Pernah gak kamu berpikir, kenapa semakin dewasa, pertemanan mengerucut dan mengecil, people come and go, bahkan mungkin kamu di titik "feeling lonely" membutuhkan "someone to talk" karena saking nggak adanya sosok teman yang bertahan saat kamu tumbuh dewasa.Â
Sejumlah penelitian menunjukkan, mengalami kesepian ketika menginjak dewasa dirasakan banyak orang. Bahkan, Survey Meta-Gallup menunjukan bahwa seperempat orang di dunia merasakan kesepian dan mayoritasnya adalah kelompok dewasa muda.Â
Pada akhirnya, alam seolah menyeleksi dengan sendirinya, orang-orang yang kamu temui di sepanjang perjalanan hidup adalah mereka yang pernah kamu kenali pada masanya, guru-guru kehidupan yang memberi kamu banyak pelajaran berharga untuk hidup selanjutnya.Â
Tapi, apa sih penyebab utama dari rasa kesepian yang tiba-tiba hadir ini, apa benar hanya karena sudah masanya? Yuk, bahas 5 faktor utama yang sering kali kita abaikan!
Kamu Kurang Akrab dengan Sang Pencipta
Kesepian nggak selalu soal nggak punya teman, kadang ini sinyal kalau hubunganmu dengan Tuhan juga lagi renggang. Padahal, Tuhan itu selalu dekat.Â
Dalam Islam, Allah bahkan lebih dekat dari urat nadi kita sendiri (Q.S. Qaf: 16). Allah juga selalu membersamai di mana pun kita berada (Q.S. al Hadid: 10). Setiap kali kita mendekat, Allah akan semakin dekat.Â
Seperti terdapat dalam Hadits Qudsi: "Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari." (HR. Bukhari-Muslim).
Sama halnya di agama lain, misalnya dalam Yesaya 46:4, Tuhan berfirman: "Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu."
Berdasarkan hal tersebut, kesepian saat dekat dengan tuhan adalah hal mustahil. Kesepian sering kali terjadi karena kita lupa berhubungan dengan Sang Pencipta. Dalam Islam, ini bisa mulai dari memperbaiki kualitas Ibadah. Utamanya yaitu shalat 5 waktu.Â
Tapi ironisnya, berdasarkan Indonesia Moslem Report 2019, hanya 38,9% Muslim Indonesia yang konsisten shalat. Dapat dibayangkan dari data tersebut, berapa persen lebih kecil orang yang shalat dengan khusu dan merasakan kedekatan dengan Allah.Â
Mungkin inilah salah satu alasan, mengapa banyak orang khususnya orang Islam yang merasa kesepian.Â
Kamu Termasuk Tipe Temen/ Pasangan Nyebelin
Pernah gak kamu bertanya-tanya kenapa beberapa pertemanan yang udah lama terjalin tiba-tiba renggang? Bisa jadi, masalahnya bukan di teman-temanmu, tapi ada sesuatu dalam dirimu yang bikin mereka merasa nggak betah.Â
Tenang, nggak perlu baper! Ini adalah kesempatan buat kamu mengenal diri sendiri dan perbaiki apa yang mungkin bikin orang lain menjauh. Yuk, cek apakah kamu termasuk salah satu dari 7 tipe orang yang kadang bikin sulit berteman lama.Â
1. Si Ego Sentris, Emangnya Dunia Hanya Tentangmu?Â
Pernah nggak punya teman yang selalu cerita tentang dirinya sendiri, seolah dunia cuma berputar di sekitar mereka? Nah, tipe ego sentris kayak gini biasanya nggak sadar bahwa mereka lebih banyak mikirin "apa yang bisa gue dapet" daripada "apa yang bisa gue kasih."
Teman-temannya jadi sering merasa dimanfaatkan dan capek terus-terusan ngertiin. Kalau kamu ngerasa sering cerita panjang lebar soal hidupmu tanpa dengerin cerita teman.
Coba deh, kamu mulai berlatih lebih peduli. Tanyakan kabar mereka duluan, berikan mereka kesempatan yang sama untuk berbagi cerita, mungkin sesederhana itu bisa bikin pertemanan lebih seimbang.
2. Si Tukang Kritik, Serius! Nggak Ada yang Bener di Matamu?
Kadang niatmu baik, ingin temanmu jadi versi terbaik dari dirinya. Tapi kalau yang keluar dari mulutmu cuma kritik terus-menerus, hati-hati, temanmu bisa merasa nggak dihargai. Kritik sih boleh, tapi perhatikan caranya.Â
Kalau setiap obrolan kamu selalu pointing out yang salah, siapa juga yang betah lama-lama? Coba ganti kritikan dengan apresiasi dulu, baru kasih masukan pelan-pelan. Kamu akan lihat perubahan besar dalam hubungan pertemananmu.
Misalnya kayak, kamu selalu mempertanyakan temanmu "kok kamu gitu sih?" setiap kali dia cerita apa pun. lama-lama, dia kayak ngobrol sama dosen pembimbing skripsi, alias semua hal harus serba revisi.Â
3. Si Jutek Misterius, Cool Banget Sampai Susah Ditembus
Di awal, mungkin kamu kelihatan cool, misterius dan cukup bikin penasaran. Tapi, kalau kamu terus-terusan menyimpan semuanya sendiri, lama-lama teman-temanmu bakal bingung gimana caranya lebih dekat. Mereka mungkin merasa cuma jadi tempat curhat, sementara kamu nggak pernah cerita balik.Â
Kalau kamu tipe ini, coba deh lebih terbuka sesekali. Nggak harus cerita panjang, tapi ajak teman-temanmu masuk sedikit ke duniamu. Dengan begitu, pertemanan bisa lebih hangat dan solid.
Misalnya kamu diam kayak batu, diam seribu bahasa. Nggak pernah cerita apa pun, alhasil lama-lama temanmu kehabisan bahan obrolan. Akhirnya, pertemanan kalian memudar karena nggak ada lagi yang bisa dibahas.
4. Si Drama Queen, Semua Masalah Jadi Pangggung Besar
Umumnya tipe drama queen ini ada di dalam setiap grup pertemanan. Apa pun yang terjadi, pasti dibesar-besarkan. Yang bikin lelah adalah mereka sering banget membuat masalah kecil jadi seolah-olah dunia mau runtuh.Â
Kalau kamu tipe ini, cobalah lebih santai. Nggak semua hal perlu jadi panggung besar yang menuntut perhatian. Terkadang, teman-temanmu hanya ingin hangout santai tanpa harus drama-dramaan terus.
Misalnya kamu marah besar cuma karena teman-temanmu bertemu di suatu tempat dan mereka foto bareng. Padahal, mereka nggak sengaja banget. Tapi kamu langsung bikin drama di grup chat dan nggak mau ngomong lagi selama seminggu penuh!
5. Si Overly Attached, "Kok Nggak Balas Chat Gue, Sih?"
Kalau kamu sering merasa kecewa karena teman-temanmu nggak selalu ada buatmu 24/7, bisa jadi kamu termasuk tipe overly attached alias clingy.Â
Mereka juga punya hidup di luar pertemanan, dan penting buat kamu belajar memberi ruang. Kadang, justru dengan memberi jarak, pertemanan bisa bertahan lebih lama dan lebih sehat.Â
Misalnya, kamu menuntut sahabatmu buat selalu ada setiap saat. Sampai-sampai, kalau telat balas chat, kamu langsung ngambek. Nggak heran lama-lama dia mundur teratur, deh.
6. Si Negative Nancy, Segalanya Salah, Segalanya Kelabu
Ini tipe orang yang selalu ngeluh dan nggak pernah lihat sisi positif dari hidup. Awalnya mungkin temanmu sabar mendengar keluhannya, tapi lama-lama energinya juga akan habis.Â
Orang-orang di sekitar tipe ini biasanya akan perlahan-lahan menjauh. Cobalah untuk mulai melihat sisi baik dari hidup dan belajar bersyukur. Energi positif itu menular, lho, dan teman-temanmu pasti lebih betah kalau suasana lebih ceria.
Misalnya, saking udah percayanya sama temen, setiap ketemu, pasti kerjaanmu tidak terlepas dari soal keluhan permasalahan hidup, entah itu tentang pasanganmu, atasanmu, dan semua negatif. Awalnya mungkin temanmu simpati, tapi lama-lama mereka jenuh.Â
7. Si Super Introvert, Diam Aja Sampai Orang Lupa Kamu Ada
Introvert itu nggak salah, tapi kalau kamu terlalu menutup diri, teman-temanmu bisa merasa diabaikan. Nggak pernah balas chat, nggak pernah mau diajak nongkrong, ya lama-lama mereka berpikir kamu nggak peduli.
Cobalah lebih sering menunjukkan sedikit perhatian. Sekedar membalas chat atau ngajak ketemuan sesekali bisa memperkuat hubunganmu dengan teman-teman.
Misalnya, kamu tipe orang yang jarang banget nongol di grup. Kalau kamu nggak tiba-tiba balas, temanmu bahkan nggak sadar kamu masih ada di sana! Lama-lama, obrolan mereka pun jalan terus tanpa kamu, sampai akhirnya kalian benar-benar lost contact.
Intinya, pertemanan itu dua arah, setiap orang pasti punya keunikan dan kekurangannya masing-masing. Penting buat saling memahami satu sama lain.Â
Kalau kamu merasa termasuk salah satu tipe di atas, nggak ada salahnya coba sedikit berubah agar pertemananmu bertahan lama. Ingat, pertemanan yang sehat itu butuh usaha dari kedua belah pihak.
Nggak apa-apa kok kalau kamu merasa cocok dengan salah satu tipe ini, yang penting kamu sadar dan pelan-pelan memperbaiki diri biar pertemanan makin solid!Â
Kamu Broken Home atau Mungkin Fatherless
Kehilangan sosok ayah atau kurangnya kasih sayang dalam keluarga dapat menjadi benih kesepian yang tumbuh subur di masa dewasa. Banyak orang yang tumbuh dalam lingkungan broken home merasakan dampak mendalam dari ketidakhadiran figur ayah, yang sering kali menciptakan rasa kosong dan ketidakpuasan emosional.Â
Tanpa bimbingan dan kasih sayang yang seharusnya diberikan, mereka mungkin menghadapi kesulitan dalam menjalin hubungan yang intim dan bermakna di masa dewasa.Â
Penelitian menunjukkan bahwa individu seperti itu cenderung mengalami tingkat kesepian yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang dibesarkan dalam keluarga utuh, karena kurangnya model perilaku sehat dalam berinteraksi.
Ketika anak-anak ini tumbuh dewasa, mereka sering kali membawa bekal emosional dari masa kecil yang penuh luka. Ketiadaan kasih sayang ini membuat mereka mencari pengakuan dan cinta di tempat lain, baik melalui hubungan romantis yang tidak stabil maupun melalui interaksi sosial yang dangkal.Â
Ironisnya, upaya mereka untuk mengisi kekosongan tersebut justru dapat memperparah perasaan kesepian. Hubungan yang dibangun tanpa fondasi kepercayaan dan dukungan emosional sering kali berakhir dengan kekecewaan, memperkuat keyakinan mereka bahwa cinta dan keintiman adalah hal yang sulit dicapai.
Akhirnya, siklus kesepian ini menjadi lingkaran setan yang sulit diputus. Ketidakmampuan untuk membangun ikatan yang sehat dapat membuat mereka terjebak dalam rasa hampa, merindukan kehadiran dan kasih sayang yang hilang.Â
Kamu Terlalu Bergantung pada Media Sosial
Di era modern ini, media sosial menjadi jembatan penghubung antar manusia yang begitu mudah diakses. Namun, di balik segala manfaatnya, media sosial juga menyimpan bahaya tersembunyi, salah satunya adalah perasaan kesepian yang semakin meningkat.
Ironisnya, meskipun media sosial diciptakan untuk mendekatkan kita, ternyata ia justru sering kali membuat kita merasa semakin terasing.
Penelitian dari American Journal of Preventive Medicine tahun 2017 mengungkapkan bahwa orang yang menghabiskan lebih dari dua jam sehari di media sosial, dua kali lebih mungkin mengalami isolasi sosial dibandingkan dengan mereka yang jarang menggunakannya.
Interaksi di media sosial cenderung dangkal dan kurang memuaskan secara emosional. Meskipun secara teknis kita "terhubung" dengan orang lain, sering kali hubungan tersebut tidak memberikan kedalaman yang dibutuhkan untuk merasa benar-benar dekat dan dipahami.
Di sisi lain, media sosial juga sering memproyeksikan gambaran kehidupan sempurna orang lain. Melalui feed dan stories misalnya, kita disuguhkan pencapaian, liburan, dan momen-momen bahagia yang mungkin hanya merupakan sebagian kecil dari realitas hidup mereka.Â
Ketidakseimbangan ini membuat kita membandingkan diri sendiri dengan apa yang kita lihat. Kita mulai meragukan apakah hidup kita cukup berarti atau seindah yang ditampilkan oleh orang lain di dunia maya.Â
Ini mengarah pada fenomena yang disebut "fear of missing out" (FOMO), di mana kita merasa tertinggal dari orang lain, meskipun kenyataannya kehidupan yang kita lihat di layar hanyalah versi ideal yang dikurasi.Â
Studi dari Computers in Human Behavior tahun 2019 menunjukkan bahwa semakin seseorang merasakan FOMO, semakin besar pula tingkat kecemasan dan kesepiannya.Â
Ini menjadi siklus yang berulang, di mana semakin sering kita menggunakan media sosial untuk mencari validasi, semakin kita merasa tidak terhubung secara emosional dengan dunia nyata.
Kamu Kurang Produktif, Jadi Gampang Merasa Sepi
Saat hidup terasa monoton dan kamu nggak banyak kegiatan, kesepian biasanya datang. Kurang produktif bikin kita nggak punya banyak hal untuk diceritakan atau dibagikan, dan pada akhirnya, bikin kita merasa disconnected dari orang-orang sekitar.
Produktivitas adalah salah satu cara ampuh buat mengatasi ini. Kamu bisa mulai dari hal-hal kecil, seperti ikut kegiatan sosial, ambil kursus baru, atau bahkan belajar hobi baru.
Hal-hal seperti kesepian, insecurity dan lain-lain adalah menyangkut perasaan, Umumnya, hal ini lebih banyak ditemukan pada perempuan, terlebih jika tidak produktif.Â
Menurut studi The Open Anatomy Journal 2010, laki-laki lebih dominan menggunakan sisi kiri otak, sementara perempuan memakai kedua sisi. Hal ini membuat perempuan lebih peka terhadap perasaan, sedangkan laki-laki lebih berfokus pada fakta dan logika.
Oleh karenanya, percaya deh, semakin aktif dan produktif, semakin kamu memperbaki hubungan dengan tuhan, meng-upgrade kualitas diri, dan menjalin interaksi dengan kehidupan nyata.Â
Semakin besar peluang kamu untuk bersyukur, ketemu orang-orang baru yang mungkin bisa jadi teman dalam jangka panjang dan semakin kecil peluang kamu untuk disibukkan dengan perasaan. (*)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H