Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lebih Asyik Jadi Pelajar di Indonesia daripada di Italia

9 Agustus 2016   16:24 Diperbarui: 9 Agustus 2016   19:41 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangtua, penanggung jawab utama dan pertama dalam pendidikan, orang tua harus ikut mebantu mengerjakan tugas anak, FOTO: mamma.pourfemme.it

 

Hari-hari ini masyarakat Indonesia dan media massa-nya sedang ramai memperbincangkan soal Full Day School. Istilah ini dilontarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru Muhadjir Effendy.

Belum jelas seperti apa konkret pelaksanaannya nanti. Yang jelas sekarang sudah muncul diskusinya. Rencananya nanti siswa sekolah SD dan SMP akan berada di sekolah dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore. Berarti lama sekolahnya menjadi 10 jam per hari. Ini termasuk waktu istirahat di antara selang waktu pergantian pelajaran dan waktu makan siang.

Kesan saya mendengar berita yang belum selesai ini adalah wah hebat. Belajar 10 jam sehari itu bisa membuat anak-anak kita pintar. Tetapi, bisa juga membuat bosan jika tidak kreatif mengarahkan mereka. Mereka memang sedang butuh diarahkan. Mereka belum bisa mengarahkan diri.

Saya ingat kata-kata seorang dosen kami di kampus di Jakarta dulu tentang waktu belajar ini. Katanya, kalian harus menyediakan waktu belajar pribadi selama 3 jam setiap hari. Ini di luar waktu kuliah di kampus.

Di kampus kami rerata waktu kuliah untuk setiap mahasiswa berbeda. Ada yang hanya 2 mata kuliah sehari dan ada pula yang 3 bahkan maksimal 4 untuk beberapa mahasiswa. Jadi, rentang waktunya dari 180 menit (3 jam) sampai 270 menit (4,5 jam) untuk setiap mahasiswa.

Kalau ditambah waktu studi pribadi menjadi 6 jam sampai 7,5 jam sehari. Durasi belajar ini lebih rendah tentunya dari jam belajar anak SD dan SMP tadi. Saya kadang tidak berhasil menyediakan waktu studi pribadi 3 jam sehari. Kalau sibuk dengan kegiatan lainnya, saya tangguhkan sehingga hanya 1,5 jam sampai 2,5 jam saja dalam sehari. Utang waktunya harus ditutup pada jam belajar hari lainnya.

Menanggapi rencana Mendikbud ini memang menarik. Idenya cemerlang tetapi butuh ide cemerlang juga untuk menerapkannya. Sampai saat ini pun banyak tanggapan pro dan kontra di internet. Saya juga mau menaggapinya. Tetapi, karena saya bukan pakar pendidikan dan tidak juga pengamat pendidikan, saya hanya menanggapinya dengan gaya saya sendiri.

Saya membandingkan dengan jam belajar anak-anak SD-SMA di Italia. Khususnya lagi jam belajar di luar sekolah. Bukan termasuk jam sekolah yang mungkin nanti akan saya bahas dalam tulisan berikutnya. Jadi, untuk meringkasnya, bisa diajukan pertanyaan ini, apa yang dibuat oleh pelajar SD-SMA di Italia saat liburan? Tulisan ini ingin menjawab pertanyaan ini.

Perlu diketahui lebih dulu bahwa Italia termasuk negara dengan waktu liburan sekolah terpanjang di Eropa dan di dunia. Eropa dengan sistem iklim 4 musimnya turut memengaruhi waktu liburan para pelajar. Dalam setahun, pelajar Italia menikmati liburan selama 13 minggu. Dari Juni sampai September. Kalau sebulan dibagi 4 minggu, maka waktu liburan menjadi 3 bulan plus 1 minggu.

Dalam tataran Eropa, Italia tidak sendiri. Masih ada Turki, Litunia dan beberapa negara lainnya. Setelah Italia, ada Yunani dan Portugal yang memiliki waktu liburan sekolah 12 minggu. Lalu, ada Hongaria dan Kroasia dengan 9 minggu. Indonesia paling-paling hanya 1 bulan. Zaman saya dulu ada 1 bulan liburan panjang plus liburan pendek menjelang Natal-Tahun baru dan permulaan Ramadhan.

Jadi, sampai di sini boleh dibilang lebih asyik jadi pelajar di Indonesia daripada di Italia. Tentu pelajar yang betul-betul mau belajar. Tetapi, bukan soal ini saja. Ada juga alasan lainnya yang memang membuat pelajar Indonesia lebih beruntung ketimbang pelajar di Italia dari segi proses belajar.

anak-anak tersenyum gembira di tengah tugas musim liburan, FOTO: laprofonline.wordpress.com
anak-anak tersenyum gembira di tengah tugas musim liburan, FOTO: laprofonline.wordpress.com
Dengan 3 bulan waktu liburan, praktisnya pelajar Italia hanya bersekolah selama 9 bulan dalam setahun. Lalu, bagaimana dengan materi pelajarannya? Apa yang mereka buat demi menunjang kegiatan belajar mengajar?

Di sini seninya menjadi pelajar yang kreatif. Italia justru mengembangkan seni ini sehingga para pelajar pun tidak seenaknya menghabiskan waktu tanpa kegiatan belajar mengajar formal selama 3 bulan. Boleh dibilang, liburan tetap liburan tetapi liburan tidak berarti tanpa sekolah dan kegiatan belajar mengajar.

Italia mempunyai kebiasaan yang baik untuk menunjang kegiatan belajar mengajar ini. Kebiasaan ini sudah ada dari dulu. Banyak yang mendukungnya karena terbukti pelajar juga ikut belajar saat liburan. Konkretnya para pelajar diwajibkan untuk mengerjakan pekerjaan rumah selama liburan. Jadi, apakah tidak ada liburan untuk para pelajar?

Tentu saja tidak seperti itu. Istilahnya pekerjaan rumah ini hanya sebagai sarana agar pelajar tetap belajar selama liburan. Tugas liburan ini memang mempunyai 3 sasaran dasar yakni (1) mengingat kembali materi yang dipelajari sepanjang tahun, (2) menyegarkan kembali ingatan anak-anak saat masuk ke sekolah dan (3) menyiapkan diri melangkah ke kelas berikutnya. Inilah 3 tujuan mendasar dari tugas liburan yang dikenal dengan sebutan i compiti estivi. Artinya, tugas-tugas selama liburan musim panas.

Tugas liburan ini biasanya mencakup 3 pelajaran yang rumit yakni Matematika, Bahasa Italia, dan Sastra. Ini saya ketahui dan lihat langsung dengan remaja SMA yang saya jumpai pada Juni lalu. Dia adalah anak dari seorang sahabat kami di daerah Venetto, Italia Utara. Setiap hari dia menghabiskan 1,5 sampai 2 jam di pagi hari untuk mengerjakan soal-soal Matematika. Sore hari, dia juga membaca buku seperti novel.

Boleh jadi ada juga mata pelajaran lainnya. Tergantung kesepakatan antara murid dan guru pembimbing. Di sini ikut terlibat juga orang tua. Seperti terjadi dengan sahabat kami ini, rupanya dia juga yang mendorong dan membantu sang anak untuk mengerjakan soal Matematika yang rumit itu. Jadi, tanggung jawab pendidikan memang bukan saja pada guru dan institusi sekolah tetapi juga terutama tanggung jawab orang tua.

Tradisi ini sudah menjadi bagian dari seni mendidik di Italia. Meski menjadi seni, tradisi ini rupanya tidak didukung penuh oleh rakyat Italia. Boleh jadi sebagian besar ya. Tetapi, ada juga yang sampai hari ini masih tidak setuju. Jumlahnya kecil tetapi cukup menjadi suara di hadapan mayoritas.

Anak-anak harus belajar berinteraksi antara mereka, FOTO: guidabimbi.com
Anak-anak harus belajar berinteraksi antara mereka, FOTO: guidabimbi.com
Bulan Juni yang lalu, seorang wali kota di Sardegna, Italia Selatan mengatakan ketidaksetujuannya dengan tradisi tugas liburan untuk para pelajar ini. Katanya, liburan adalah wajib untuk semua pelajar. Kalimat ini ia lontarkan menanggapi situasi pelajar di kotanya yang sibuk mengerjakan tugas selama liburan.

Wali kota di Kota Madya Mamoiada (Nuoro), Sardegna ini mengusulkan agar para pelajar diberi kesempatan untuk berinteraksi antara sesama mereka selama liburan. Interaksi ini bisa saja tentang bahan pelajaran di sekolah tetapi bisa juga isu menarik dari sebuah film misalnya.

Ide dari wali kota yang bernama Luciano Barone ini sudah ada sebelumnya. Ide ini diangkat oleh seorang profesor yang mengabdi di sebuah sekolah menengah atas di daerah Marche, Italia Tengah. Profesor itu membuat daftar 15 hal yang sebaiknya dilakukan oleh pelajar selama liburan musim panas. Satu di antaranya adalah ini:

“Lebih baik menulis dan membaca, menari, berjalan di pinggir pantai sepanjang pantai itu, menonton film, melihat indahnya matahari terbit dan terbenam.”

Artikel inilah yang didukung penuh oleh Wali Kota Luciano dalam orasinya kepada para pelajar. Dia mengajak mereka untuk tidak lupa berinteraksi antar-pelajar. Interaksi itu bisa saja muncul dari film yang mereka tonton bersama.

Penolakan lain juga datang dari Menteri bidang Tenaga Kerja dan bidang Sosial Politik Italia Giuliano Poletti. Dalam sebuah konferensi di kota Firenze beberapa waktu lalu, dia mengatakan bahwa liburan sebulan sudah cukup untuk para pelajar kita. Satu setengah bulan maksimal. Tetapi kalau tiga bulan, itu sudah terlalu.

Dia mengajak para pelajar untuk membuat liburan selama 1 bulan penuh. Selanjutnya, dalam 2 bulan, pelajar harus mencari kegiatan yang bermanfaat seperti membuat formasi pendidikan atau membantu orang tua. Di sini, pelajar bisa saja bekerja. Dia mencontohkan anak-anaknya sendiri yang membuat liburan cukup 1 bulan. Selebihnya, mereka diikutsertakan dalam panen buah dan sayuran di ladang mereka.

Anjuran Menteri Poletti ini memang sudah diterapkan oleh beberapa keluarga. Di daerah Selatan Italia misalnya, ada anak-anak SMA yang bekerja selama liburan musim panas. Mereka membantu orang tua mereka yang sakit atau yang tidak punya pekerjaan. Teman-teman mereka asyik berlibur keluar negeri, mereka tetap di Italia dan bekerja demi kebutuhan hidup keluarga.

Cara ini memang bagus hanya saja perlu diperhatikan pelaksanaannya. Jangan sampai kesempatan ini dimanfaatkan oleh pemilik kerja untuk mengerjakan anak-anak di bawah umur. Ini dilarang keras oleh Pemerintah Italia dan Uni Eropa.

Demikian sedikit perbandingan pelajar di Indonesia dan di Italia. Jadi, kalau tidak mau mengerjakan soal latihan dan pekerjaan rumah lainnya selama liburan, lebih baik belajar di Indonesia. Menjadi pelajar di Indonesia lebih asyik ketimbang di Italia.

Sekadar berbagi yang dilihat, ditonton, didengar, dirasakan, dialami, dibaca, dan direfleksikan.

PRM, 9/8/2016

Gordi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun