Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Para Firaun Digital

18 Januari 2023   12:00 Diperbarui: 18 Januari 2023   12:03 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nuansa Firaun adalah mengenai tirani kuasa, kontrol, dan ketakutan. Saking ketat dan intensifnya sistem Firaun, sampai menganggap dirinya sebagai tuhan. Narasi ketuhanan Firaun diwariskan lintas generasi. Monumen, berhala dan tempat suci memuja Firaun pun dibangun untuk menjadi pengingat. Menjadi 'kafir' dari para Firaun akan ada labelisasi, sanksi sosial, sampai persekusi.

Para Firaun seperti Ramesses III, Amenhotep III, Xerxes I, dst adalah raja-raja kuno Mesir yang diagungkan. Raja yang diwariskan secara garis keturunan. Sehingga kuasa dan pengaruhnya terjaga dan tabu jika dipertanyakan. Dalam mas jayanya, kemakmuran dan kebahagiaan didapatkan rakyat. Sudah barang tentu kelaparan, perang, dan ketakutan adalah sisi yang tak lepas dari kuasa dinasti.

Firaun dan raja-raja di jaman kuno sepertinya hampir serupa. Mereka ingin berkuasa dan memiliki kontrol di daerahnya. Era merkantilisme dan kolonisasi pun tak jauh berbeda. Di dunia modern, dimana kita tinggal saat ini, tetap ada negara dan golongan elit yang ingin memiliki kuasa dan kontrol lebih dari negara atau kelompok lain.

Di era dunia digital seperti saat ini, secara metaforis Firaun juga muncul dalam bentuk sruveilans digital. Kuasa dan kontrol mungkin tidak sefrontal era kolonisasi atau monarki. Cara yang lebih subtil dan terencana dengan teknologi surveilans. Teknologi surveilans ala Firaun  digital ini pun memiliki setidaknya tiga model.

Pertama, surveilans untuk kapitalisasi. Data pribadi yang berupa kontak telepon, jejak pencarian situs, sampai lokasi dari HP kita. Data-data ini adalah the new gold bagi korporasi teknologi besar. Data yang secara konsentual dibagikan ke perusahaan teknologi besar tawaran menarik para pengiklan.

Produk barang dan jasa yang hadir di situs dan aplikasi yang kita jumpai tidak muncul secara random. Perusahaan telah mengawasi, mengkalkulasi, dan mensegmentasi paparan iklan. Dari perilaku, lokasi, audio, dan cookies, menjadi indikasi iklan yang tepat dimunculkan untuk seseorang. 

Kedua, surveilans untuk agenda politik. Surveilans model seperti ini tentu membutuhkan infrastruktur dan SDM memadai. Beberapa organisasi juga ada yang menawarkan keduanya. Surveilans berbasis agenda politik bisa dilakukan oleh partai politik, instansi publik, militer, sampai pemerintahan. Walaupun untuk skala dan tujuan politiknya berbeda-beda.

Dengan begitu besarnya pengguna internet dan medsos, surveilans agenda politik adalah komunikasi publik yang masif. Aktivitasnya surveilans macam ini bermacam-macam. Mulai dari nimbrung bandwagon trending dan isu tertentu. Sampai dengan mendistribusi tagar dan isu spesifik untuk meng-kounter, mengaburkan, dan menyesatkan publik.

Ketiga, surveilans hybrid. Hybrid berarti menggabungkan kapitalisasi dan agenda politik. Keduanya mungkin dilakukan jika infrastruktur, SDM, dan kebijakan memadai dan bervisi ke depan. Dengan kata lain, model ini membutuhkan uang, tenaga, riset, dan SDM yang begitu masif dan konsisten.

Surveilans hybrid memanfaatkan data yang dihimpun komersial untuk agenda politik tertentu. Walaupun aktivitas ini melanggar hak atas data pribadi dan privasi. Namun dibalik layar data pribadi pengguna situs atau aplikasi bisa saja disalahguna. Hal ini juga terjadi jika pemerintah sudah berkongsi dengan vendor teknologi besar. Hal ini sering dilakukan atas nama kedaulatan dan keamanan negara.

Firaun digital pun bisa berwajah korporasi teknologi besar, organisasi besar, dan pemerintah. Mereka berebut mencari kuasa dan kontrol atas data pengguna internet dan medsos. Data yang bisa dikapitalisasi, dimodifikasi, dan dipolitisasi demi uang, kuasa, dan kontrol. 

Para Firaun digital pun saling mengatur dan membatasi satu sama lain. Korporasi teknologi besar diatur dengan ketat dengan regulasi perlindungan data pribadi. Organisasi besar dan pemerintah juga dibatasi akses, jenis data, sampai kemampuan mengolah Big Data yang dihimpun di dunia digital. 

Korporasi teknologi besar kalah di hadapan para pembuat regulasi. Organisasi besar dan pemerintah tidak sanggup menyaingi infrastruktur dan akses Big Data korporasi teknologi. Tapi berbeda dengan penerapan model surveilans hybrid. Regulasi justru dibuat bersama korporasi teknologi besar. 

Kadang sebegitu kuat dan hebat kuasa dan kontrol pembuat regulasi atas sebuah perusahaan teknologi besar. Pemerintahan yang berbekal surveilans hybrid ini menjadi Firaun yang hampir sempurna. Mereka mampu membungkam, memodifikasi narasi, sampai mempersekusi para pembangkang sampai ke dunia nyata.

Siapa dan seperti apa Firaun digital itu? Anda sendiri yang menentukan dan merasakannya.

Salam,

Wonogiri, 18 Januari 2023

12:00 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun