Mohon tunggu...
Goris Lewoleba
Goris Lewoleba Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Wakil Ketua Umum DPN VOX POINT INDONESIA

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi Partai dan Keresahan Politik Akar Rumput

28 Agustus 2022   07:41 Diperbarui: 28 Agustus 2022   07:47 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Goris Lewoleba

Wakil Ketua Umum dan Juru Bicara Vox Point Indonesia

Belakangan ini,  jagad politik di Tanah Air, baik di  Media Mainstream mapupun  maupun di Media Sosial sedang dipenuhi dengan beragam berita yang berseliweran terkait dengan dinamika situasi politik menyongsong Pemilu 2024.

Meskipun serangkaian berita  dimaksud sedang silang  sengkarut dengan intervensi berita kriminal atas kematian Brigadir J di tangan atasannya sendiri yang juga adalah seorang  Jenderal Polisi Bintang Dua, tetapi  berita politik di Tanah Air masih tetap menyita perhatian publik.

Hal ini disebabkan karena  menurut Aristoteles,  manusia adalah Zoon Politicon atau makhluk politik, sehingga dengan itu,  betapapun adanya diksi sosial yang menyatakan bahwa "politik itu kotor", tetapi isu politik di Tanah Air  tetap saja  mencuri perhatian masyarakat, karena hal itu terkait dengan sikap  dan persepsi politik dari masyarakat,  baik di tingkat Elit Politik  maupun  di kalangan Akar Rumput.

Apa lagi hal dimaksud,  senantiasa berkorelasi secara signifikan dan berbanding lurus secara parallel dengan ideologi, yang kemudian  diberi muatan sentimen agama, suku  dan antar golongan sebagai identitas politik dari sebagian masyarakat di negeri ini.

Oleh karena itu,  meskipun jadwal Pemiliu,  terutama Pilpres relatif masih lama,  tetapi dinamika situaisi Partai Politik yang tampak di atas permukaan,  telah memperlihatkan betapa hasrat kuasa yang tak terbendung,  dimana para pimpinan dari berbagai  Partai Politik sedang melakukan manuver politik untuk menemukan formula politik yang lebih  pas dan tepat, serta yang sesuai dengan situasi politik yang sedang berkembang.

 Formula politik ini akan dapat ditemukan dan dipaduserasikan melalui pendekatan politik dan negosiasi yang semakin lebih cair dalam pertemuan siilaturahmi antar para Pimpinan Partai Politik dengan modus operandi sebagai Safari Politik.

Berkenan dengan situasi yang  demikian, maka hal itu dapat  dipahami sebagai momentum dan  situasi yang menggambarkan   bahwa, klim politik semakin dinamis,  dan mengandung banyak tafsir dengan makna politik yang bersifat lentur dan kontekstual yang sejalan dengan  persiapan Pemilu dan Pilpres 2024.

Oleh karena itu, setiap pertemuan politik antara para Pimpinan Partai Politik dapat dipandang sebagai upaya untuk mengidentifikasi  dan nenemukenali unsur kesesuaian dalam realitas Political Chemistry atau unsur Kimia Politik dalam rangka  menghadapi Pesta Demokrasi Pemilu,  terutama dalam Pilpres 2024,  agar dapat merebut kekuasaan secara politik di ranah eksekutif di Indonesia.  

Dengan demikian,  maka, adapun  realitas politik yang bakal  ditemukan adalah  Koalisi atau Oposisi, yang biasanya akan ditentukan oleh ideologi serta visi dan misi dari Partai Politik yang bersangkutan. Meskipun,  bukan tidak mungkin akan muncul pula formula Koalisi atau Oposisi atas dasar kepentingan Pragmatisme Politik.

Dan jika pun hal yang demikian menjadi fakta politik  dalam mekanisme membangun koalisi ataupun sebaliknya memantapkan posisi sebagai oposisi, maka hal itu merupakan keniscayaan politik yang realistis dalam dunia politik praktis. Situasi seperti ini akan mengkonfirmasi adagium klasik dalam dunia politik  bahwa,  "di dalam politik,  tidak ada  kawan  dan lawan yang abadi,  yang ada  hanyalah kepentingan".

Sehubungan dengan itu,  maka hal  penting yang perlu dipahami publik adalah bahwa, suatu konteks koalisi itu dapat muncul  dalam beragam variasi, mulai dari koalisi perorangan, koalisi kelompok kepentingan, koalisi partai, hingga aliansi politik. Koalisi yang terdiri dari berbagai partai politik untuk meraih kekuasaan di suatu negara disebut sebagai koalisi partai politik.

Sementara itu,  dalam sudut pandang yang lebih terbuka,   koalisi dalam bidang politik dapat merujuk pada sebuah strategi khusus guna meraih kekuasaan  dalam bidang eksekutip.

 Bahkan dalam praktek politik di negara domokrasi modern,  apalagi dalam situasi menjelang masa menyongsong  pesta perhelatan domokrasi yang hampir mendekati jadwal pemilu,  maka semua Partai Politik  tengah membentuk suatu koalisi guna mencapai tujuan yang sama yaitu perebutan kekuasaan, baik dalam lingkup Eksekutif maupun kekuasaan Legislatif melalui Oligarki Partai Politik.

Partai Politik, antara Harapan dan Kenyataan

Mengamati keberadaan Partai Politik di Indonesia  saat ini,  ibarat seperti "Buah "Simalakama. Karena tuntuntan Undang-Undang, maka publik mau tidak mau,  suka  tidak suka tetap  mererima kenyataan kehadiran Partai Politik di  negeri ini,  dengan profile dan karakter seperti sekarang di depan mata, yang relatif jauh dari harapan publik.

Dikatakan demikian  karena, keberadaan Partai Politik saat ini belum  dapat mengakomodir aspirasi masyarakat dengan segala kepentingan yang diharapkan publik kepada Partai Politik. Dengan siituasi seperti ini,  maka tidak mengherankan jika kemudian ikatan emosional antara partai dan masyarakat dalam posisi dan kondisi  seperti jauh panggang dari api.

 Hal ini terkonformasi secara nyata melalui  hasil  Survey Indikator  Politik Indonesia (2021) yang memperlihatkan bahwa,  hanya 6,8 persen dari responden yang merasa dekat dengan Partai Politik.

Lebih lanjut dinarasikan  pula bahwa, partai-partai yang ada hanya mewakili kepentingan kalangan tertentu, bahkan dalam moment dan situasi tertentu, Partai Politik  dianggap tidak mewakili sama sekali kepentingan masyarakat.

Berkaitan dengan hal itu, maka sebagimana ditegaskan oleh  Noor (2022) bahwa, persoalan yang sedang dihadapi oleh partai-partai di Indonesia sesungguhnya lebih kompleks dari kedekatan dengan masyarakat.

Hal yang menjadi urgensi soal mengenai kedekatan itu terkait  dengan eksistensi dan keberlanjutan partai yang lebih bergantung pada jaringan korporasi elit dari pada jaringan akar rumput.

Oleh karena itu, dengan meminjam Couch (2012),  dapat diketengahkan bahwa,  daya tawar Partai Politik di Indonesia saat ini berada pada posisi ketergantungan timbal balik dengan para donatur atau Investor Politik, yang tentu saja mengharapkan imbalan politik ketika Partai Politik itu berkuasa.

Itulah sebabnya,  maka amat  diharapkan oleh berbagai pihak di negeri ini,  agar  dalam Pemiliu 2024 sepatutnya dijadikan sebagai ajang penguatan marwah Partai Politik. Sebab rakyat ingin melihat komitmen Partai Politik dalam membangun domokrasi yang lebih berkualitas.

Koalisi Akar Rumput  dan Keresahan Politik

Untuk dapat membangun dan memperbaiki kualitas domokrasi, maka dalam menyongsong Pemilu 2024 tidak cukup hanya dilakukan dengan kasak kusuk untuk membentuk poros kekuatan politik melalui kemungkinan membangun koalisiasi untuk kepentungan pragmatisme politik.

Hal ini didasari oleh pertimbangan bahwa,  sebaiknya Partai Politik memperkuat kesiapan substansial, misalnya menghindari politik dinasti dalam perekrutan, memperkuat demokraai di internal partai melalui merit system serta menghindari praktek oligarki politik.

Kecuali  itu,  dalam praktek politik dan kontestasi kepala daerah,  Partai Politik juga perlu menghindari praktek oligarki  dengan berbagai macam siasatnya. Hal ini menjadi penting sebagai pengingat, karena sebagaimana yang dsinyalir oleh Menkopolhukam Mahfud MD (2022) bahwa, terdapat 92 persen Calon Kepala Daerah yang berkontestasi terkait dengan investor politik atau bagian dari praktek oligarki Konsekuensi lebih lanjut adalah terjadinya praktek korupsi untuk mengembalikan modal,  sehingga dengan demikian maka, ketika berkuasa, banyak Kepala Daerah, baik Gubernur maupun Bupati/Walikota ditangkap oleh KPK karena melakukan tindak pidana  korupsi.

Implikasi dari praktek Oligarki Partai Politik sebagaimana yang disebutkan di atas, dapat pula dipraktekan dalam koalisi Partai Politik yang
 senantiasa akan memperlihatkan bahwa, praktek oligarki Partai Politik  kerap kali menimbulkan keresahan politik bagi para kader potensial yang didukung oleh masyarakat,  sekaligus menjadi keresahan pula bagl  kalangan masyarakat  akar rumput itu sendiri.


Padahal,  dalam praktek politik kontemporer, elit politik dari Partai Politik apapun, mestinya turun  ke bawah dan memperluas basis-basis di akar rumput dengan mengakumulasi aset dan potensi aspirasi yang akan menjadi kekuatan penting politik elektoral.

Dikatakan demikian  karena, pada  prinsipnya,  jumlah suara, mobilitas, serta sikap politik yang berada di akar rumput sangat menentukan kemenangan setiap kontestan, termasuk kemenangan seorang Calon Presiden.

Berkenan dengan hal itu,  Saleh (2019) berpandangan  bahwa,  akar rumput merupakan kalangan yang berasal dari struktur bawah negara, yakni kalangan menengah ke bawah bahkan potensi dan sikapnya secara politik dapat dianggap otonom. Kalangan ini dianggap sebagai antitesis elit negara yang berkuasa secara ekonomi politik. Dan jika kemudian ditarik secara diemetral,  maka kalangan akar rumput selalu berada di seberang sistem oligarki Partai Politik.

Lalu  faktanya,  elit politik kerap kali lupa,  bahkan sering pula  luput  dari perhatian banyak pihak bahwa,  gerakan akar rumput adalah gerakan yang menguatkan basis di wilayah teritori bawah, atau komunitas di sektor-sektor tertentu sebagai basis gerakan politik, sosial, budaya atau ekonomi.

Partisipasi gerakan akar rumput selalu diimpikan dalam demokrasi, karena gerakan dan partisipasi politik akar rumput merupakan kontrol dari elitisme elit dalam politik kekuasaan, karena itu jangan pernah mengabaikan aspirasi akar rumput.

Ada femomena keresahan politik yang sedang terjadi di negeri ini,  dengan kecenderungan untuk mengabaikan aspirasi dan  suara serta harapan akar rumput mengenai Capres Potensial atau Tokoh Politik yang menjadi idola publik,  baik di kalangan Akar Rumput  maupun  di tingkat  Elit Politik yang akan  diusung pada Pilpres 2024.

Pengabaian aspirasi Politik Akar Rumput ini dilandasi oleh praktek Oligarki Politik dengan basis Konstrusksi Politik yang dilandasi oleh Politik Dinasti dengan Kekuatan Oligarki.

Kekuatan Oligarki merupakan landasan yang kokoh dalam membangun rasa Percaya Diri yang akan  dapat berimbas pada Kepercayaan Publik,  tetapi over confidence dalam kontestasi politik tanpa elektabilitas yang memadai,  maka hal itu justru akan dapat menjadi "Bumerang Politik", karena itu janganlah hendaknya mengabaikan suara akar rumput.

Karena betapapun koalisi antar elit politik dapat dibangun dengan sangat baik untuk mengusung Calon Presiden,  tetapi mengabaikan suara rakyat, dapat menjadi urgensi soal tersendiri, yang dalam bahasa akar rumput, hal seperti itu dapat dilukiskan dalam pernyataan dan harapan publik bahwa, "baik itu, baik,  tetapi sangat baik itu, belum tentu  baik".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun