Mohon tunggu...
Taufan S. Chandranegara
Taufan S. Chandranegara Mohon Tunggu... Buruh - Gong Semangat

Kenek dan Supir Angkot

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Mati Sunyi

3 Agustus 2024   06:21 Diperbarui: 3 Agustus 2024   06:32 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc Photo Kompas.com

DONGENG LANGIT.
Sentir layar terkembang cahaya pembuka.
Musik: Metal Symphony adegan berkisah.

Panorama cerpen, imaji mengurai sel-sel otak agar tetap sehat walafiat. Tak ada pembaca tak ada seni susastra. Jelajah imajinasi.

***

Nilai masih bisa di perdebatkan di lingkar aksioma kuantum skala luas, rumus alfabetis angka siluman, sekalipun, berkelipatan kabut misteri. Ketika senyawa tak sepakat lagi dengan uji coba kesamaan bentuk uraian isotop, sekalipun unsur atom-nya berbeda muatan jumlah proton berbanding sejajar dengan unsur neutron.

Ketika imajinasi melambungkan diri kelangit neurologis nyaris melewati ambang batas kekuatan daya instalasi saraf-optik pengindraan berkesinambungan dalam etos kulminasi rata-rata berjenjang, pencerapan sensoris saraf, dalam hitungan jungkir balik pun tetap fokus-terbaca.

Melihat gagasan serupa ataupun tidak, pada telaah sensoris mungkin terasa kegamangan struktur perbedaan itu. Pengindraan mampu memberi sinyalemen kebenaran ataupun kesalahan, kebohongan, kepura-puraan, ketulusan juga di antaranya.

Lantas tugas frekuensi eksterior, menyampaikan catatan berita itu, disimpan dalam interior. Langkah kemudian, nurani mencatat tak terhingga hingga saat tertepat, memicu daya ledak dalam tubuh. Akibat perbuatan anonim. Mungkin, ruang gravitasi akan mengguncang karma, positif ataupun negatif.

Siksa tubuh menjadi siksa batin bolak-balik tanpa terasakan. Ketika nurani telah terkunci, wawasan gelap gulita, terpicu orasi oral batuk-batuk, dehem-dehem, sulit bernapas, tercekik berondongan kalimat, kata tanpa acuan.

Karma, membidik tepat sasaran, dari puncak komedi ke puncak tragedi atau sebaliknya pula. Kelapapuan diguyur pemanis tetap terasa kelapa.

***

Dia selalu memandang ke batas kaki langit, mungkin di sana ada harapan, mungkin belum terselesaikan atau tertinggal, bisa juga, atau sengaja dilupakan.

Enggan mengingat keindahan itu, keburukan itu, kebohongan itu, kesia-siaan itu, kepandiran itu, hal mengenaskan, mengunci hatinya.

Berbagai kemungkinan, barangkali bisa saja, pada hal hidup, setelah mati atau pada hal mati setelah hidup, kalau mungkin.

"Aku tidak mampu!" Geram.

"Aku lengah." Sesal termuskil.

"Seharusnya, aku. Mati. Bukan kamu."

***

"Aku durhaka sejagat. Melupakan kasihmu. Aku sombong, mentang-mentang. Aku melupakan, tidak sengaaja. Maafkan. tidak bermaksud tidak mengingatmu."

"Aku, sibuk, amat rumit. Sulit menjelaskan, tak berani menemuimu. Sadar betul, sungguh. Aku bersalah."

"Aku berniat hidup lagi. Mengembalikan semua hal menjadi baik banget."

"Boleh enggak ya. Apa masih bersedia."

"Kapan ya hidup lagi. Janji deh, 'kan kuberikan cinta terkusyuk, beneran. Sumpah."

***

"Aku sudah bilang hati-hati."

"Kamu bilang gas pol."

"Iya. Tapi bukan jadi begini."

Keduanya memandangi sosok, terbujur morat-marit.

"Masih sekarat."

"Ini akibat kita..."

"Melanggar larangan."

"Tempe sudah jadi tahu." Menghela napas.

Sekonyong-konyong keduanya sirna di sedot badai hitam.

***

"Ssst! Mereka datang. Ssst!"

"Oh! Bukan untuk kita."

"Hihihi, untuk persoalan lain, kasus lain."

"Ssst! Mereka belok ke rumah itu."

"Bagaimana membedakan dua sosok ini."

"Mana aku. Mana kamu. Gitukan?"

"Ssst! Mereka berbalik, ke arah kita."

"Ssst!" Serentak.

***

Jakarta Kompasiana, Agustus 03, 2024.
Salam NKRI Pancasila. Banyak kebaikan setiap hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun