Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Sedikit bicara, banyak menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mulai Sekarang, Jangan Menyia-nyiakan Makanan!

15 November 2023   21:59 Diperbarui: 15 November 2023   22:08 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makanan sisa. Photo by Rachel Claire (pexels.com)

Di suatu akhir pekan, saat saya sedang makan di sebuah restoran, di seberang meja saya ada sepasang muda mudi yang sepertinya sepasang kekasih, sedang merayakan ulang tahun salah satu diantara mereka. Mereka hanya merayakannya berdua saja.

Setelah 'ritual' tiup lilin dan suap-suapan beberapa menu, kemudian mereka melanjutkan makan dengan piring dan sendok garpu mereka masing-masing. Yang membuat saya heran saat itu adalah betapa banyaknya saya melihat menu dan minuman yang mereka pesan saat itu.

Dalam hati saya berpikir, "akankah mereka habiskan semua makanan itu?" Karena menurut saya pribadi porsi menu yang mereka pesan malam itu sungguh diluar nalar untuk hanya makan berdua. Padahal, menurut keluarga dan teman-teman, saya termasuk orang yang makannya cepat dan banyak, lho.

Saya yang jago makan ini pun rasanya tidak akan bisa menghabiskannya dalam semalam. Tetapi yang saya perhatikan, yang sejak tadi memesan dengan banyak varian menu adalah si wanitanya, sedang sang pria mungkin hanya memilih 2-3 varian menu saja (mungkin dalam pikiran si pria kalau dia memesan lagi, budgetnya akan membengkak dan dia tidak sanggup membayarnya, entahlah).

Setelah selesai mereka makan dan saling melemparkan gombalan dan puja puji, mereka kemudian pergi. Seperti dugaan saya tadi, mereka tidak menghabiskan makanan yang sudah mereka pesan. Ada beberapa piring makanan yang bahkan hanya dimakan 1 atau 2 sendok, ada 1 gelas penuh milk shake yang masih cukup penuh, tidak terminum karena menurut si wanita milk shakenya terlalu manis.

Yang jadi pertanyaan, kemana makanan-makanan sisa ini perginya setelah si pembeli tidak menghabiskannya? Saya rasa kita semua sudah pasti tahu jawabannya, pihak restoran pastilah akan membuangnya ke tempat sampah. Tentu, siapa yang mau makan makanan bekas orang lain yang tidak kita kenal, bukan?

Nah, tahukah Anda, makanan-makanan yang tidak habis termakan, tidak dimakan padahal masih layak konsumsi seperti sisa-sisa makanan pelanggan seperti pemuda dan pemudi itu disebut waste food atau bisa disebut sampah makanan dalam bahasa kita sehari-hari. Sebenarnya tidak hanya berlaku untuk makanan sisa restoran, tetapi ke seluruh makanan-makanan yang dibuang, padahal masih layak konsumsi sebelum dibuang.

Faktanya, menurut penelitian yang dilakukan oleh FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian di bawah WHO) dari total keseluruhan makanan-makanan yang ada di dunia ini, 30% diantaranya pasti menjadi waste food dan berakhir di tong sampah, meskipun makanan-makanan ini tadinya masih layak untuk dikonsumsi.

Sebuah fakta yang miris, di saat kita sedang 'memproduksi' waste food, di sisi lain masih ada 735 juta orang yang kelaparan. Bayangkan, 735 juta pada tahun 2022 saat data itu dirilis oleh FAO, itu sama dengan 9 persen dari total populasi dunia pada saat itu.

Maka, jika dilogikakan, sebenarnya dunia ini sedang surplus jumlah makanan layak. Hanya saja kelebihan ini tidak tersebar merata ke seluruh tempat di dunia.

Contoh misalnya di Indonesia, dari data yang dikumpulkan oleh pemerintah, kelaparan tertinggi terjadi di 2 pulau di timur Indonesia, NTT dan Ambon. Tetapi di tempat lain di Indonesia, tidak terjadi kelaparan yang sama seperti di 2 tempat ini. Maka bisa kita asumsikan, kelebihan makanan itu tidak merata dalam 1 negara, hanya terjadi di beberapa tempat, sedangkan di tempat lainnya mungkin masih kekurangan makanan.

Bicara mengenai jumlah produksi waste food di Indonesia, tahukah Anda, tahun 2019 lalu Indonesia menjadi 'juara 2' dalam hal membuang-buang makanan. Kita hanya kalah dari Arab Saudi dan disusul di peringkat ketiga ada Amerika Serikat. (Menurut data The Economist Intelligence, tahun 2019)

Jika menilik data waste food di Indonesia yang dikumpulkan oleh Bappenas, penduduk Indonesia membuang sekitar 115-184 kg makanan sisa per kapita per tahun sejak rentang tahun 2000 samapi dengan 2019.

Masih menurut data Bappenas ini, mayoritas makanan sisa yang dibuang adalah sayuran. Karena kebiasaan buruk ini, diduga Indonesia telah rugi sebesar Rp213 triliun -- Rp551 triliun per tahunnya. Jika uang sebanyak itu dibelikan makanan, konon sanggup memberi makan sekitar 28 juta penduduk kurang mampu yang saat ini sedang kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya akan makanan.

Menurut KLHK, komposisi penghasil sampah makanan, jika dilihat dari tempat ia berasal adalah sebagai berikut: rumah tangga (48%), pasar tradisional (24%), fasilitas publik (19%), kawasan komersial (9%).

Lantas, kenapa isu ini menjadi perhatian dunia? Ya, karena ternyata dibalik kebiasaan yang kita anggap sepele ini, ada dampak yang sangat luar bisa besar yang akan berpengaruh pada 'kesehatan' dunia.

Seperti yang kita ketahui bersama, isu global warming atau pemanasan global masih menjadi isu yang sangat masif digaungkan oleh pemerintah-pemerintah negara-negara besar dan berkembang selama 10 tahun terakhir ini. Karena sekarang saja sudah bisa kita rasakan dampaknya, nah, apalagi 10 atau 15 tahun lagi?

Lalu apa hubungannya global warming dan waste food? Tahukah Anda, jika makanan-makanan sisa yang Anda buang itu lama kelamaan akan semakin banyak dan menumpuk di tempat pembuangan  sampah akhir. Semakin lama, semakin banyak menumpuk, dan akan membusuk di TPA.

Nah, sampah makanan sisa yang menumpuk, lama kelamaan akan membusuk. Makanan sisa yang membusuk menghasilkan gas metana. Gas metana jika menguap ke udara, jika konsentrasinya di udara semakin lama semakin tinggi, akan mengikis atmosfer bumi. Efek dari atmosfir yang menipis ini adalah ya bumi akan menjadi semakin panas, alias pemanasan global.

Belum lagi bahaya ledakan yang bisa ditimbulkan dari penumpukan gas metana hasil pembusukan waste food di antara gunungan sampah, yang mana ledakannya bisa sangat dahsyat, mengingat yang memicu ledakannya adalah gas metana yang notabene mudah sekali terbakar.

Kasus ledakan di TPA akibat dari penumpukan gas metana dari pembusukan sampah yang paling mengerikan pernah terjadi di TPA Leuwigajah, pada 21 Februari tahun 2005, yang menewaskan 157 orang. Tragedi ini disebut-sebut menjadi insiden ledakan di TPA yang paling parah kedua di dunia, setelah tragedi serupa yang pernah terjadi di TPA Payatas, di Filipina pada 10 juli 2000 yang menewaskan lebih dari 200 orang.

Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan untuk mengurangi jumlah makanan-makanan yang terbuang? Kita bisa melakukan pencegahan kebiasaan membuang makanan ini sejak dari awal kita berbelanja bahan makanan. Sebelum membeli bahan makanan yang akan kita simpan dan olah, ada baiknya kita memikirkan matang-matang seberapa banyak bahan yang kita butuhkan untuk memenuhi kebutuhan bulanan, mingguan, atau harian.

Setelah membeli bahan makanan yang kita butuhkan, maka yang bisa kita lakukan selanjutnya dalah menyimpan bahan-bahan makanan itu dengan baik dan benar. Penyimpanan bahan makanan yang baik dan benar akan meminimalisir bahan-bahan makanan yang terbuang karena pembusukan. Semakin sedikit bahan makanan yang busuk, semakin banyak yang akan kita manfaatkan untuk kebutuhan makan, maka akan semakin sedikit pula sampah waste food kita.

Jika pun mungkin Anda adalah tipikal orang yang jarang memasak, Anda masih bisa meminimalisir sampah makanan Anda dengan memperhitungkan kebutuhan makan Anda dan besaran porsiya. Belilah makanan secukupnya, sehingga tidak ada makanan yang terbuang.

Kalaupun ada sisa makanan yang memang tidak lagi bisa Anda makan, ya berikan saja kepada hewan-hewan yang Anda temui di jalanan atau kepada hewan peliharaan Anda, mungkin. Tetapi tentu pastikan makanan itu aman untuk mereka ya, karena makanan hewan dan manusia tentu berbeda.

Atau jika masih layak makan dan belum semua bagian atau sama sekali belum termakan dan belum busuk, berikan saja kepada tetangga, atau penyapu jalanan di sekitaran rumah, atau tukang ojek yang mengantarkan Anda pulang hari ini. Selain tidak nyampah, silaturahmi Anda jadi baik ke sekitar, kan?

Saya tahu, mungkin akan ada beberapa orang yang masih memiliki bantahan atas argumen saya mengenai pengurangan sampah waste food ini. Mungkin Anda akan bilang "kalau bisnis FnB yang memakai resep rahasia bagaimana? Ada lho beberapa usaha  yang tidak mau resepnya diketahui publik, jadi tiap hari mereka buang dan hancurkan makanan-makanan sisa mereka", atau beberapa akan bilang "itu kan duit-duit mereka juga yang buat beli makanan, ngapain kamu ngatur-ngatur" atau mungkin akan ada yang lain lagi akan bilang kalau ide memberikan makanan sisaan ini kepada hewan tadi akan mengotori lingkungan juga pada akhirnya.

Belum lagi anggapan mayoritas orang tentang makanan sisaan yang memang agak negatif saya akui. Tetapi ada lho orang-orang yang masih membutuhkan makanan-makanan seperti ini di luar sana, apapun alasan mereka.

Saya bahkan punya seorang sahabat masa kecil yang pernah mengajak saya keliling kota di suatu malam, untuk meminta makanan-makanan sisa di restoran-restoran di dekat rumah kami, untuk memberi makan anjing-anjing peliharaannya. Jadi anjing-anjing itu makan makanan sisa restoran yang tidak dimakan oleh pelanggannya.

Ya, selalu akan ada perdebatan di balik sebuah argumen. Itu pasti. Tetapi apakah itu akan menghentikan saya menyampaikan argumen-argumen saya? Tentu tidak. Karena bagi saya, lebih baik saya sampaikan argumen saya yang sudah saya 'masak' dengan data dan analisis yang baik tadi menjadi sebuah usulan gagasan yang barangkali dilihat oleh pemangku kepentingan di negeri ini.

Satu hal lagi yang harus kita ingat dan perhitungkan di masa depan. Menurut perkiraan para ahli, pada tahun 2050 nanti, jumlah manusia di bumi ini ada sekitar 9 miliyar orang. Dengan jumlah perut sebanyak itu, kita membutuhkan setidaknya 50% lebih banyak lagi bahan makanan yang harus kita produksi jika ingin memenuhi semua perut manusia di bumi.

Jika kebiasaan membuang-buang makanan tidak kita hentikan dari sejak sekarang, maka menurut hemat saya, sama saja artinya dengan kita sedang menyia-nyiakan kelebihan yang kita punya, yang seharusnya bisa memberi mereka yang lapar, dan malah membiarkan mereka mati kelaparan karena ketidakpedulian kita untuk menatur porsi makan yang tepat untuk perut kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun