"Di situ bisa lihat pemandangan lebih jelas," jawabku. Namun Miyana memaksaku duduk selang satu kursi di sampingnya. Akhirnya aku duduk di kursi yang ditunjuk oleh Miyana.
"Kamu sibuk banget ya akhir-akhir ini. Susah banget kalau mau ajak kamu jalan. Sudah lama banget kita nggak jalan bareng!" cecar Miyana.
Dalam hati aku berkata, 'Bukannya lo yang super sibuk? Kok malah memutar balik fakta?'
"Hmm.. beda banget ya kamu sekarang. Banyak kegiatannya dan nggak ada waktu lagi buat kumpul-kumpul dengan teman-teman kuliah," katanya lagi.
"Sekarang lagi masa pandemi. Nggak boleh kumpul-kumpul!" jawabku. Aku merasa risih saat Miyana mulai menyindir-nyindir. Kebiasaannya ini tidak berubah. Ia sering menyindir sesuatu yang tidak dia ketahui faktanya seperti apa. Tidak tahu masalahnya apa tapi langsung membuat asumsi sendiri.
"Oh, ya, beberapa waktu lalu ada acara makan bersama teman-teman kuliah. Ya teman-teman kita aja! Kamu tau sendiri, kan, kelompok kita nggak banyak. Tapi kamu nggak ikut. Sayang banget!" ujarnya.
"Acara? Kapan itu? Nggak ada yang memberitahu aku, lho!" kataku.
"Eh? Masa? Waduh, aku pikir semua sudah memberitahu kamu!" jawabnya.Â
"Nggak ada. Tapi biarlah. Toh, ini lagi pandemi. Aku nggak mau ikut acara keramaian," balasku.Â
Lalu aku mulai berpikir yang tidak-tidak. Ini sudah biasa terjadi. Mereka bikin acara sendiri dan nggak mengajakku. Mereka selalu berasumsi aku sibuk, padahal mereka sendiri yang nggak berminat mengajakku. Kalau aku ikut acara bersama mereka, paling-paling aku jadi obat nyamuk.Â
Aku melirik ke arah Miyana. Sekarang dia dan pacarnya sedang sayang-sayangan. Si pacar mengelus-elus kepala si Miyana. Miyana tersenyum tersipu-sipu. Cih! Menyebalkan!Â