Mohon tunggu...
Goris Lewoleba
Goris Lewoleba Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Wakil Ketua Umum DPN VOX POINT INDONESIA

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Teror terhadap Wiranto Versi Psikologi Politik

12 Oktober 2019   08:59 Diperbarui: 12 Oktober 2019   10:01 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(foto: Dokumen Polres Padeglang via Okezone)

Bagai petir di siang bolong, jagat politik Indonesia dikejutkan dengan aksi teror penusukan terhadap Jenderal (Purn) Wiranto, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Republik Indonesia.

Tindakan ini dilakukan oleh penjahat kemanusiaan, ketika Menko Polhukam Wiranto menghadiri Acara Peresmian Gedung Kuliah Bersama Universitas Mathal'ul Anwar di Kampus UNMA Banten pada hari Kamis, 10 Oktober 2019.

Disinyalir dari berbagai sumber yang kredibel, pelaku penusukan diketahui sebagai pengikut kaum radikal yang terafiliasi dengan kelompok ISIS.

Wiranto memang pernah diancam untuk dibunuh bersama beberapa tokoh penting lainya di negeri ini, seperti Kapolri Jend. Tito Karnavian, Jend (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan, dan Komjen Pol. (Purn.) Gories Mere.

Ancaman itu dilakukan usai kerusuhan di Jakarta pada Tanggal 28 Mei 2019, lantaran penetapan Jokowi sebagai presiden terpilih.

Meskipun demikian, insiden penusukan Wiranto di hari Kamis kemarin menjelang Pelantikan Presiden dalam hitungan hari, merupakan hal yang patut dicermati dalam sudut pandang Psikologi Politik hari ini.

Psikologi Politik Terorisme
Menyimak kejadian penusukan Wiranto pada hari Kamis kemarin, maka muncul berbagai pertanyaan dan asumsi psikologis yang berkecamuk di benak publik, tentang apa sebenarnya yang sedang terjadi menjelang hari Pelantikan Presiden.

Terkait Psikologi Politik dan Terorisme, maka dengan meminjam Komaruddin Hidayat (2005), dikatakan bahwa, ketika gagasan, ideologi dan keyakinan agama bersinergi, maka akan terjadi multiplikasi energi yang saling terkait satu sama lain.

Energi dimaksud akan mengeras dan memiliki daya rusak yang sangat kuat ketika digerakkan dengan amunisi rasa dendam dan kebencian politik yang membara.

Kecuali itu, hal dimaksud dapat pula memunculkan rasa kecewa dan frustrasi yang tidak tersalurkan dan didukung oleh kemudahan situasi politik di tanah air yang relatif permisif terhadap peluang terjadinya aksi terorisme.

Oleh karena itu, simbiosis berbagai elemen seperti tersebut di atas, akan mengental pada diri teroris yang memilih melakukan tindakan kekerasan dengan menghabisi nyawa orang lain bahkan dengan risiko kehilangan nyawanya sendiri, yang justru menjadi tujuan mulia dari tindakan jihad yang diyakininya.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa, tindakan para teroris yang demikian sampai pada tahap melakukan bom bunuh diri sebagai katarsis guna menyalurkan akumulasi emosi yang sudah sekian lama membebani hidupnya.

Kemudian, dengan itu, lalu yang bersangkutan akan mencari pembenaran dengan situasi batinnya, kemudian diyakini sebagai emansipasi jiwa yang diberi label syahid, agar terbebas dari beban hidup, dan bisa tersenyum saat menghabisi nyawa orang lain, apalagi tokoh politik atau pejabat negara.

Demikian juga, bagi pelaku terorisme itu sendiri, di mana yang bersangkutan akan selalu tetap tersenyum saat jalan kematian sudah berada di depan mata, dan meyakini pula bahwa, surga menanti dengan tujuh bidadari yang cantik menawan dan mempesona.

Pandangan yang disebut terakhir ini, secara psikologis menimbulkan kekaguman kepada aktor yang jeli dan sukses merekrut pengikut dan berhasil melatih mereka sehingga menjadi amat militan.

Sebagai negara yang beragama dan Berketuhanan yang Maha Esa, maka Indonesia dikenal di berbagai kalangan manca negara sebagai negara yang aman dan damai.

Namun demikian, belakangan ini, negeri kita dikenal juga sebagai surga bagi para teroris.

Hal ini disebabkan karena teroris sangat bebas berkeliaran kapan saja dan di mana saja di setiap sudut republik ini.

