Maruarar kemudian mengambil alih pembicaraan bahwa yang terpenting itu adalah tindakan, kinerja, contohnya saat mempertahankan Lurah Susan. (Sekali lagi, Maruarar lupa bahwa yang tegas mati-matian mempertahankan Lurah Susan adalah Ahok, bukan Jokowi).
Fadli Zon berujar bahwa Prabowo punya peranan yang penting dalam tindakannya. Yaitu dalam hal civil society, melakukan advokasi dalam pertanian dan pedagang pasar. Tetapi, belum selesai pembicaraan, sudah dipotong oleh Maruarar.
Setelah jeda iklan, acara dilanjutkan kembali.
Najwa membahas tentang pengalaman yang pernah dijabat oleh masing-masing kedua belah pihak. Prabowo sebagai orang yang pernah menjabat Danjen Kopassus serta Dansesko ABRI, serta Jokowi yang pernah menjabat sebagai walikota dan gubernur.
Maruarar menyatakan, Jokowi sebagai walikota bekerjasama dengan kodim, kapolres, kajari. Itulah namanya muspida. Begitu Jokowi menjadi gubernur, dia bekerjasama dengan pangdam, bergotong royong membersihkan sampah. Maruarar menekankan tindakan teruji dari seorang Jokowi sebagai hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih pemimpin. (Pernyataan Maruarar ini tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Karena, sebelum jadi walikota, Jokowi bahkan belum pernah memegang jabatan apapun di birokrasi. Begitu juga Megawati, sebelum jadi wakil presiden, belum pernah mengemban amanah di pemerintahan. Sementara, Jusuf Kalla, sebelum jadi menteri, dia belum pernah berada di pemerintahan).
Fadli Zon mengemukakan alasan yang berbeda. Dia menekankan bahwa perbandingan apple to apple tidaklah tepat. Karena, masing-masing orang punya proses perjalanan dan karir yang berbeda – beda sehingga tidak perlu dipaksakan untuk disamakan. Karena, untuk menjadi seorang pemimpin, bisa datang dari berbagai macam jalan. Prabowo waktu di militer – kata Fadli Zon – memiliki kepedulian yang tinggi dalam hal pertanian. Waktu kostrad, pernah diperintahkan menanam jagung, apalagi di masa krisis pangan. (Di sini, Fadli Zon hampir terjebak oleh Maruarar, yang mengatakan “jadi diperintahkan, bukan inisiatif”, dijawab oleh Fadli Zon, “inisiatif, kesadaran diri.”).
Maruarar menyebutkan hasil survey yang menyatakan bahwa Jokowi di atas Prabowo, lebih banyak 15 % daripada Prabowo. Dan pasti akan lebih besar lagi di waktu ke depannya nanti. (Maruarar bertindak ceroboh dengan menyatakan hal seperti itu. Karena, dari berbagai survey dari waktu ke waktu dari awal tahun 2013, angka survey Prabowo dengan Jokowi lebih besar Jokowi dengan selisih yang mencapai lebih dari 25%. Sekarang ini, malah tinggal 15%. Jadi, logika darimana disebutkan bahwa pasti akan lebih besar karena kenyataan yang ada malah menunjukkan selisih yang semakin dekat.)
Maruarar juga mengatakan bahwa koalisi yang diusung oleh kubu Jokowi – Jusuf Kalla adalah koalisi dengan rakyat. (Ini adalah pernyataan yang mengundang tawa banyak orang. Sedangkan kenyataannya, PDI-P menggandeng PKB, Hanura dan Nasdem. Koalisi dengan rakyat seperti apakah yang dimaksud oleh Maruarar? Apakah koalisi dengan rakyat adalah ucapan lips service karena kalah jumlah, 6 partai pendukung Prabowo – Hatta Rajasa dengan 4 partai pendukung Jokowi – Jusuf Kalla?).
Inilah catatan saya selama menonton acara Mata Najwa Shihab bertema “Jokowi atau Prabowo” yang ditayangkan di Metro TV pada sesi kedua, yang menampilkan head to head, Maruarar Sirait vs Fadli Zon.
Semoga tulisan saya ini bisa menjadi pertimbangan anda untuk menghadapi pilpres tanggal 9 Juli 2014 nanti, agar lebih hati-hati dalam memilih pemimpin kita di tahun 2014 ini.
Salam.