Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Monokrom (2)

5 Agustus 2024   14:59 Diperbarui: 5 Agustus 2024   15:04 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 "Seperti kita bernapas, mengalir bebas. Oksigen, akan menghentikan hidup, kalau dia ngumpet di kolong langit, selama enam puluh menit saja,"

"Maksudmu?"

"Nah itu, pertanyaan, kadang-kadang sekaligus, implisit jawaban standar hidup dari otak malasmu menantang imajinasi, Berk," tanpa menoleh, hanya sedikit melirik.

"Enam puluh tujuh tahun lalu di tempat ini. Baiklah Bro. Lihat, aku ulangi ya," mengorek hidungnya, lantas "Kau lihat aku baru saja melempar upilku kebawah jembatan sana, menukik cepat tanpa melayang seperti kertas. Kau melihat hal sama seperti waktu mundur di ingatanmu, di jembatan ini. Berapa usia kita ketika itu, Berk," suara Bork datar.

"Enam belas tahun, saat itu. Kejadiannya setelah ultah si ceriwis burung kutilang, Deen dengan Bien." Berk, menyimak, selalu tertinggal selangkah di belakang, kakaknya. Menyebalkan. "Atau karena aku, berbeda beberapa menit saja, dari Bork, ketika dilahirkan ibu?" tanya itu di benaknya.

"Lalu? Berapa usia kita sekarang."

"Delapan puluh tiga tahun."

"Seperti aku bilang dulu, di usia kita ke enam belas, di sini. Bahwa Kant, tak pernah mau, punya jawaban pada ranah filosofi ke-meta-annya. Mungkin saja dia mengakui, tapi ogah mencari jawabnya."

"Bisa relatif, Bork. Banyak sisi jawaban, dari berbagai kemungkinan imajinatif, filosofis. Mencoba supaya otakku tak beku seperti es batu," keduanya ngakak bareng.

Lantas lanjut Berk. "Abstraksimu tanpa limit. Upilmu menukik dengan cepat, tanpa dapat melihatnya. Bagaimana kau tahu? Aku ulangi pertanyaan lampau itu. Biar kau makin paham, perbedaan benda terlihat berbanding benda tak terlihat. Nikung kemana pula otakmu rupanya." Keduanya ngakak lagi.

"Logika cair menjadi padat, diperlukan sensibilitas instingtif. Meski kedua unsur itu berbeda kepadatannya." Suara Bork datar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun