Mohon tunggu...
Gitanyali Ratitia
Gitanyali Ratitia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik SPA dan Healing Therapy di Jerman

53 yrs old Mom with 3 kids, Fans of Marilyn Monroe, Jazz & Metallica , Bali - Java Wellness & Healing di Jerman, Positive thinker, Survival. Reiki Teacher, Angelic healer, Herbalis. I’m not the girl next door, I’m not a goody goody, but I think I’m human and I original. Life Is beautiful but sometimes A Bitch and someday It F***s You In The Ass but heeey dude! be positive.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan Dokter Spesialis di Jerman: Sebuah Pengalaman Pribadi

21 November 2014   00:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:16 3134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah lulus dari fakultas kedokteran, berbeda dengan di Indonesia, semua peserta pendidikan dokter di Jerman tidak diperbolehkan praktek sebagai dokter umum. Untuk menjadi dokter umum (Hausarzt), lulusan FK di Jerman harus menempuh pendidikan sebagai spesialis kedokteran umum (Facharzt für Allgemein Medizin) atau spesialis penyakit dalam (Facharzt für Innere Medizin).

Seperti negara-negara maju lain PPDS di Jerman adalah sebuah pekerjaan. Istilah untuk dokter yang bekerja dalam rangka PPDS adalah Assistenzarzt.[1]Jadi untuk memulai PPDS di Jerman yang kita butuhkan adalah lowongan kerja sebagai Assistenzarzt di RS di Jerman. Hampir semua RS di Jerman mampu untuk menyelenggarakan program ini, karena sebagian besar RS tersebut adalah RS Jejaring dari Universitätsklinikum (RS Pendidikan sebuah fakultas kedokteran, seperti RSCM-FKUI, RS M.Djalil-FKUnand dsbnya). Program pendidikan dokter spesialis ini berlangsung rata-rata selama 6 tahun. Untuk program penyakit dalam ada dua opsi,yaitu (1) mengambil penyakit dalam selama 6 tahun, kemudian mengambil kekhususan selama 2 tahun atau (2) langsung mengambil pulmonologi, kardiologi,dll selama 6 tahun. Kedua program tersebut sama-sama diakui di Jerman. Namun,ada perbedaan kompetensi saat selesai menempuh program tersebut. Rekan-rekan yang memilihi opsi (1) dapat bekerja dan membuka praktek pribadi sebagaiHausarzt selain kekhususan yang mereka miliki karena memiliki titel Facharzt für Innere Medizin, sementara rekan-rekan yang memilihi opsi (2) hanya boleh berpraktek sesuai kekhususan mereka [misal sebagai spesialis jantung (Kardiologe)].

Karena proses pendidikan spesialis di Jerman adalah sebuah pekerjaan, maka sudah sewajarnya jika kita yang berhasil memperoleh lowongan tersebut mendapatkan gaji. Di beberapa negara bagian bekas Jerman Barat (Nordrhein-Westfallen,Hessen) masih memungkinkan kita melamar sebagai dokter tamu (Gastarzt). Sebagai Gastarzt kita tidak akan mendapatkan gaji, meskipun pendidikan spesialis tetap berjalan. Kita hanya perlu membiayai diri sendiri (akomodasi,tempat tinggal, transport, dsbnya) dan tidak perlu membayar SPP dsbnya.

Setelah minimal 6 tahun kita dapat mendaftarkan diri untuk mengikuti ujian (Facharztprüfung). Jika kita lulus ujianini maka otomatis kita mendapatkan titel Sp/Facharzt. Ujian ini akan diadakan di Uniklinikum di negara bagian tempat kita bekerja saat mendaftarkan diri untuk ujian.

Implikasi dari program seperti ini adalah tidak ada pendidikan terstruktur. Jumlah ilmu yang kita dapat, yang sedikit banyak menentukan kompetensi kita, tergantung dari performa kita selama bekerja dan keinginan kita pribadi.

Persiapan menempuhPPDS di Jerman

Adadua hal mendasar yang diperlukan untuk menempuh pendidikan spesialis di Jerman, yaitu (1) modal bahasa Jerman yang baik dan (2) niat yang sangat kuat untuk menempuh pendidikan spesialis tersebut. Mengapa dua hal ini sangat penting? Karena untuk mendapatkan lowongan pekerjaan sebagai Assistenzarzt, kita harus mencari lowongan pekerjaan, menulis suratl amaran, kemudian kita harus berhubungan dengan berbagai badan pemerintahan di Jerman untuk mengurus berbagai kelengkapan dokumen, dan kita harus membaca semua peraturan mengenai dokumen-dokumen yang harus kita lengkapi. Semua ini tentu saja membutuhkan bahasa Jerman yang lebih dari „Ich heiße …“ atau „Auf Wiedersehen“. Terlebih lagi setelah kita bekerja, kita akan berkomunikasi dengan pasien. Bagaimana mungkin kita bisa membina raport dengan pasien, jika kita tidak menguasai bahasa Jerman dengan baik?

Poin kedua, yaitu niat yang kuat, juga sangat penting, karena mencari lowongan pekerjaan di Jerman bagi lulusan negara ketiga, terlepas dari Ärztemangel (kekurangan dokter), tidak mudah. Bayangkan anda seorang direktur kepegawaian RSCM yang menerima lamaran dari dokter yang berasal dari Timbuktu, tentu Anda akan mempertimbangkan setidaknya dua hal: (1) apakah pelamar mampu berbahasa Indonesia dan dapat dimengerti oleh pasien? Jangan sampai RS ini mendapatkan tuntutan malpraktek akibat komunikasi yang tidak lancar; (2) kompetensi, apakah ia mampu bekerja sebagai dokter yang memenuhi standar RSCM sebagai RS pusat rujukan nasional di Indonesia? Tentu saja sebagai RS ternama di Indonesia, RSCM tidak akan kekurangan dokter umum yang ingin melamar sebagai peserta dokter spesialis. Terlepas dari fakta bahwa pelamar adalah lulusan FK terbaik di Timbuktu, Anda tentu saja tidak punya waktu untuk melakukan background checksecara menyeluruh pada kandidat ini (Anda mungkin juga tidak tahu apakah FK tersebut memang FK terbaik di Timbuktu). Masih banyak lulusan FKUI atau FK PTN ternama di Indonesia lain atau FK Swasta lain yang ingin bekerja di RSCM. Inilah gambaran posisi kita sebagai lulusan dari Indonesia/negara ketiga.

Banyak yang bertanya kepada saya: „Jika ingin PPDS X (program studi) di Jerman, paling bagus di kota apa ya?“ Saya paham, kita semua ingin mendapatkan pendidikan yang terbaik di universitas bergengsi, namun apakah kita sadar akan posisi kita? Jika kita sebagai lulusan negara ketiga ingin mencari pekerjaan di tempat terbaik di Jerman, apakah kita memiliki nilai jual? Inilah yang saya maksud dengan niat. Mencari lowongan pekerjaan sebagai AA (Assistenzarzt) di Jerman sangat sulit, pengalaman saya pribadi menghabiskan dua tahun. Ditambah lagi masa studi minimal 6 tahun. Jika dijumlahkan saya akan menghabiskan waktu 8 tahun. Tapi, yang perlu diingat adalah selama 6 tahun itu kita bekerja, mendapatkan gaji, membangun karir dan dapat membangun rumah tangga. Jadi saran saya adalah bulatkan tekad dan niat,jika memang ingin menempuh PPDS di Jerman. Kita harus siap susah, harus siap mulai dari nol. Peluang kita untuk mendapatkan pekerjaan lebih besar di RS di kota kecil yang bahkan mungkin orang Jerman pun tidak kenal. Dari sana kita dapat membangun karir kita, pindah ke RS yang lebih besar, pindah ke center yang baik. Jadi, terlepas dari kita lulusan terbaik FKUI, kita bukanlah siapa-siapa di Jerman. Jika Anda berhasil mendapatkan lowongan kerja, saran saya, ambil saja tanpa pikir panjang. Anda tidak akan tahu kapan anda mendapat kesempatan itu lagi. Namun, sekali lagi, hidup adalah pilihan, Anda bisa saja kekeuh ingin bekerja di Uniklinik Heidelberg, Charité Berlin, atau di kota besar lain (kabar burung mengatakan bahwa di kalangan orang Jerman sendiri bekerja di Uniklinik tidak lagi menjadi incaran mereka karena beban kerja yang jauh lebih besar dari RS biasa: trias pendidikan-pelayanan-penelitian). Risiko dari pilihan tersebut adalah Anda harus menunggu mungkin tahunan atau bahkan tidak pernah mendapat lowongan sama sekali.

Pengalaman menempuh PPDS di Jerman

Saya akan berbagi pengalaman saya sejak mempersiapkan diri (kursus bahasa) sampai akhirnya tiba di Jerman dan memulai keseharian sebagai Assistenzarzt di Jerman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun