“Tidak usah pak Jo. Selama belum mengancam, saya akan baik-baik saja. Sudah malam pak Jo, saya harus segera kembali pulang. Tolong besok pak Jo konfirmasi pak Ha soal laporan tadi.”
“Baik bu.” Johan segera pergi dari ruang Mariam.
Keluar dari kantor, waktu sudah pukul 10 malam. Kantor sudah begitu sepi, apalagi di lantai 5 ini. Mariam segera menuju lokasi parkir mobilnya.
Ada yang mengikutinya. Mariam yakin itu. Ada suara langkah kaki di belakangnya. Ia tidak berani menengok ke belakang. Yang ia tahu ia cepatkan langkah ke mobilnya. Setidaknya di dalam mobil ia akan aman. Fikirnya.
“Buukkk!!” tiba-tiba ada sosok membekapnya. Bukan dari belakang. Tapi dari depan.
Mariam merasakan badannya rubuh dan ditindihnya. Ada sapu tangan menutup hidung dan mulutnya. mariam coba berteriak. Tapi percuma. Ia merasa lemas dan pandangannya mulai kabur.
* * *
She’s a pretty woman, looking for the he-man
She’s gonna throw him anger
Gonna be a heart breaker…
Lantunan lagu Trouble Maker dari Superkid mengisi penuh ruang terang itu. Serupa ruang parkir mobil. Tapi entah mengapa ada peralatan bedah di sana sini. Bau anyir darah menyerbak memenuhi ruangan.
Sembari bernyanyi lagu Trouble Maker lirih sendiri, Abah berdiri di samping tubuh Mariam. Mariam dibaringkan di meja. Sedang darah terus menetes dari meja. Di bawah meja sengaja disiapkan plastik hitam besar. Sepertinya agar darah tidak langsung menetes terkena lantai. Ya, darah Mariam.
Mariam terkulai tak berdaya. Abah sibuk mengiris dan memotong tiap daging yang masih saling menyatu di sikut Mariam. Ia iris pelan layaknya seorang jagal memisahkan kulit kambing dari dagingnya.
Dengan pisau seadanya, memotong sendi menjadi sulit. Abah meanjutkannya dengan memakai gergaji. Bone saw, Abah beli dari took online 2 tahun lalu. Dulu bone saw ini panjang. Karena sering patah saa memotong tulang, ia sambung dengan pegangan gergaji kayu biasa.