Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Seorang Generasi Y dari Generasi Baby Boomers

24 April 2016   01:26 Diperbarui: 24 April 2016   01:44 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Hah? Serius? Kok parah sih ngaretnya. Terus ayah marah tidak?" tanya saya was-was. Asma ayah itu lebih rentah kambuh bukan karena capek, tetapi stress atau emosi.

"Iya marahlah. Dia marah banget sama junior-juniornya. Kamu tahu kan, ayah kalau marah nada tinggi banyak ceramah. Bagaimana mau maju sebuah organisasi kalau tidak ada kedisiplinan dari para pelakunya?," Ibu pun merengut. Dia masih melanjutkan komentarnya bahwa banyak sekali ormas zaman sekarang yang dikelola oleh anak-anak generasi Y (sepantaran saya lah) tidak bisa mengelola organisasi, alias manajemen-nya jelek. Jangankan manajemen program, manajemen waktu saja sudah buruk.

"Makanya saya heran ayah kok masih ngotot saja mengurusi mereka. Kebiasaan junior-junior [generasi Y] ini gemar datang ke senior-senior mereka yang malang melintang, ajukan proposal, minta uang segala macam. Ayahmu nanti kasih-kasih saja, giliran ditanya mana hasilnya? Tidak ada. Program tidak ada, tidak jelas orientasinya mau apa. Dipikir junior itu senior mereka kaya-kaya semua kali." Lanjut Ibu saya ngedumel. Sebuah celotehan lumrah Ibu Rumah Tangga, yang biasanya UUD - Ujung Ujung Duit. Maklum, para Ibu adalah eksekutor di lapangan soal manajemen keuangan. 

Saya memang tidak ikut ormas apapun. Saya memutuskan tidak melanjutkan jejak ayah saya, Saya mengikutinya dengan cara berbeda. Meskipun demikian, perlu dicatat, generasi baby boomer seperti ayah saya sangat wajar jika memanjakan junior-junir baik dari generasi X atau generasi Y. Saya hanya berpikir, generasi baby boomer yang lahir pasca perang dunia dengan angka populasi tinggi membuat anak sulung keluarga dari generasi baby boomer akan cenderung mengalah kepada adik-adiknya. Dengan kata lain mereka 'memanjakan' junior-junior mereka karena mereka sudah lebih dahulu merasakan betapa tidak bersahabatnya dunia.

Akibat dari kemanjaan yang diberikan baby boomer-lah, generasi X dan Y menjadi generasi pragmatis. Sebegai generasi pendahulu sekaligus pendidik, generasi baby boomer mendorong sejumlah revolusi khususnya revolusi teknologi. Alhasil dari generasi X, Y, Z, semakin akrab pada pragmatisme yang ditawarkan ketimbang generasi baby boomer (yang bahkan untuk memegang android saja harus diajari berkali-kali).

Generasi Y seperti saya adalah generasi yang sangat kritis dan cinta pada kebebasan. Transparansi informasi yang ditawarkan social media membuat generasi Y kurang menghargai atau bahkan tidak melanjutkan sejumlah kebiasaan penting dari baby boomers. Menurut generasi Y dan juga mungkin generasi X, tata krama, kepercayaan transenden, konservatif, adalah sekat-sekat yang menghambat ekspresi mereka. Generasi Y tidak akrab dengan ruang privat, karena mereka membaurkan ruang privat mereka dalam ruang publik lewat social media, tidak seperti generasi baby boomer yang sangat menghargai ketenangan, keselarasan, keharmonisan, dan tata krama.

Saya pun merenung sesaat mendengar cerita Ibu saya. Pada kenyataannya, generasi baby boomers sangat memperhatikan generasi Y dan mencoba menyesuaikan diri dengan era saat ini. Sayangnya, apakah generasi Y mengikuti sejumlah prinsip penting dari generasi baby boomers, termasuk soal 'kedisiplinan waktu' dalam bertindak dan berorganisasi? 

Itu menjadi catatan penting bagi saya sendiri sebagai generasi Y. Jika generasi baby boomers saja mengikuti dan memahfumkan generasi Y, mengapa generasi Y tidak mencoba sedikit berkorban membawa beban warisan pola hidup baby boomers?

Ya, mungkin tulisan yang mengendap cukup lama ini adalah sublimasi dari kekesalan saya pada rekan-rekan sesama generasi Y (dan mungkin juga X) yang sudah membuat ayah saya kesal karena ketidakdisiplinan mereka. Di satu sisi, saya mengacungi jempol kedisiplinan ayah saya, khususnya dalam urusan pekerjaan. Disitulah saya tahu, generasi Y yang terbang tinggi dengan transparansi telah kalah langkah berkilo-kilo dari generasi baby boomers dalam memaknai kedisiplinan hidup dan komtimen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun