Johan sudah bersandar lemah. Nafasnya sudah berada diujung hidung. Matanya hanya bisa membuka dan menutup lemah. Tidak sadarkan diri, Johan sekarat. Dalam luka dan sakitnya, ribuan lalat terus menutupi tubuhnya yang tidak bergerak sama sekali. Beberapa lalat bahkan masuk ke dalam mulut dan hidungynya. Mati rasa, Johan hanya bisa melenguh serupa sapi.
Lenguhan Johan bahkan nyaris tidak bisa didengar Mariam. Begitu lemah, begitu sekarat Johan dalam kesakitan. Begitu membangkai Johan dalam kepedihan.Â
'Anakku…anakku…Ema istriku…Maafkan ayah' Johan sadar dalam sekaratnya. Hatinya menangis sedih saat ribuan wajah anak-anak cerianya melintasi fikirnya yang semakin gelap.
'Maafkan ayah, kaka Fitra. Maafkan ayah, ade Linda. Maafkan aku istriku. Sudah banyak kebusukan yang ayah sembunyikan untuk kalian.Inilah balasannya. Ayah tahu. Ayah minta maaf…' beriring pula rintihan lemah, Johan mati dengan ribuan lalat mendekap jasadnya. Bukan orang-orang tercinta yang membekapnya. Malah kebusukannya sendiri.
 "Johan? Johan?? Kau mati atau masih hidup? Johan!" sekuat suaranya Mariam memanggil Johan.
Ribuan lalat mengiringi Johan dengan kebusukannya ke kematian. Walau sisi manusia Johan masih bisa meminta maaf atas perilakunya, namun semua terlambat.
 * * *
 "Target H sudah terlihat bu W.? Segera disergap?" Nik berkata perlahan di HP-nya.
"Tunggu instruksi Nik. Jangan tergesa dan ceroboh! Masih ada pegawainya di belakang." ucap W. tegas.
Target H atau Hendra adalah pejabat pemerintah terkemuka di kota. Sepak terjangnya sebagai pejabat guna membantu dan membangun rumah sakit kota tidak bisa dipungkiri. Walau usahanya lebih banyak korupsi sana-sini. Mungkin isi rumahnya Hendra lebih mewah dari rumah sakit kota.
"Bergerak sekarang Nik!" perintah W. di telepon.