Mohon tunggu...
Gita Fauziah
Gita Fauziah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

stay safe semua!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendekatan Humanisme sebagai Pelerai Konflik Papua

24 Mei 2022   18:44 Diperbarui: 17 Juli 2023   19:00 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahasiswa di asrama tersebut dikepung oleh lebih tepatnya dipersekusi, dimaki dengan ucapan rasisme dan diancam oleh oknum TNI, aparat kepolisian, Satpol PP, dan ormas reaksioner selama lebih dari 24 jam. Mahasiswa yang berjumlah 43 orang itupun merasa sesak karena lemparan gas air mata, 

hingga pada akhirnya mahasiswa tersebut tetap digelandang di Polrestabes untuk penyelidikan lebih lanjut. Itu adalah contoh kasus yang tersuarakan dengan baik dan menjadi perhatian seluruh masyarakat berkaat perangkat jurnalistik yang bekerja dengan baik, tetapi masih sangat banyak pandangan rasis lainnya yang tidak terlihat oleh mata dan terdengar oleh telinga kita.

Perbedaan ras di Indonesia memang tidak terelakkan, terutama masyarakat Papua dengan masyaraat Indonesia lain di bagian barat. Hal tersebut membentuk sejarah panjang tercatatnya Papua menjadi wilayah Indonesia. 

Firdausi (2019) menjelaskan bahwa Papua akan menjadi bom waktu di masa yang akan datang karena eksistensi Papua tidak lepas dari terselenggaranya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949 yang menghasilkan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia. 

Walaupun hasilnya nampak memberi keuntungan bagi Indonesia, namun proses yang menyertainya tidak selalu lancar.

Belanda ingin memberikan kemerdekaan sendiri pada Papua saat itu karena perbedaan ras antara Papua dengan wilayah jajahan Hindia Belanda yang lain, sementara Indonesia bersikukuh untuk seluruh wilayah bekas jajahan Hindia Belanda diserahkan. 

Pembentukan negara berdasarkan ras memang lumrah pada saat itu karena identik dengan kesamaan bangsa dan keturunan. Oleh karena itu dengan alasan homogenitas, Belanda ingin memerdekakan Papua menjadi negara sendiri.

Beberapa tokoh bangsa yang terlibat dalam penentuan wilayah Indonesia pada awal kemerdekaan pun terdikotomi menjadi pro dan kontra. Sitompul (2019) menjabarkan pendiri bangsa yang terlibat dalam sidang BPUPKI 10-11 Juli 1945.

 Mohammad Yamin berpendapat bahwa Indoesia harus meliputi wilayah bekas Hindia Belanda, Borneo Utara, Malaya, Timor Portugis, hingga Papua. 

Menurutnya secara historis, politik, dan geopolitik wiayah-wilayah tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Soekarno mengutip kitab Negarakertagama yang dibuat Mpu Prapanca dan setuju bahwa Indonesia sama dengan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang melebar hingga ke pulau Papua. Menurut Soekarno, wilayah Indonesia yang terbentang dari Sumatera hingga Papua adalah karunia Tuhan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun