Mohon tunggu...
Gordi SX
Gordi SX Mohon Tunggu... Freelancer - Pellegrinaggio

Alumnus STF Driyarkara Jakarta 2012. The Pilgrim, La vita è bella. Menulis untuk berbagi. Lainnya: http://www.kompasiana.com/15021987

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menikmati Kemolekan Mantova, Ibu Kota Kebudayaan Italia 2016

15 Juli 2016   16:50 Diperbarui: 16 Juli 2016   03:15 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

danaunya berkabut, mendung
danaunya berkabut, mendung
Penduduk asli Mantova adalah orang-orang Etruschi. Lalu, datang juga orang-orang Celtic. Penduduk dari dua kelompok bangsawan besar ini diusir oleh kelompok kerajaan Romawi sekitar abad I sebelum Masehi. Saat Romawi berkuasa inilah hidup seorang Penyair terkenal dari Italia yakni Virgilio (70-19 SM).

Beberapa petinggi kerajaan Eropa juga pernah singgah dan menetap di kota ini. Sebut saja beberapa di antaranya Ludovico Gonzaga I-III, keluarga bangsawan Canossa, Bonacolsi, dan sebagainya. Mantova memang menjadi seperti seorang remaja yang mencari-cari dan juga berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Peninggalan sejarah yang ada sekarang ini menjadi milik warga Mantova. Mereka mesti merawatnya karena menjadi bagian dari sejarah dan budaya nenek moyang mereka. Peninggalan itu misalnya beberapa palazzo, gedung gereja antik, 3 danau buatan, dan sebagainya.

Saya beruntung berkunjung ke kota Mantova ini pada tahun 2014 yang lalu. Saat itu, guru bahasa Italia kami mengajak kami ke sana. Kabut meliputi kota ini dan hujan mengguyur saat kami tiba. Dari Parma, kami sudah merasakan hujan ini. Musim dingin seakan-akan terus menunjukkan pada kami bahwa Mantova dan Italia juga Eropa memang sedang dingin. Apa boleh buat, kami dan guru bahasa Italia kami sudah menetapkan tanggal ini jauh-jauh hari sebelumnya.

masih kabut juga, dari sisi yang lainnya
masih kabut juga, dari sisi yang lainnya
Rasa dingin ini tidak menyurutkan niat kami. Kami berusaha untuk tidak kalah dari rasa dingin. Jaket musim dingin, topi, kaus tangan, dan syal pun dibawa serta. Dalam mobil, rasa dingin ini dibius oleh penghangat mobil. Laju mobil terus kencang. Sopir yang adalah guru kami ini memang terbiasa ngebut di jalanan. Apalagi dia kiranya sedang berbahagia mengantar kami orang asing ini ke kota nenek moyangnya.

Guru kami ini bercerita bahwa dia juga termasuk keturunan dari salah satu keluarga bangsawan kota ini. Anak matanya yang biru itu memang tidak bisa menyembunyikan statusnya sebagai turunan bangsawan. Dia juga sedang berbahagia karena berada di antara lelaki. Dia satu-satunya Hawa di antara para Adam ini. Tetapi, ini Italia. Bukan di Mesir sana yang membeda-bedakan peran laki dan perempuan. Di sini semuanya dipandang sepadan tetapi tetap menghormati perbedaan.

Sambil menunggu hujan reda, kami berputar di sekeliling danau buatan itu. Kami hanya berhasil mengelilingi satu di antara tiganya. Niat untuk berkeliling di dua lainnya surut lantaran macet sehingga tak cukup waktu.

Kami pun menuju tempat parkir yang terletak di sekitar Castello di San Giorgio. Ini adalah salah satu palazzo (rumah) bangsawan (dari keluarga Gonzaga) di Mantova. Palazzo ini dibangun pada abad XIV dan XV (1935-1406). Bangunannya megah. Salah satu sisi bangunannya menghadap ke tiga danau buatan itu. Di sinilah kami memarkir mobil kami.

Bagian dalam Gedung Gereja Katedral kota Mantova
Bagian dalam Gedung Gereja Katedral kota Mantova
Target kami bukan palazzo ini karena dari luar kami bisa melihat sekeliling palazzo ini. Tinggal masuk saja kalau mau melihat bagian dalam. Kami pun memutuskan untuk melihat yang lain misalnya Gereja Katedralnya. Juga salah satu Gereja terkenal yakni Gereja Santo Stefanus.

Bagian luar gereja ini sedang direnovasi saat kami masuk. Masuk tanpa pungut biaya. Di dalam suasananya masih gelap. Hanya lampu lukisan yang menyala. Dilarang membuat rumor. Petugas jaga ada di setiap sudut. Rupanya masih dipakai sebagai tempat berdoa sehingga di altar gereja ini masih ada tanda-tanda akan ada misa.

Dari sini kami keluar dan menuju ke Gereja Katedralnya. Letaknya tidak jauh dari palazzo di san Giorgio. Hanya 15 menit berjalan kaki. Sebelum masuk gereja, kami melewati halaman gereja yang sekarang menjadi pasar mingguan. Di sini kami berjumpa dengan banyak imigran dari Timur Tengah dan Asia. Dari Timur Tengah biasanya dari Turki, Tunisia, Iran, dan sebaginya. Sebagian besar berbahasa Arab. Dari Asia berasal dari Banglades, India, dan Pakistan. Ada juga beberapa orang Cina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun