Mohon tunggu...
Gita Yulia
Gita Yulia Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer | SEO Content Writer

I am a learning person who enjoys sharing reviews about phenomena that occur in the universe. Hopefully what is shared will bring blessings to me and be useful for many people.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Belajar dari Netflix, Fenomena Brilliant Jerks di Dunia Kerja Jadi Racun yang Merusak Harmoni dan Produktivitas Tim

27 Januari 2025   08:03 Diperbarui: 27 Januari 2025   08:08 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar dari Netflix, Fenomena Brilliant Jerks  Merusak Harmoni dan Produktivitas Tim (Freepik/Tirachardz) 

Di dunia kerja modern, tak jarang perusahaan harus menghadapi dilema besar, antara mempertahankan seorang karyawan berbakat yang menuai prestasi, atau melepaskannya demi menjaga budaya kerja. 

Baru-baru ini, Netflix menjadi salah satu perusahaan yang mengambil langkah tegas terhadap dilema ini. Dalam salah satu kebijakan yang terkenal, Netflix secara terang-terangan memecat karyawan yang dianggap brilliant jerk. 

Mantan CEO Netflix, Reed Hastings, mengatakan bahwa perusahaan tidak akan mentolerir individu yang meski berprestasi, tapi merusak budaya kerja dan tim. 

Melansir Forbes, Senin (27/01/2025) Hastings menekankan, "Efek toksik mereka terlalu besar untuk diabaikan," bahkan jika kontribusi mereka secara individu sangat signifikan.  

Langkah Netflix ini menjadi sorotan banyak perusahaan lain, karena meskipun seorang brilliant jerk sering kali menuai prestasi, namun berdampak jangka panjang terhadap harmoni dan produktivitas tim. 

Apa Itu Fenomena Brilliant Jerk?  

Fenomena brilliant jerk mengacu pada individu di tempat kerja yang sangat kompeten atau berbakat, baik secara teknis maupun intelektual, tetapi memiliki sikap buruk yang merusak hubungan interpersonal dan harmoni tim. 

Mereka mungkin diandalkan untuk menyelesaikan proyek-proyek penting, namun perilaku mereka menciptakan lingkungan kerja yang penuh ketegangan.  

Melansir LinkedIn Kim Scott, pada Senin (27/01/2025), Robert Sutton, profesor manajemen di Stanford University, menyebut individu ini sebagai "the assholes in the workplace." 

Dalam bukunya The No Asshole Rule, Sutton menyoroti bahwa fenomena ini sering kali menjadi racun yang perlahan menghancurkan moral tim dan inovasi. 

Ciri-Ciri Brilliant Jerks  

Mengutip berbagai sumber, brilliant jerks diantaranya memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 

1. Mendominasi Diskusi

Brilliant jerks sering merasa ide mereka paling benar, sehingga mereka meremehkan atau mengabaikan kontribusi orang lain.  

2. Bersikap Arogan

Mereka menunjukkan superioritas intelektual dengan cara merendahkan rekan kerja, baik melalui kritik pedas atau perilaku intimidasi.  

3. Fokus pada Prestasi Pribadi

Kesuksesan tim sering kali bukan prioritas mereka, asalkan mereka mendapatkan pengakuan individu dan dianggap lebih menonjol.  

4. Minim Empati

Mereka cenderung kurang memahami dampak dari perilaku buruk mereka terhadap rekan kerja dan tim secara keseluruhan.  

5. Merusak Harmoni Tim

Suasana kerja yang penuh ketegangan, konflik interpersonal, dan rendahnya keterlibatan karyawan sering kali terjadi di lingkungan yang dipengaruhi oleh brilliant jerks. 

Cara Mengatasi Brilliant Jerks  

Lantas, bagaimana cara menghadapinya? Brilliant jerks membutuhkan pendekatan yang tegas dan strategis. Berikut langkah-langkah yang dapat diterapkan berdasarkan penelitian dan pengalaman perusahaan besar. 

1. Terapkan Umpan Balik Jujur dan Langsung

Komunikasikan dengan jelas bagaimana perilaku mereka memengaruhi tim. Seperti yang disarankan Kim Scott, umpan balik yang tidak disertai tindakan hanya akan memperkuat perilaku buruk.  

2. Gunakan Evaluasi Holistik

Melansir Forbes, Terapkan sistem evaluasi berbasis tim, seperti 360-degree feedback, untuk memastikan kolaborasi dan kemampuan interpersonal menjadi indikator utama dalam penilaian kinerja. 

3. Berikan Konsekuensi pada Kompensasi

Hal yang akan cukup ampuh, yaitu jangan memberikan kenaikan gaji atau bonus kepada karyawan yang memperlihatkan perilaku buruk. 

Kim Scott menegaskan bahwa perilaku yang dihargai adalah perilaku yang diminta, sehingga penting untuk menunjukkan bahwa perusahaan tidak mentolerir bullying atau arogansi, seperti halnya yang sering dilakukan individu jenis brilliant jerks 

4. Fasilitasi Pelatihan Interpersonal

Jika individu tersebut bersedia berubah, berikan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan sosial dan kecerdasan emosional mereka. 

Melansir LinkedIn Kim Scott, Atlassian, perusahaan perangkat lunak asal Australia, sukses menerapkan pelatihan ini sebagai bagian dari budaya kerja mereka. 

5. Prioritaskan Budaya Kerja Positif

Perusahaan seperti Netflix dan Atlassian menunjukkan bahwa menciptakan lingkungan kerja yang sehat lebih penting daripada mempertahankan talenta individu yang toksik.  

Dalam dunia kerja, lingkungan yang sehat bukan hanya mendukung kesejahteraan karyawan, tetapi juga meningkatkan produktivitas dan inovasi. 

Menurut survei dari Gallup yang dilansir dari Forbes, 70% variasi dalam keterlibatan karyawan dipengaruhi oleh hubungan dengan rekan kerja dan manajer mereka. 

Dengan mengatasi brilliant jerks, perusahaan dapat memastikan tim yang harmonis, kreatif, dan berorientasi pada keberhasilan bersama.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun