Pekan lalu ayah sakit. Sebelumnya ibu yang sakit.
Ayah sakit biasa, asma, tepat saat ulang tahun ibu yang sebelumnya sakit vertigo.Â
Saya bukan mau curhat tentang penyakit ayah dan ibu. Saya mau bercerita tentang ayah saya, salah satu orang dari generasi baby boomers.
Apa itu Generasi Baby Boomers? Apa itu Generasi X? Apa itu Generasi Y?
Berikut ini adalah ciri-ciri dari generasi baby boomers, X, dan Y. Berikut lampiran yang saya dapatkan dari website 4muda.com
1. Generasi Baby Bloomer (Setelah Perang Dunia - 1959)
Generasi yang lahir setelah Perang Dunia II ini memiliki banyak saudara, akibat dari banyaknya pasangan yang berani untuk mempunyai banyak keturunan.
Generasi yang adaptif, mudah menerima dan menyesuaikan diri.
Dianggap sebagai orang lama yang mempunyai pengalaman hidup.
2. Generasi X (1960-1980)
Mampu beradaptasi
Mampu menerima perubahan dengan baik dan disebut sebagai generasi yang tangguh
Memiliki karakter mandiri dan loyal (setia)
Sangat mengutamakan citra, ketenaran, dan uang
Tipe pekerja keras
Kekurangannya selalu menghitung kontribusi yang telah diberikan perusahaan terhadap hasil kerjanya
3. Generasi Y (1980 - 2000)
Karakteristik masing-masing individu berbeda, tergantung dimana ia dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial keluarganya
Pola komunikasinya sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya
Pemakai media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi
Lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonomi, sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya
Memiliki perhatian yang lebih terhadap ‘wealth’ atau kekayaan
Pada setiap tahap kehidupannya akan berbeda. Pada saat muda akan tergantung pada kerja sama kelompok. Pada saat dewasa akan berubah menjadi orang-orang yang akan lebih bersemangat ketika bekerja secara berkelompok terutama di saat-saat kritis. Pada saat paruh baya mereka akan sangat berenergi, berani mengambil keputusan dan kebanyakan mampu menjadi pemimpin yang kuat. Pada saat mereka tua akan menjadi sekelompok orang tua yang mampu memberi kontribusi dan kritikan terhadap masyarakat.
Singkat kata, ayah dan ibu saya adalah generasi baby boomer, sementara saya adalah generasi Y. Kebayang tentu perbedaan antara saya dengan kedua orangtua saya dalam bertindak dan berperilaku.
Ayah saya mungkin sakit karena usinya sudah tua. Tetapi ada cerita unik di balik sakitnya itu.Â
Sebelum sakit, pagi-pagi benar ayah sudah berangkat. Saya bertanya, dia mau pergi kemana di hari libur akhir pekan, karena menurut saya ada baiknya beliau beristirahat saja. Ayah saya berkata, dia harus menghadiri acara pelantikan pengurus baru pada salah satu ormas yang digelutinya.
Saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Saya yang di akhir pekan memutuskan dirumah saja untuk bebenah juga beristirahat (having a me time) tak habis pikir bagaimana melarang ayah saya. Wong, disuruh hidup sehat saja susah, dia keukeuh dengan aktivitasnya yang menurut saya porsinya sudah harus dikurang.
Sebagai generasi baby boomers sejati, ayah saya jelas memiliki banyak saudara, totalnya saja di kampung ayah adalah anak sulung dari 11 bersaudara. Ayah bisa aku deskripsikan sebagai sosok yang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, punya semangat yang kalau dikata orang '45. Semangat yang berorientasi pada pencapaian kesuksesan perjuangan, khususnya perjuangan politis. Pengalaman hidupnya sangat banyak dari mulai jadi badut sampai jadi tukang cuci piring demi sesuap nasi. Buat ayah, kedisiplinan, terutama waktu adalah standar utama meraih kesuksesan. Tak heran jika dia hobi teriak kalau putri-putrinya terlampau lelet dan tidak disiplin.
Ayah pulang dari acara pelantikan pada malam hari, padahal beliau sudah berangkat dari jam 7 pagi. Ayah pulang semakin larut karena terjebak macet di jalan. Aku yang menunggunya pulang saja akhirnya tertidur duluan (generasi Y banget yang pragmatis). Keesokan harinya, ayah pun tak bisa ikut ke gereja karena asmanya kambuh dan ingin istirahat di rumah.
Dalam perjalanan ke gereja, Ibu berkata, ayah saya sakit karena kecapekkan. Itulah yang paling saya tidak paham, mengapa masih ngotot bekerja kalau sudah tak kuat. Lebih parahnya lagi Ibu saya berkomentar begini; "Ayah itu masih kuat, kalau kerja saja dia memang masih mau dan masih bisa, yang saya heran dia masih di usia begitu aktif organisasi."
Wah. Saya pun menepok jidat. Kalau soal ormas-ormas yang ayah geluti, saya tak bisa banyak bicara. Ayah saya sangat kokoh untuk hal itu. Idealisme dan Kedisiplinan berorganisasi harus berbanding lurus. Ibu membeberkan, ayah sangat marah kemarin saat menemui bakaln penerus organisasinya (yang mana itu adalah anak-anak generasi Y).
"Mereka bikin acara jam 12, taunya baru mulai jam 2. Molor dua jam. Ya kamu bayangkan saja, ayah datang dari pagi kan? Alasan dia menurut perhitungan waktu takut kena macet. Sampai di lokasi satu pun panitia tidak ada, belum ada persiapan apa-apa. Kosong melompong. Bapak tunggu berjam-jam sampai jam 12 baru batang hidung mereka muncul," jelas Ibu.
"Hah? Serius? Kok parah sih ngaretnya. Terus ayah marah tidak?" tanya saya was-was. Asma ayah itu lebih rentah kambuh bukan karena capek, tetapi stress atau emosi.
"Iya marahlah. Dia marah banget sama junior-juniornya. Kamu tahu kan, ayah kalau marah nada tinggi banyak ceramah. Bagaimana mau maju sebuah organisasi kalau tidak ada kedisiplinan dari para pelakunya?," Ibu pun merengut. Dia masih melanjutkan komentarnya bahwa banyak sekali ormas zaman sekarang yang dikelola oleh anak-anak generasi Y (sepantaran saya lah) tidak bisa mengelola organisasi, alias manajemen-nya jelek. Jangankan manajemen program, manajemen waktu saja sudah buruk.
"Makanya saya heran ayah kok masih ngotot saja mengurusi mereka. Kebiasaan junior-junior [generasi Y] ini gemar datang ke senior-senior mereka yang malang melintang, ajukan proposal, minta uang segala macam. Ayahmu nanti kasih-kasih saja, giliran ditanya mana hasilnya? Tidak ada. Program tidak ada, tidak jelas orientasinya mau apa. Dipikir junior itu senior mereka kaya-kaya semua kali." Lanjut Ibu saya ngedumel. Sebuah celotehan lumrah Ibu Rumah Tangga, yang biasanya UUD - Ujung Ujung Duit. Maklum, para Ibu adalah eksekutor di lapangan soal manajemen keuangan.Â
Saya memang tidak ikut ormas apapun. Saya memutuskan tidak melanjutkan jejak ayah saya, Saya mengikutinya dengan cara berbeda. Meskipun demikian, perlu dicatat, generasi baby boomer seperti ayah saya sangat wajar jika memanjakan junior-junir baik dari generasi X atau generasi Y. Saya hanya berpikir, generasi baby boomer yang lahir pasca perang dunia dengan angka populasi tinggi membuat anak sulung keluarga dari generasi baby boomer akan cenderung mengalah kepada adik-adiknya. Dengan kata lain mereka 'memanjakan' junior-junior mereka karena mereka sudah lebih dahulu merasakan betapa tidak bersahabatnya dunia.
Akibat dari kemanjaan yang diberikan baby boomer-lah, generasi X dan Y menjadi generasi pragmatis. Sebegai generasi pendahulu sekaligus pendidik, generasi baby boomer mendorong sejumlah revolusi khususnya revolusi teknologi. Alhasil dari generasi X, Y, Z, semakin akrab pada pragmatisme yang ditawarkan ketimbang generasi baby boomer (yang bahkan untuk memegang android saja harus diajari berkali-kali).
Generasi Y seperti saya adalah generasi yang sangat kritis dan cinta pada kebebasan. Transparansi informasi yang ditawarkan social media membuat generasi Y kurang menghargai atau bahkan tidak melanjutkan sejumlah kebiasaan penting dari baby boomers. Menurut generasi Y dan juga mungkin generasi X, tata krama, kepercayaan transenden, konservatif, adalah sekat-sekat yang menghambat ekspresi mereka. Generasi Y tidak akrab dengan ruang privat, karena mereka membaurkan ruang privat mereka dalam ruang publik lewat social media, tidak seperti generasi baby boomer yang sangat menghargai ketenangan, keselarasan, keharmonisan, dan tata krama.
Saya pun merenung sesaat mendengar cerita Ibu saya. Pada kenyataannya, generasi baby boomers sangat memperhatikan generasi Y dan mencoba menyesuaikan diri dengan era saat ini. Sayangnya, apakah generasi Y mengikuti sejumlah prinsip penting dari generasi baby boomers, termasuk soal 'kedisiplinan waktu' dalam bertindak dan berorganisasi?Â
Itu menjadi catatan penting bagi saya sendiri sebagai generasi Y. Jika generasi baby boomers saja mengikuti dan memahfumkan generasi Y, mengapa generasi Y tidak mencoba sedikit berkorban membawa beban warisan pola hidup baby boomers?
Ya, mungkin tulisan yang mengendap cukup lama ini adalah sublimasi dari kekesalan saya pada rekan-rekan sesama generasi Y (dan mungkin juga X) yang sudah membuat ayah saya kesal karena ketidakdisiplinan mereka. Di satu sisi, saya mengacungi jempol kedisiplinan ayah saya, khususnya dalam urusan pekerjaan. Disitulah saya tahu, generasi Y yang terbang tinggi dengan transparansi telah kalah langkah berkilo-kilo dari generasi baby boomers dalam memaknai kedisiplinan hidup dan komtimen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H