Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Sedikit bicara, banyak menulis.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

The Three Musketeers di Dunia Kerja

10 November 2023   09:52 Diperbarui: 10 November 2023   20:30 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pahlawan Super.( Foto oleh Kristina Paukshtite/pexels.com)

Ada tiga sosok yang hampir pasti selalu ada di setiap gedung perkantoran, working space, atau pabrik-pabrik yang pekerjaannya bagi beberapa orang sangat amat sepele. Saking sepelenya, tidak banyak orang yang mau menyapa dan menegurnya atau sekedar menanyakan kabar mereka.

Saya menyebut ketiga 'pemangku jabatan' ini sebagai Three Musketeers-nya tempat kerja saya. Mereka adalah bapak-bapak satpam, mas-mas dan mbak-mbak OB, dan yang paling saya hormati, Ibu kantin di kantor.

Ya, bagi saya mereka adalah pahlawan untuk bidangnya masing-masing. Satpam dengan kegagahannya menjaga keamanan dan ketertiban di tempat kerja, mas-mas OB dengan kebersihan dan kesigapannya membuatkan kopi dan teh untuk anak-anak kantor, dan ibu kantin yang selalu siap setiap pagi dan siang hari dengan masakan enak dan murahnya yang tak jarang dibayar dengan kalimat "nge-bon dulu ya bu, nanti saya bayar kalo gajihan.."

Musketeers 1: Satpam

Jika saat ini kita ditanya siapakah yang layak disebut pahlawan di tempat kerja, ya jabatan inilah yang pasti paling diingat orang pertama kali. Dengan melihat jobdesk serta seragam sehari-harinya saja kita pasti sudah tahu jika mereka ini adalah si yang paling bertanggung jawab akan keamanan dan ketertiban di tempat kerja, ya.

Ya, meskipun tidak bisa kita pungkiri kalau ada di luar sana banyak sekali berita-berita mengenai kejahatan yang malah 'diotaki' oleh satpam-satpam ini, tetapi menurut saya beberapa satpam di tempat-tempat lain masih bisa memulihkan atau setidaknya sekedar menjaga wibawa mereka di mata dan persepsi saya.

Mereka adalah orang-orang yang dituntut untuk paling pertama menjadi pihak harus tahu mengenai kemungkinan-kemungkinan dan potensi-potensi bahaya di tempat kerja yang menyangkut keselamatan kerja karyawan-karyawan dan petinggi-petinggi sebuah perusahaan.

Terkadang karena pekerjaannya itu mereka kemudian menjadi sasaran empuk para 'orang iseng' yang ingin berbuat jahat ke tempat mereka bekerja. Masih teringat jelas di pikiran saya saat membaca berita mengenai serangan bom beruntun di GKI Jalan Diponegoro dan beberapa gereja di kota Surabaya tahun 2018 silam.

Berita yang saat itu menjadi sangat amat viral, karena hari itu kota Surabaya diteror dengan beberapa ledakan bom di beberapa gereja. Dan yang paling menghebohkan lagi pelakunya ikut membawa serta anak-anaknya dalam aksi pengeboman itu. 

Dalam kasus itu, di salah satu gereja, seorang satpam terluka sangat parah karena dia berani dan berhadapan dengan sangat amat dekat dengan pelaku pada saat itu. Selain itu beberapa satpam lainnya pun terluka dan sempat menghadang pelaku-pelaku lainnya, meskipun tidak terluka separah satpam di GKI Diponegoro saat itu.

Apa lagi sebutan yang pantas mereka dapatkan saat itu selain pahlawan? Mereka adalah tameng pertama yang harus menerima resiko agar jemaat-jemaat gereja saat itu tetap selamat dan aman dari serangan teroris pagi itu.

Selain itu, merekalah orang yang tetap berjaga siang malam saat kita sedang libur dari aktivitas-aktivitas kantor. Di saat kita libur dan mudik lebaran, natal atau liburan lainnya, mereka tetap bekerja merelakan waktu berkumpul bersama keluarganya terpangkas hanya untuk menjaga tempatnya bekerja.

Salut untuk para satpam di luar sana yang masih dengan sigap dan ramah menjalankan kepercayaan yang ditanggungkan kepada mereka. Kalian pahlawan pertama di tempat kerja, setidaknya bagi saya begitu.

Musketeers 2: Office Boy/Girl

Coba bayangkan, di pagi hari, ketika baru bangun tidur, Anda sudah dihujani dengan deadline-deadline yang banyak dan mendadak, lalu kemudian Anda harus buru-buru lari menuju kantor dan menemukan bahwa ternyata hari ini adalah waktunya Anda untuk piket membersihkan seluruh ruangan kantor, tetapi kemudian atasan menelepon dari ruangannya dan menyuruh Anda segera mengirimkan file yang dia mau, tetapi di sisi lain Anda melihat ruangan lobby kantor berantakan dan di atas meja kerja Anda ada sisa bungkus makanan yang kemarin lupa Ana buang dan berbau busuk. Apa yang akan Anda lakukan?

