Saat itu status saya adalah seorang pegawai baru dan saya adalah pindahan dari tempat kerja asal saya. Saat itu saya merasa kesulitan beradaptasi dan melakukan pekerjaan saya, karena selama training di tempat itu saya merasakan adanya diskriminasi yang amat sangat kuat kepada saya, hanya karena saya berbeda dengan mayoritas suku teman-teman yang ada di sana.
Ohya, bahkan suku ini bukan suku asli daerah itu lho, tetapi karena memang jumlah mereka sangat banyak sekali dan mendominasi di sana, bahkan dibanding suku aslinya, maka mereka melakukan diskriminasi itu kepada saya saat itu.
Lho, kok di kantor pemerintahan masih ada diskriminasi atas nama suku? Bukannya kita sudah tidak boleh begitu lagi? Yaa tetapi memang itu yang saya rasakan nyata pada waktu itu. Saya dibuat hampir menyerah hanya karena mereka tahu saya bukan dari suku mayoritas yang 'menguasai' kantor pada saat itu.
Nah, di saat saya hampir gila karena tertekan dengan lingkungan kerja saya yang buruk saat itu, saya mengenal OB di kantor ini. Ia masih sangat muda saat itu, bahkan lebih muda dari saya. Ia seorang pemuda umur 19 tahunan mungkin saat itu. Sambil bekerja ia menyempatkan waktunya untuk mengambil kuliah di salah satu universitas negeri di kota itu.
Ia mengaku kepada saya sebenarnya keluarganya bukanlah orang yang mampu membiayai dirinya untuk kuliah, lalu ia mencari pekerjaan ke sana kemari. Sampai akhirnya ia berkenalan dengan seorang petinggi di kantor ini.Â
Orang yang dikenalnya itu kemudian menawarinya beasiswa dari kantor untuk membiayai perkuliahannya sambil menjadi OB di kantor yang saat itu masih dalam tahap pembangunan. Akhirnya jadilah dia yang sekarang, bekerja sambil kuliah.
Perkenalan saya dengannya mengajarkan saya untuk lebih banyak bersyukur atas segala yang saya milik dan pekerjaan saya pada waktu itu. Sampai akhirnya saya mengundurkan diri dari pekerjaan itu, dia adalah satu-satunya orang yang mau mengantar dan mengucapkan sampai jumpa lagi kepada saya saat itu.
Saya tahu, ini memang akan terdengar sangat personal bagi siapapun yang membacanya. Tetapi saya yakin, banyak karyawan-karyawan baru yang juga memiliki pengalaman seperti saya saat itu.Â
Seolah menjadi seorang OB itu tidak hanya dituntut untuk rajin dan cekatan dalam masalah kebersihan, tetapi juga cekatan dan tanggap dalam menanggapi keadaan junior-junior seperti saya waktu itu di tempat kerjanya.
Musketeers 3: Ibu Kantin
Sebagai seorang laki-laki dan perantau yang jauh dari rumah, saya sering sekali merindukan Ibu saya. Wanita pertama bagi seorang pria sudah pasti adalah sosok ibu kandungnya sendiri.Â
Saat Anda sedang merantau, pasti akan ada saat di mana Anda rindu kepada rumah masa kecil Anda, rindu pada orang yang melahirkan dan membesarkan Anda, dan juga pasti Anda merindukan masakan buatan beliau, kan?