Dari dalam terdengar sahutan, “Ya.” Jawaban itu diiringi suara langkah-langkah mendekati pintu.
Pintu terbuka, dan seraut wajah yang cukup familiar muncul. Pastor Van Rooij, demikian sosok ini dikenal di kalangan umat Katolik di Makassar.
Sang Pastor kemudian menyilakan saya masuk ke ruangan yang ternyata sebuah ruang kerja.
“Mari masuk ke kandang Betlehem, tapi ini sangat rantasa’,” ajak Pastor berdarah Belanda ini.
Meskipun keturunan luar negeri, Van Rooij sangat fasih menggunakan dialek Makassar. Bagaimana tidak? Pastor ini sudah 42 tahun bermukim di Indonesia, tepatnya di Keuskupan Agung Makassar.
Van Rooij adalah pendiri sekaligus pembina dari kedua panti yang saya kunjungi ini. Panti Asuhan dan Panti Werdha Pangamaseang. Meskipun berada dalam satu area, keduanya tidak berdiri secara bersamaan.
Dikisahkan Van Rooij, panti tersebut dulunya adalah sebuah pabrik roti. Entah sejak kapan bangunan tersebut berdiri di Jalan Baji Gau.
“Pada tahun 1995, panti asuhan ini mulai dibangun,” kenang Van Rooij sambil megajak saya menuju ke dalam area panti. Pembangunan panti ini sebagai salah satu bentuk sifat sosial sang Pastor.
Saat melewati dapur, beberapa remaja putri dan putra sedang sibuk memasak. Ada yang memotong-motong sayur, ada yang menggoreng tempe dan tahu.
Diungkapkan Van Rooij, pembangunan Panti Asuhan dan Panti Werdha Pangamaseang bermula dari perbincangannya dengan mantan Uskup Agung Makassar, Alm. Mgr Frans van Roessel.
“Dia kemudian memberi dorongan kepada saya untuk mendirikan Yayasan Sosial Keuskupan Agung Makassar dan mengambil inisiatif untuk memulai sebuah panti asuhan,” urai dia mengisahkan.