Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Khadafi
Muhammad Irfan Khadafi Mohon Tunggu... -

nama : Muhammad irfan khadafi Sekolah : Sma Smart 01 bogor

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dunia di Bawah Payung

16 Februari 2015   19:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:05 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak usahlah kau tanya, mengapa aku bisa begitu detail mendapatkan berita itu dari seorang yang gila. Apakah kau berprasangka aku adalah orang gila yang lain? Sudahlah, jangan berprasangka. Prasangka dapat membawamu kemana saja, tak peduli jurang maupun neraka. Dengarkan saja, sebab ini adalah amanat amat berharga, agar kau tak terjebak pula karenanya.

Sungguh naas, malam itu, dua orang rekannya tak bisa ikut berkeliling karena sakit dan alasan lain, ada kendurian keluarga. Sendiri ia berpatroli, melihat-lihat kalau-kalau ada sepasang anak manusia yang bersunyi-sunyian dalam kegelapan tepi pantai yang melenakan. Ia menyusuri tepi-tepi pantai yang sudah beraspal menggunakan sepeda. Senter berdaya baterei tergantung di stang sepedanya. Lampu-lampu di kiri-kanan jalan berwarna kuning remang-remang. Beberapa patung buaya, kura-kura dan katak ditanam di taman bermain anak-anak, tak jauh dari bibir pantai. Sebuah panggung besar tampak lengang.

Ia tak tahu waktu itu pukul berapa, ketika Ia melihat beberapa anak kecil bermain-main di tepi pantai.

Mereka buruk. Buruk. Dan mengerikan!” Katanya berulang-ulang kepada saya. “Matanya itu. Giginya. Wajahnya. Percaya tidak, mereka bersinar! Ia menangis dan menekuk kepala ke dalam pangkuannya. Suaranya bergetar. Tubuhnya yang membulat itu bergoyang-goyang ke depan-belakang.

Awan-awan gelap mengawang di atas kepala-kepala mereka. Gelap sekali, seperti tudung hitam yang sangat tebal.” Ketakutannya itu mengalir sampai ke roma saya yang tiba-tiba berdiri. Saya merinding, sebab saya percaya hal-hal seperti itu pasti ada, dan bisa saja menjadi bala.

Kau percaya kan? Percaya kan?” Ia mengguncang-guncang bahu saya.

Kau percaya kan mereka ada?”

Kau percaya kan aku tak mengada-ada?”

Kau percaya kan aku tak gila?”

Begitulah, orang yang dianggap gila kadang tak sadar kalau Ia memang gila.

Ia mencengkram bahu saya kuat-kuat, terasa jari-jarinya menekan otot lengan saya yang tak seberapa liat. Mata besarnya melotot dengan urat-urat yang menyembul merah. Saya percaya, Ia tidak akan melakukan hal-hal buruk kepada saya. Yang paling penting, saya percaya Ia tidak gila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun