"Ibu?" ucapnya sambil memicingkan mata. Sementara sang ibu hanya tersenyum, mencoba menenangkannya. Namun kini matanya beroleh kepada sosok pria berjas putih di sebelah ibunya.
"Aku kenapa, dok?" tanya gadis itu lagi. sang dokter sempat memandang sang ibu sebentar sebelum bicara.
"Kamu mengalami kecelakaan. Tidak ada luka serius di bagian kepala dan badan, namun kakimu mengalami patah di beberapa bagian, sehingga tidak bisa di gerakkan untuk beberapa lama. Jika pun sudah pulih, tidak boleh dipakai untuk aktivitas berat seperti menari" ucap sang dokter.
Gadis itu terdiam, ia mengangguk dan tersenyum pada sang dokter sambil mengatakan terima kasih. Sementara sang ibu berbicara dengan dokter diluar, meninggalkan Alora sendirian. Gadis itu merenung. Tentu saja dia sedih, sangat sedih sebenarnya. Mendengar kenyataan bahwa ia tak bisa menari lagi membuatnya terpukul.
Namun disaat seperti ini gadis itu juga berpikir. Keadaan seperti inilah yang selalu dikhawatirkan ibunya, keadaan seperti Inilah yang dibicarakan kakaknya beberapa hari lalu. Inilah keadaan yang dinamakan ketika semuanya sudah "terlambat". Seharusnya gadis itu langsung mengubah prilakunya setelah dinasihati, namun walaupun tahu yang benar, tapi gadis itu tetap melakukan apa yang hanya ia mau, hal hal yang kelihatan mudah untuknya.
Gadis itu tersenyum miris, "karena pada akhirnya semuanya hanyalah penyesalan" ,pikirnya. Hanya saja, paling tidak pola pikirnya telah berubah, dan paling tidak kali ini ia telah belajar menghargai kepedulian orang orang di sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H