Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sebuah Refleksi, Mengapa Saya Menjadi Jurnalis?

3 Mei 2016   02:24 Diperbarui: 3 Mei 2016   19:25 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini sangat menye. Percayalah. Bagi yang tidak suka hal-hal berbau drama, saya sarankan segera tutup laman ini. Serius!

*

Jumat, 29 April 2016

Hari itu pagi-pagi saya berangkat ke kantor pusat salah satu BUMN yakni PT Pos Indonesia. BUMN yang mengurus industri persuratan, namun kini bergeser juga menjadi industri paket.

Saya memang membuat janji wawancara khusus dengan Direktur Utama PT Pos Indonesia (Posindo) ini. Ada sejumlah program yang ditugaskan dari pemerintah pusat kepada PT Pos yang perlu saya konfirmasikan. Buat saya, penting untuk bertemu langsung dengan Bapak Dirut ketimbang melakukan wawancara tanya jawab by phone, banyak hal yang bisa dieksplorasi ketimbang wawancara melalui telepon. Lagipula ini masalah etika, kesopanan, tidak melulu memudahkan masalah dengan kemudahan komunikasi via chat atau telepon.

Ada satu jawaban dari Pak Dirut yang sangat membekas dalam batin saya, Pertanyaan tentang, 'bagaimana bapak dan PT Pos melestarikan tradisi berkorespondensi, berkirim surat, bagi generasi muda saat ini.' Kira-kira, apa relevansinya menulis surat bagi generasi milenia saat ini?

Kira-kira begini jawaban Pak Dirut seperti yang saya tulis dalam berita: 

“Kami juga sedang dalam proses melakukan research melalui lomba menulis sebuah cerita atau deskripsi cerita pendek yang menggali apa relevansi Pos bagi generasi milenial ini, kira-kira Pos ini harus seperti apa agar tetap relevan bagi mereka,” jelasnya (Dirut PT Pos: Gilarsi Wahyu Setijono).

Rencananya lomba tersebut mewajibkan peserta menulis pendapatnya melalui surat. Sekalipun nampak sangat old-style, Gilarsi berharap lomba tersebut nantinya bisa membantu Posindo merumuskan strategi yang lebih baik untuk melayani generasi muda.

“Di Jepang hanya mengalami penurunan bisnis persuratan 3%, sementara di negara lain di seluruh dunia mencapai 10% per tahun. Jepang berhasil mempertahankan hal ini karena budaya menulisnya sangat tinggi, menulis kartu pos juga tinggi. Sementara generasi saat ini di Indonesia cenderung instan,” tutur Gilarsi.

Alumnus Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung ini menyatakan, sebenarnya berkirim surat meninggalkan kenangan yang usianya jauh lebih lama. Dengan kartu pos memori lebih lama tinggal, bisa dibaca berkali-kali dan disimpan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun