Sejak soekarno pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah telah mengadopsi federasi yang dilaksanakan oleh amerika serikat namun bukan berbentuk Negada bagian.Â
Di masa seokarno desentrliasi tersebut sebagai angin segar untuk mengatur kegiatan daerah mereka/suku dan identitas mereka sendiri untuk mengatur selain kamanan  itu diperbolehkan, mereka boleh memiliki aturan tersendiri apalagi mereka yang diberi otonomi khusus seperti jogja , Papua, aceh.
Perbedaan peraturan setiap daerah akan menimbulkan perpecahan, contoh jika seorang non Muslim yang hidup di aceh tidak adil dalam menerapkan peraturan bagi non muslim maka kemungkinan kemarahan non muslim diluar aceh.Â
Contoh lain perampasan hak ulayat  Etnis tertentu yang dirampas oleh pemerintah yang tidak memikirkan perasaan kebangsaan etnis seperti Suku yang mendiami tambang emas di papua yang sekarang termainfestasikan dengan kelompok papua merdeka.
Disinilah sebuah negara yang majemuk akan diuji kesatuan mereka Deng an melihat bagaimana pemerintah pusat dalam melakukan organisir keberagaman yang Ada, jika peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah mediskriminasi kelompok/bangsa tertentu maka akan muncul konflik.Karena sebuah keegoisan kesukuan yang tidak melihat perbedaan di dalam pemerintahan daerahnya.Â
Dan juga pemerintah pusat dalam membuat peraturan bertentangan dengan ideologi atau etnis yang menyebabkan kerugian kepada mereka maka akan ada embrio separatis yang akan terus melawan pemerintahan yang sah jika peraturan itu tidak melihat sosio kultur dan ideologis mereka.
Negara yang diwakili oleh trias politika, yakni esekutif, legislatis dan yudikatif harus membuat kebijakan yang selaras dengan kalimatun sawa (pancasila) biar kemungkinan perpecahan bisa diminimalisir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H