Pernah mendengar kata throning dalam dunia percintaan anak muda Gen Z? Belakangan ini, perkembangan teknologi dan media sosial terus melahirkan berbagai tren atau fenomena, termasuk dalam ranah asmara.Â
Sama halnya dengan fenomena lainnya, meskipun terkesan sekedar seru-seruan, throning menarik untuk dikaji, karena pada dasarnya menggambarkan realitas dan cara berpikir modern dalam memandang sesuatu hal.Â
Setelah trennya budaya hubungan tanpa status, tapi yang menjadi sorotannya bukan perihal 'dosa'nya, melainkan sebuah trauma psikis berupa ketakutan menjalin komitmen yang serius atau bahkan manipulasi rasa dan egoisme semata.Â
Kemudian, muncullah istilah seperti benching, breadcrumbing, gaslighting dan lain-lain, sejumlah istilah ini menggambarkan dinamika hubungan percintaan zaman sekarang yang dinilai semakin kompleks. Â
Adapun, istilah yang menjadi sorotan di kalangan Gen Z yaitu Throning, bahkan dinobatkan sebagai salah satu pencarian terpopuler dalam dunia kencan sepanjang 2024 berdasarkan data dari Google Trends.Â
Lantas, apa sebenarnya makna di balik throning ini, dan apa saja faktor penyebabnya, serta kekurangan dan kelebihannya dalam beberapa aspek? Â
Makna Istilah Throning
Secara harfiah, throne berasal dari Bahasa Inggris yang berarti "takhta", singgasana, tempat duduk raja, kedudukan, pangkat, dan lain sebagainya yang menunjukkan pada makna kekuasaan.Â
Dalam konteks hubungan asmara, throning merupakan fenomena di mana seseorang memilih pasangan berdasarkan nilai strategis yang dapat meningkatkan status sosial, popularitas, atau pengaruh di masyarakat. Â
Tentunya hal ini bukan konsep baru. Namun, berbeda dengan konsep gold digger atau materialistik yang fokus pada keuntungan materi seperti uang dan kekayaan, throning terkesan lebih melibatkan berbagai aspek non-materi.Â