Mohon tunggu...
I.G. Jali
I.G. Jali Mohon Tunggu... Guru - penikmat literasi dan suka nasi goreng

... ngalor ngidul sing penting rukun ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Barokahisme Di Pesantren

23 November 2015   02:56 Diperbarui: 23 November 2015   03:23 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kata Terakhir          

Faham barokahisme telah mengakar di urat-urat nadi tanpa saya mengerti bagaimana ia terbentuk. Bahkan, saya kesulitan mengidentifikasi apa yang sedang saya tulis ini. Awalnya saya ingin menulis tentag kesalahkaprahan istilah ‘pendidikan’ dan ‘pengajaran.’ Tapi, entah mengapa saya kesasar ke persoalan barokah. Hanya saja, tentu ini ada hubungannya. Pendidikan berbeda dengan pengajaran. Educating berbeda dengan teaching. Tarbiyah berbeda dengan taklim. Pendidikan, di mana pun, berlangsung lebih lama dari pada pengajaran. Sebab, bukan hanya transfer ilmu; dan bagi saya, lebih lama berarti lebih payah dan lebih payah berarti lebih perihatin; sedangkan lebih perihatin tidak berarti lebih banyak barokahnya bila tidak dipulangkan kepada Pemilik Barokah. Yakni, Allah Swt. itu sendiri.

Maka, Departemen Pendidikan sebaiknya diganti dengan Departemen Pengajaran saja. Bukankah kerjanya lebih sedikit? Saya kira itu lebih tepat; dan bukankah yang dilakukannya hanya merancang, bikin ijazah, meluluskan, dan menakar anggaran ini dan itu saja? Saya ragu kalau Departemen Pendidikan itu ada barokahnya. Bahkan tidak di pesantren. Bahkan tidak di tangan para kiai. Bahkan tidak di masjid. Bahkan tidak di makam para wali dan ulama. Bahkah tidak di segala tempat yang sakral. Sebab, barokah tidak di sana melain di sini, di dalam sini, yang menjadi reciever signal-signal ‘barokais’ yang dititipkanNya di tempat-tempat itu, yang dapat dicabutNya kapanpun Dia mau.

Krapyak, 25 Februari 2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun