Dalam budaya Venezia saat itu, relasi pekerja dan pemimpin amat kuat. Hanya saja istilah pekerja tidak dipakai. Kata pekerja masih menggunakan kata ‘budak’. Sedangkan kata pemimpin masih menggunakan kata ‘raja’. Memang zaman itu tidak ada sistem pekerjaan yang kita kenal pada zaman modern ini. Zaman itu hanya ada raja dan para budaknya. Jadi, budak dalam hal ini berarti pekerja dalam sistem modern saat ini.
Dari Venezia, kata ‘ciao’ berkelana ke seluruh dunia sejak awal abad ke-7. Kata ‘ciao’ pun berubah sedikit demi sedikit maknanya. Ciao tidak lagi sebagai salam dari budak untuk raja tetapi sebagai salam persahabatan (saluto amichevole). Karena bermakna persahabatan, kata ciao digunakan oleh orang-orang yang sudah saling percaya. Tanpa itu rasa percaya atau saling kenal, kata ciao layaknya tidak bisa digunakan.
Saat persahabatan dan keakraban sudah terbentuk, perpisahan rasanya amat sulit. Itulah sebabnya ada yang bilang, bukan perpisahan yang ditangisi tetapi pertemuan, persahabatan, dan keakraban. Kata ‘ciao’ juga masuk dalam lingkaran ini. Jika Anda berpamitan meninggalkan sahabat atau kenalan atau keluarga, Anda akan mengucapkan ‘ciao’ atau juga diulang ‘ciao-ciao’.
Demikian juga saat mengakhiri penutup rumusan surat antara sahabat, kata ‘ciao’ juga bisa disematkan. Jika Anda datang ke Italia dan mengirim kartu pos ke kenalan Anda ke Indonesia, Anda bisa menuliskan kata ‘ciao’ di akhir kalimat yang Anda tulis. Tukang Pos Italia akan tersenyum dan terhibur membacanya jika dia sempat menengok sedikit kartu pos itu.
Kata ‘ciao’ yang hanya sebagai kata ‘tidak berarti’ di Venezia kini menjadi kata yang amat penting. Dari sekadar sapaan sang budak untuk majikan, kini menjadi kata yang mewah dalam dunia pariwisata. Maka, kata ini pun datang dari Venezia dan mengembara ke seluruh dunia. Setiap orang yang mengucapakannya akan menyelipkan pesan persahabatan, keakraban, kedamaian, dan kebahagiaan.
Kata ‘ciao’ diucapkan sambil melambaikan tangan pertanda perpisahan. Kata ‘bravo’ juga diucapkan dengan menggunakan bahasa tubuh melalui tangan. Jika ciao dengan tangan melambai, bravo sebaliknya dengan mengacungkan dua ibu jari. Kata bravo memang berarti pujian di kala seseorang berhasil mencapai target.
Di Italia, kata ‘bravo’ kerapkali diucapkan di stadion sepak bola. Nadanya tentu saja berisi pujian untuk para pemain idaman. Saat kakinya berhasil mengoceh lawan dan memasukkan bola ke gawang lawan, kata ‘bravo’ pun akan hadir membahana seisi stadion.
Seperti bahananya stadion, kata ‘bravo’ juga diucapkan di tempat pertunjukkan teater. Saat akhir pertunjukkan, kata ini muncul bersama dua kata lain. Jadi rumusannya bisa berbunyi seperti: Bravo, bene, bis!Maksudnya, (kalian atau kamu) hebat, bagus, diulang lagi donk (bis).
Dengan mengucapkan kata ‘bravo’ kita seakan-akan mendukung tindakan dan tutur kata baik dari seseorang. Kata ‘bravo’ dengan demikian memaksa kita untuk mencari dan terus mencari serta memotivasi diri untuk berbuat yang baik.