Bahkan, hari ini, teroris dapat dengan semau gue untuk membunuh siapa saja, termasuk Menko Polhukam Republik Indonesia, dan tidak terkecuali Presiden Republik Indonesia sekalipun.

Hal ini disebabkan karena, antusiasme teroris terhadap aksi teror bertolak dari restrukturisasi nilai moral mengenai kekerasan dan pembunuhan. Sebab, teror tidak dilihat sebagai kejahatan, tetapi merupakan perjuangan untuk menegakkan tujuan luhur.

Teror bernilai suci dan luhur, yang oleh Hilaly Basya (2005) disebut sebagai Psiko-Teologis setelah melalui mekanisme pelepasan moral.

Oleh karena itu, bukanlah merupakan suatu hal yang aneh, jika di belakang para tokoh teroris yang sudah ditangkap masih banyak teroris lain yang memiliki militansi yang tidak kalah kuatnya.

Dengan demikian, selama pemaknaan terhadap "teror suci" tidak dibongkar, maka penusukan terhadap Wiranto, Menko Polhukam Republik Indonesia, hanyalah merupakan sebuah puncak gunung es yang hanya tampak di atas permukaan.

Pesan Politik tanpa Wajah
Terorisme adalah praktek politik yang menghalalkan segala kejahatan kemanusiaan untuk mencapai tujuan politik.

Kejadian penusukan terhadap Menko Polhukum Wiranto, menjadi sarat dengan berbagai muatan yang mengandung pesan politik.

Dikatakan demikian karena, ada target dan ada landasan Ideologi perjuanganya, serta ada visi dan misi politiknya.

Terkait dengan hal itu, maka Yonky Karman (2005) mengatakan bahwa, target mereka adalah pemerintah berkuasa dan simbol-simbol Pemerintahan Negara.

Mereka bergerak seperti hantu dan menyerang target-target strategis. Tidak seperti kejahatan kriminal biasa, mereka tidak menampilkan wajah secara terbuka. Mereka memandang diri sebagai benda yang bisa dihancurkan tanpa mengganggu sistem moral masyarakat yang sedang berlaku secara universal.

Teroris melihat diri dan hidup orang lain sebagai alat perjuangan untuk sesuatu yang lebih mulia (for a greater cause), karena itu membunuh dengan menusuk seseorang hingga kehilangan nyawanyapun merupakan suatu keniscayaan yang realistis.

Memperhatikan momentum kejadian serta sasaran yang dituju, maka pesan politik yang hendak disampaikan kepada publik adalah bahwa, mereka/teroris masih tetap ada dan dapat melakukan apa saja dan kepada siapa saja, tanpa kecuali termasuk untuk merebut Kekuasaan Politik sekalipun, dengan tujuan dan target jangka pendek yaitu ingin menggagalkan Pelantikan Presiden Jokowi.

Oleh karena itu, pendekatan yang perlu dilakukan oleh semua pihak untuk mereaksi situasi atas kejadian penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto, bukan hanya dengan meningkatkan keamanan dan kewaspadaan para bagi Pejabat Publik dan para VVIP, karena hal tersebut sudah mengacu kepada SOP Keamanan bagi Pejabat Publik.

Hal yang justru jauh lebih penting dan strategis adalah menetralisir tujuan luhur dari dari Agama dengan menjauhkan Agama sebagai kendaraan politik para Teroris.

Hal ini disebabkan karena, tujuan luhur agama yang ditegakkan dengan menggunakan kekerasan dan pembunuhan adalah pencemohan terhadap nilai-nilai luhur dari agama itu sendiri.

Dalam kenyataan, kerap kali, teroris berlindung di balik kesakralan agama. Agama sering dieksploitasi untuk kepentingan para teroris. Agama tidak boleh dicampuradukan dengan dengan perjuangan anarkis. Demikian juga, agama tidak boleh dibiarkan memasuki ruang publik guna memotivasi kontrapolitik negara formal, apalagi menyebar kebencian politik.

Oleh karena itu, meskipun para teroris berupaya untuk mengganggu ketenangan masyarakat dalam rangka mempersiapkan pelantikan presiden, tetapi bangsa dan negara ini berada bersama dengan Presiden Jokowi, dan negara tidak pernah sedikitpun tunduk dan takut pada provokoasi dari para teroris.

Goris Lewoleba
Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Wakil Ketua Umum DPN VOX POINT INDONESIA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun