DONGENG DI AWAN-AWAN.
Layar panggung sandiwara terbuka.
Musik: Metal symphony adegan berkisah.
Obral obrol hampir serupa jual obat manjur cespleng. Terlihat laiknya tonil kasmaran siang bolong. Rayuan gombal kebutuhan objek meraih subjek atau sebaliknya kalau subjek tak jungkir balik sebab objek. Waduh! Tontonan tak lagi perlu pilih-pilih sebab objek mudah bertukar rupa dengan subjek. "Oh!"
"Hehehe gawat."
"Apa rasanya masuk angin."
"Perut kembung tak nyaman."
"Berbeda antara parodi dramatik dengan satir dramatik."
"Langsung terlihat komedi reguler atau komedi asal bunyi."
"Seperti biasanya. Jangan dibikin ribet."
"Haloo! Enteng saja."
"Bisa iya. Bisa juga tidak."
Perbedaan ubi rebus dengan ubi goreng sekalipun terlihat beda tampilan. Kalau ternyata tak begitu apa artinya. Salah atau benar ada di mana. Apakah tergantung bentuk bergaya. Kalau ternyata ubi rebus di goreng dulu sebelum di rebus. Gimana? Mungkin realitas bakal mendesak jawaban. Apa mungkin begitu.
"Tergantung merek dagang kacamatanya."
"Satir komedi atau satir kopi siang bolong."
"Nah itu. Tolok ukurnya."
"He he. Selalu sudut pandang lagi."
"Anda punya. Ramuan sudut pandang sahih?"
Menggelengkan kepalanya. "Hamba hanya pemirsa."