Well, untungnya sistem piket bersih-bersih seperti itu sudah tidak kita temukan lagi sejak kita bekerja, ya. Tetapi, menurut saya, sistem piket bersih-bersih itu tidak pernah ada di kantor saya lagi ya karena kantor saya memiliki OB yang pekerjaannya memang menjaga kebersihan ruangan kantor.

Kenapa saya bilang kantor saya? 

Ya karena kenyataannya di luar sana ada masih banyak beberapa startup yang saya tahu dengan kantor yang tidak seberapa besar, omzetnya pun masih minim, masih memutuskan menggunakan sistem piket kebersihan seperti di sekolah kita dulu.

Tidak, tidak ada yang bilang kalau kebijakan itu salah. Boleh-boleh saja, kok. Disesuaikan saja, kan, dengan kemampuan perusahaan. Saya hanya menyukuri apa yang sudah diberikan oleh kantor saya kepada saya saat ini. 

Meskipun saya harus buru-buru menuju ke kantor, saya tidak harus membersihkan sendiri meja kerja saya, saya tidak perlu lagi mencium bau-bau sampah busuk yang belum dibuang yang bisa mengganggu konsentrasi saya bekerja.

Terima kasih, semuanya itu berkat OB di kantor saya. Setiap hari mereka sudah harus bangun sangat subuh untuk segera menuju kantor, harus bersahabat dengan satpam agar mereka mau berbaik hati diganggu tidurnya untuk membukakan pintu gerbang. Membuka satu per satu pintu-pintu ruangan dan menyalakan lampu, AC dan membersihkan meja-meja kerja di sana.

Selain menjadi pahlawan kebersihan di kantor, bagi saya OB adalah pahlawan bagi para perantau yang belum memiliki teman di tempat kerjanya. OB biasanya menjadi orang pertama yang menjadi teman baik saya di kantor yang baru. Pernah merasakannya, atau mungkin mendengar pengalaman yang sama dengan teman OB Anda?

Saya memiliki pengalaman dengan seorang OB di tempat saya pernah bekerja dulu. Pengalaman menyenangkan dengan kawan baik saya seorang OB di sebuah kantor pemerintahan di Kalimantan. 

Saat itu status saya adalah seorang pegawai baru dan saya adalah pindahan dari tempat kerja asal saya. Saat itu saya merasa kesulitan beradaptasi dan melakukan pekerjaan saya, karena selama training di tempat itu saya merasakan adanya diskriminasi yang amat sangat kuat kepada saya, hanya karena saya berbeda dengan mayoritas suku teman-teman yang ada di sana.

Ohya, bahkan suku ini bukan suku asli daerah itu lho, tetapi karena memang jumlah mereka sangat banyak sekali dan mendominasi di sana, bahkan dibanding suku aslinya, maka mereka melakukan diskriminasi itu kepada saya saat itu.

Lho, kok di kantor pemerintahan masih ada diskriminasi atas nama suku? Bukannya kita sudah tidak boleh begitu lagi? Yaa tetapi memang itu yang saya rasakan nyata pada waktu itu. Saya dibuat hampir menyerah hanya karena mereka tahu saya bukan dari suku mayoritas yang 'menguasai' kantor pada saat itu.

Nah, di saat saya hampir gila karena tertekan dengan lingkungan kerja saya yang buruk saat itu, saya mengenal OB di kantor ini. Ia masih sangat muda saat itu, bahkan lebih muda dari saya. Ia seorang pemuda umur 19 tahunan mungkin saat itu. Sambil bekerja ia menyempatkan waktunya untuk mengambil kuliah di salah satu universitas negeri di kota itu.

Ia mengaku kepada saya sebenarnya keluarganya bukanlah orang yang mampu membiayai dirinya untuk kuliah, lalu ia mencari pekerjaan ke sana kemari. Sampai akhirnya ia berkenalan dengan seorang petinggi di kantor ini. 

Orang yang dikenalnya itu kemudian menawarinya beasiswa dari kantor untuk membiayai perkuliahannya sambil menjadi OB di kantor yang saat itu masih dalam tahap pembangunan. Akhirnya jadilah dia yang sekarang, bekerja sambil kuliah.

Perkenalan saya dengannya mengajarkan saya untuk lebih banyak bersyukur atas segala yang saya milik dan pekerjaan saya pada waktu itu. Sampai akhirnya saya mengundurkan diri dari pekerjaan itu, dia adalah satu-satunya orang yang mau mengantar dan mengucapkan sampai jumpa lagi kepada saya saat itu.

Saya tahu, ini memang akan terdengar sangat personal bagi siapapun yang membacanya. Tetapi saya yakin, banyak karyawan-karyawan baru yang juga memiliki pengalaman seperti saya saat itu. 

Seolah menjadi seorang OB itu tidak hanya dituntut untuk rajin dan cekatan dalam masalah kebersihan, tetapi juga cekatan dan tanggap dalam menanggapi keadaan junior-junior seperti saya waktu itu di tempat kerjanya.

Musketeers 3: Ibu Kantin

Sebagai seorang laki-laki dan perantau yang jauh dari rumah, saya sering sekali merindukan Ibu saya. Wanita pertama bagi seorang pria sudah pasti adalah sosok ibu kandungnya sendiri. 

Saat Anda sedang merantau, pasti akan ada saat di mana Anda rindu kepada rumah masa kecil Anda, rindu pada orang yang melahirkan dan membesarkan Anda, dan juga pasti Anda merindukan masakan buatan beliau, kan?

Nah, di titik inilah ibu kantin menjadi pahlawan saya. Di saat saya sedang sibuk-sibuknya di tempat kerja, kemudian datang 'serangan' homesick tiba-tiba, hanya masakan ibu kantin lah yang bisa sedikit meredakan rasa kangen saya terhadap kampung halaman dan wanita pengatur rumah tangga di dalamnya, yang saya biasa panggil juga dengan sebutan 'Ibu.'

Lucunya, galaknya, sabarnya, semua 'spek' ibu-ibu rumahan bisa kita dapatkan dari sosok ibu kantin yang saya rasa bisa meredakan sedikit kerinduan pada seorang sosok ibu kandung bagi saya.

Ibu kantin bagi saya adalah seorang ibu-ibu yang mampu memberikan kenyamanan dan keramahan ala ibu-ibu di kampung halaman, dengan masakan-masakan sederhananya, kesabaran dan kebaikannya saat akhir bulan di-kasbon oleh karyawan-karyawan tempatnya berjualan makanan.

Selain itu kehadiran ibu kantin biasanya juga mampu mencairkan sedikit suasana hati yang sedang tegang dan penuh emosi. Dengan masakan sederhana dan suasana akrab khas rumahannya, ibu kantin menurut saya adalah orang yang berjasa dalam hal memberi makan untuk karyawan-karyawan yang sedang lapar-laparnya karena energinya ditekan habis oleh atasannya di tempat kerjanya.

Tanpa ibu kantin yang menyediakan makanan murah dan enak itu, mungkin kita tidak akan bisa membayangkan betapa kacaunya pekerjaan kita pada hari itu. Seperti halnya sebuah kendaraan yang membutuhkan bensin untuk bisa bergerak, karyawan pun butuh ibu kantin untuk mengisi tenaga agar bisa mikir lagi dan memenuhi ekspektasi atasan-atasan kita.

Kalau tidak ada ibu kantin, mungkin kita akan 'dipaksa' lari ke makanan-makanan fast food yang proporsi harga dan porsi yang didapatnya tidak masuk akal itu. Makanan-makanan fast food seperti itu kurang cocok dijadikan makanan harian jika melihat isi kantong-kantong karyawan pejuang UMR seperti saya.

Belum lagi biasnya resto-resto fast food ini biasanya jaraknya jauh dari tempat-tempat kerja. Saya harus panas-panasan, naik kendaraan, belum lagi kalau macet datang. Sungguh jauh dari kesan efektif dan efisien. Mungkin makanan akan cepat datang, tetapi kitalah yang tidak bisa cepat kembali ke kantor karena adanya hal-hal yang mengganggu tadi.

Bandingkan dengan warung ibu kantin yang mungkin jaraknya hanya beberapa langkah dari kantor. Ada juga yang bahkan kantinnya masih berada di dalam satu area dengan kantor. Atau bahkan ada juga yang tinggal duduk di mejanya, tinggal sms, makanan datang. Sangat memudahkan bukan?

Karena semua kemudahan, keramahan dan kenyamannya yang ditawarkan ditengah hactic-nya dunia kerja itulah saya menobatkan gelar pahlawan kepada ibu-ibu kantin ini.

Inti dari semuanya ini adalah saya ingin mengajak kita semua untuk lebih menghargai mereka, pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa, yang juga ada di sekitar kita tanpa bermaksud merendahkan pekerjaan mereka sedikit pun.

Saya berteman baik dengan orang-orang seperti ini, dan dari mereka saya belajar dan menyadari, bahwa ternyata selama ini saya masih sering kurang bersyukur, terlalu haus akan penghargaan dan saya seharusnya malu karena pun saya sendiri masih sering mengabaikan orang-orang seperti mereka, entah karena kesengajaan atau tidak.

Maaf dan terima kasih. Jasa dan kebaikan kalian sangat amat berarti juga bagi kemajuan tempat kalian berkerja. Di manapun kalian berada saat ini, saya masih tetap menjunjung tinggi hormat dan terima kasih saya kepada kalian.

Selamat hari pahlawan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun