Lira mengangguk. "Ini adalah dunia yang tercipta dari pantulan dunia nyata. Di sini, segala sesuatu yang kau lihat di cermin menjadi nyata, tetapi dengan caranya sendiri."
Amara mendengarkan dengan penuh perhatian, meskipun pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan. Ia tidak pernah membayangkan ada dunia lain yang bisa diakses melalui cermin. Tapi sekarang, di sini ia berada, dalam dunia yang penuh dengan keajaiban yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Lira mengajak Amara berjalan menyusuri padang rumput biru, menuju istana besar yang bersinar di kejauhan. Selama perjalanan, Lira menceritakan tentang dunia cermin, bagaimana setiap bayangan yang terlihat di cermin di dunia nyata sebenarnya memiliki kehidupan sendiri di dunia ini. Mereka hidup di sini, terlepas dari pemiliknya di dunia nyata, tetapi mereka tetap terhubung dengan cara yang misterius.
Amara terpesona oleh cerita Lira, tetapi ada sesuatu yang membuatnya gelisah. "Mengapa aku bisa masuk ke dunia ini? Apa yang membuatku berbeda?"
Lira terdiam sejenak, sebelum menjawab dengan nada yang lebih serius. "Tidak banyak yang tahu, tetapi dunia cermin sedang dalam bahaya. Bayangan gelap dari dunia nyata mencoba mengambil alih dunia ini. Mereka adalah manifestasi dari ketakutan, kebencian, dan keserakahan manusia di dunia nyata. Kami membutuhkan bantuanmu, Amara. Kau terpilih untuk masuk ke sini karena hatimu yang murni dan keberanian yang ada di dalam dirimu."
Amara merasa jantungnya berdetak lebih cepat. Ia tidak pernah menganggap dirinya sebagai seseorang yang istimewa, apalagi sebagai pahlawan. Tapi melihat dunia yang begitu indah ini, dan mengetahui bahwa dunia ini sedang dalam bahaya, ia merasa ada sesuatu yang harus ia lakukan. Meskipun rasa takut mulai merayap dalam hatinya, Amara tahu ia tidak bisa meninggalkan dunia ini tanpa melakukan apa-apa.
Ketika mereka mendekati istana, Amara bisa merasakan kehangatan yang berasal dari bangunan besar itu. Istana tersebut terbuat dari kristal yang memantulkan cahaya dengan indah. Setiap sudutnya dipenuhi dengan ukiran dan patung yang menggambarkan makhluk-makhluk ajaib dan pemandangan alam yang menakjubkan. Di depan gerbang istana, mereka disambut oleh penjaga yang mengenakan baju zirah perak, dengan mata yang tajam dan postur yang gagah.
Lira membawa Amara masuk ke dalam istana, menuju aula besar yang dipenuhi dengan pilar-pilar tinggi dan langit-langit yang dihiasi dengan lukisan indah. Di ujung aula, terdapat sebuah takhta besar, dan di sana duduk Ratu Seraphina, pemimpin dunia cermin. Ratu Seraphina memiliki aura yang begitu kuat dan anggun, dengan rambut panjang berwarna perak yang mengalir seperti air terjun, dan mata biru yang memancarkan kebijaksanaan serta kasih sayang.
"Selamat datang, Amara," suara Ratu Seraphina menggema di seluruh aula. "Kami sudah menantikan kedatanganmu."
Amara membungkuk dengan hormat, meskipun ia merasa canggung. "Terima kasih, Yang Mulia. Tapi, aku masih belum mengerti mengapa aku di sini dan bagaimana aku bisa membantu."
Ratu Seraphina tersenyum lembut. "Kau di sini karena hatimu terpanggil oleh dunia ini. Hanya mereka yang memiliki hubungan mendalam dengan dunia cermin yang bisa masuk ke sini. Dan seperti yang sudah Lira katakan, dunia ini dalam bahaya. Bayangan gelap yang terbentuk dari sisi gelap manusia di dunia nyata telah menyusup ke sini, berusaha untuk menguasai dunia cermin. Mereka ingin menghancurkan keseimbangan dan menciptakan kekacauan."