Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Kreativitas Subversif Itu Bernama Hoaks

26 Oktober 2018   10:50 Diperbarui: 26 Oktober 2018   11:38 1607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, membangun caption dengan konteks kekinian. Selain foto yang diedit, caption/tulisan menjadi 'kompor' provokasi. Karena editan baju dan topi berkalimat Tauhid saja kadang tidak cukup 'greget'.

Caption dalam foto editan diatas secara tidak langsung 'menjaring' publik secara umum. Terutama umat Islam untuk bisa tersadar dan bergerak mendukung kubu yang pro umat mayoritas. Dan insinuasi pada satu kubu pun terbaca. Mungkin karena salah satu kubu begitu giat pada isu-isu agama seperti ini.

Dark Web - ilustrasi: pcmag.com
Dark Web - ilustrasi: pcmag.com
Keempat, mendistribusi secara sistematis guna menguasai linimasa. Mungkin saja, peran bot dalam distribusi di sosmed penting untuk foto edit ini. Dan dengan kerja sistematis, bot bisa saja seolah berinteraksi pada foto ini. Dan akun asli pun ikut nimbrung karena gugahan emosi sesaat.

Guna menghindar jerat hukum pada oknum/kelompok pengunggah. Sistematisasi dan hirarki distribusi diperlukan. Jika foto editan bohong ini terbongkar. Posting pun akan di-delete post lalu akun pun ditutup. Pun dengan beberapa lapisan proxy, pengunggah akan cukup sulit untuk dilacak. 

Sehingga, membuat berita bohong dengan editan foto tidak semudah yang dibayangkan. Pun mungkin bukan satu/dua orang yang memfabrikasi foto ini dengan isu aktual.

Belum lagi berita bohong dengan bentuk narasi/video. Jika perekayasa tidak luas dan beragam cakupan sumber ilmu dan informasi. Akan mustahil tercipta narasi yang begitu persuasif kebohongannya.

Karena narasi hoaks akan mencampur aduk fakta, data, dan argumentasi. Belum lagi menambahkan sisi sensasionalis dalam cerita yang diposting di sosmed.

Jika seni mural/grafitti masih banyak pro-kontranya. Akan tetap ada oknum yang mengkomersialisasi seni ini. Dan mungkin hal inilah yang nampak pada fabrikasi berita bohong. 

Yang pro tentu mereka yang memiliki kepentingan politis/ekonomi. Sedang merek yang kontra adalah orang waras dan berpijak pada fakta.

Salam,

Solo, 26 Oktober 2018

11:06 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun