keselamatan penerbangan atau dengan kata lain" dengan sengaja menghilangkan nyawa" orang lain,  tentunya dengan membuktikan terlebih dahulu unsur kesalahannya.

Mengapa saya katakan harus ada pertanggung jawaban pidana dari kasus kecelakaan Lion Air ini, karena menurut kesaksian beberapa penumpang pada malam sebelumnya pesawat sudah mengalami gangguan, namun dipaksakan untuk terbang (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46014750) (https://riausky.com/news/detail/31751/lion-air-pernah-20-kali-alami-kecelakaan-saat-penerbangan-ini-rekam-jejaknya.html )  (https://riausky.com/news/detail/31751/lion-air-pernah-20-kali-alami-kecelakaan-saat-penerbangan-ini-rekam-jejaknya.html ) (https://www.rmol.co/read/2015/10/17/221181/Karena-Selamatkan-Penumpang,-Pilot-Ini-Tidak-Digaji-Selama-7-Bulan ).

Selain itu dalam rekam jejaknya Lion Air merupakan salah satu maskapai penerbangan tanah air yang paling buruk dalam melindungi keselamatan penumpangnya dan terbukti dengan   kecelakaan yang terjadi  sebanyak 20 kali   , sejak Perusahaan ini beroperasi pada Juni 2000. Suatu catatan kredibilitas yang kurang baik dari sebuah maskapai penerbangan.

Rekam jejak yang buruk ini juga diperburuk dengan dua kasus gugatan dari dua pilot lion air yaitu Nasrun yang tidak digaji karena tidak mau menerbangkan pesawat dengan alasan keselamatan bandaradan Pilot Oliver Siburian yang juga tidak digaji dan diberhentikan karena menolak menerbangkan pesawat yang rusak sebelum take off padahal jelas-jelas penolakan pilot untuk terbang demi keselamatan penumpang karena mesin pesawat rusak dan pesawat pengganti yang disediakan juga bermasalah. 

Dua kasus pemberhentian pilot diatas membuktikan bahwa Lion Air tidak melindungi keselamatan dan nyawa awak serta penumpang dengan sebaik-baiknya demi keuntungan perusahaan. Harga nyawa manusia mereka nilai murah sebanding dengan harga tiket murah  yang mereka jual. Sungguh miris sekali.

Maskapai Penerbangan Lion Air sebagai Subjek Hukum Tindak Pidana Penerbangan  

Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan , pada Pasal 1 angka 55 secara jelas mengartikan "setiap orang" sebagai orang perorangan atau korporasi, dengan kata lain korporasi dalam hal ini Maskapai Lion Air adalah subjek hukum (rechts subject) dalam tindak pidana penerbangan yang tersirat pada Pasal 1 angka 20 yang merumuskan makna dari badan usaha angkutan udara sebagai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi yang digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran.

Dengan diakuinya korporasi sebagai subjek tindak pidana dalam undang-undang penerbangan, berarti korporasi dianggap mampu melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya dalam hukum pidana (corporate criminal responsibility).

Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 menitik beratkan tindak pidana penerbangan pada 2 hal, yaitu pertama tindak pidana administrasi dan kedua tindak pidana mengenai keamanan dan keselamatan penumpang, barang dan atau kargo. Tindak pidana administrasi adalah tindak pidana yang berhubungan dengan pelanggaran izin atau lisensi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun