Lalu ia mengecek beberapa nama pasien di ruang jaga perawat yang kini ditinggalkan. Karena shift malam sudah berakhir, suster dan perawat jaga mungkin sedang pergi atau malah sudah pulang. Dan ia temukan nama Mariam disana.
‘Mariam Suryani’ W. membaca nama lengkap Mariam dan tercenung.
‘Kenapa nama belakang Mariam sama denganku?’ Mariam berfikir. Namun ia anggap itu hanya kebetulan belaka. Yang ia tahu kini ia harus segera menghabisi Mariam.
W. sengaja mondar-mandir di depan sekitar kamar Mariam sebelum masuk. Dan memang disana ada dua polisi. Namun tidak membawa senjata lengkap. Jadi W. beranikan diri masuk. Guna menyamarkan wajahnya, W. menggunakan masker.
“Selamat pagi pak polisi!” W, berusaha ramah kepada para polisi penjaga kamar Mariam. Dan memang seharusnya seorang suster ramah kepada siapapun. Walau itu bukan sifat W.
“Selamat pagi suster.” Kedua polisi bersama menjawab.
“Saya mau cek keadaan Nona Mariam sebentar.”
“Ya, silahkan suster.”
W. segera beranjak masuk dan menyaksikan Mariam tertidur. Namun mata Mariam bergerak kesana kemari saat terpejam. Ia sedang bermimpi sesuatu.
Tangan kanan yang diamputasi Abah sudah diperban sedemikian rupa. Masih ada darah merembes yang Nampak di perbannya. Mariam baru saja menjalani operasi lagi untuk memperbaiki jahitan di tangannya. Perutnya pun kini penuh dengan perban. Abah pun yang melakukan bedah mamah pada Mariam. Segala makanan yang Mariam makan sudah Abah keluarkan kembali dengan menyayat dan membedol ususnya.
‘Menyedihkan!’ fikir W. Ia pun mengeluarkan suntikan yang sudah ia campur dengan racun. Ia akan segera suntikkan ke dalam selang infus Mariam.