Hibah Dapat Ditarik Kembali? Bagaimana Ketentuannya?
Sebuah pemberian atas sebuah harta baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak menjadi salah satu cara yang dilakukan oleh banyak orang dalam memindahkan asetnya kepada orang lain. Namun dalam perjalanannya tidak menutup kemungkinan bagi si pemberi hibah untuk menarik kembali asset hibah yang diberikannya. Namun, sebelum membahas lebih lanjut mengenai penarikan hibah kembali, mari terlebih dahulu membahas mengenai ruang lingkup dari hibah.
Pengertian Hibah
Hibah merupakan suatu pemberian berupa harta yang dilakukan seseorang yang masih hidup kepada orang lain tanpa adanya proses jua beli atau dilakukan secara sukarela. Hibah ini dapat diberikan kepada keluarga sipemberi hibah maupun kepada orang lain berdasarkan ketentuan hukum positif Indonesia. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1666 hibah adalah suatu pemberian oleh seseorang yang masih hidup kepada orang lain secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, atas barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
Jenis Hibah
- Hibah Barang
      Hibah barang merupakan jenis hibah ketika pemberi memberikan barang atau harta yang bernilai manfaat kepada penerima           dengan sukarela.
- Hibah Manfaat
      Hibah manfaat adalah ketika pemberi memberikan harta atau barang kepada pihak penerima, tetapi barang tersebut masih             menjadi miliki si pemberi. Penerima hibah dalam hal ini hanya sebagai pengguna manfaat dari barang yang dihibahkan atau           tidak dapat dijadikan hak milik.
Rukun Hibah
Dalam pelaksanaannya, terdapat empat rukun hibah yang harus dipenuhi sesuai dengan aturan dalam agama Islam, di antaranya:
- Pemberi (Al Wahib)
      Rukun pertama dalam hibah, yaitu pemberi atau Al Wahib. Pihak yang disebut pemberi harus memenuhi beberapa syarat berikut        ini:
- Pemberi merupakan orang yang merdeka atau mampu. Hibah yang dilakukan oleh seorang budak dianggap tidak sah karena dia dan semua miliknya merupakan milik tuannya.
- Pemberi merupakan seorang yang berakal sehat.
- Pemberi sudah dewasa (baligh).
- Pemberi merupakan pemilik sah barang yang dihibahkan. Dalam hal ini, tidak boleh menghibahkan harta orang lain tanpa izin karena si pemberi tidak memiliki hak kepemilikan terhadap barang yang bukan miliknya.
   2. Penerima hibah (Al Mauhub lahu)Sebenarnya tidak ada persyaratan tertentu bagi pihak penerima, hibah bisa diberikan kepada         siapa pun yang dipilih oleh pihak pemberi. Namun, ada pengecualian yaitu apabila hibah terdapat anak di bawah umur atau             orang yang tidak waras akal pikirannya, maka harus diserahkan kepada wali yang sah dari mereka.
- Barang yang dihibahkan (Al Mauhuub)Barang yang dihibahkan pun memiliki beberapa persyaratan yang berkenaan dengan harta yang dihibahkan, yaitu:
- Barangnya jelas ada ketika hendak dihibahkan
- Barang yang dihibahkan sudah diserahterimakan.
- Barang yang dihibahkan adalah milik sang pemberi hibah.
    4. Tanda serah terima (shighat)
      Menurut para ulama fikih, terdapat dua jenis tanda serah terima atau shighat, di antaranya shighat perkataan (lafaz) yang              disebut dengan istilah ijab dan qabul, serta yang kedua yaitu shighat perbuatan, seperti penyerahan barang secara langsung           tanpa adanya ijab qabul.
Untuk memenuhi syarat agar dapat melakukan hibah harus memenuhi 3 syarat sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini:
Syarat Pemberi Hibah
- Pemberi hibah perlu memenuhi persyaratan berikut agar proses pemberian barang yang dihibahkan sah:
- Merdeka atau mampu secara finansial.
- Balig atau sudah dewasa.
- Berakal sehat.
- Merupakan pemilik sah dari barang yang dihibahkan.
Syarat Penerima Hibah
- Penerima hibah perlu dipastikan benar-benar ada waktu serah terima berlangsung. Seperti yang disebutkan pada bagian sebelumnya, penerimaan barang hibah bisa diwakilkan jika penerimanya masih di bawah umur atau gila.
- Syarat Barang yang Dihibahkan
- Hibah dinyatakan sah apabila barang yang dihibahkan memenuhi persyaratan berikut:
- Benar-benar ada;
- Merupakan milik pemberi;
- Bernilai;
- Dapat dimiliki zatnya;
- Tidak terhubung dengan tempat pemberi hibah, seperti tanaman dari rumah pribadi tanpa tanahnya; dan
- Sifat pemberian khusus untuk pihak penerima saja.
Adapun syarat lain yang diatur di dalam KUHPerdata untuk melakukan hibah akan dijelaskan di bawah ini:
Syarat Pemberian Hibah Berdasarkan Ketentuan Hukum Perdata
Hak milik atas barang-barang yang dihibahkan meskipun diterima dengan sah, tidak beralih pada orang yang diberi hibah, sebelum diserahkan dengan cara penyerahan menurut Pasal 612, 613, 616 dan seterusnya. Adapun ketentuan yang terdapat di dalam pasal-pasal yang disebutkan di atas yaitu:
Pasal 612Â
"Penyerahan barang-barang bergerak, kecuali yang tidak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci bangunan tempat barang-barang itu berada. Penyerahan tidak diharuskan, bila barang-barang yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya".
Pasal 613
"Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutangsebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu".
Pasal 616Â
"Penyerahan atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 620".
Pasal 620Â
"Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercanturn dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan salinan otentik yang lengkap dari akta tersebut atau surat keputusan Hakim ke kantor penyimpan hipotek di lingkungan tempat barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan mendaftarkan salinan ini dalam daftar yang telah ditentukan. Bersama dengan itu, orang yang bersangkutan harus menyampaikan juga salinan otentik yang kedua atau petikan dari akta atau keputusan Hakim, agar penyimpan hipotek mencatat di dalamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor daftar yang bersangkutan".
Manfaat Hibah
Hibah adalah sesuatu yang mulia. Manfaat hibah bisa dirasakan oleh pemberi dan penerimanya.
Misalnya, pemberi hibah dalam bentuk tanah akan mendapatkan pahala ketika tanahnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial, seperti pembangunan tempat ibadah, sekolah, dan lainnya.
Adapun penerima hibah dapat merasakan manfaat finansial yang nyata. Barang hibah dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun kepentingan lainnya.
Itulah pembahasan seputar hibah yang merupakan kegiatan serah terima barang secara sukarela berdasarkan hukum Islam.
Pemberian barang hibah merupakan sesuatu yang disunahkan dalam Islam. Barang bernilai bisa memberikan manfaat bagi penerimanya yang membutuhkan.
Pencabutan dan Pembatalan HibahÂ
Namun, permasalahan muncul dikemudian hari setelah hibah diberikan, seseorang yang memberikan hibah merasa apa yang telah dihibahkan ingin menarik kembali hartanya yang telah dikuasai orang lain. Pertanyaannya apakah hal itu dimungkinkan di dalam aturan hukum?Â
Nah, untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penulis akan beracuan terlebih dahulu kepada aturan yang terdapat di dalam Pasal 1666 yang mengatakan bahwa hibah adalah suatu pemberian oleh seseorang yang masih hidup kepada orang lain secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, atas barang bergerak maupun barang tidak bergerak.menurut ketentuan di dalam pasal ini, suatu hibah tidak dapat ditarik kembali. Dari isi pasal tersebut, dapat diartikan bahwa hibah tidak dapat ditarik kembali dengan adanya dasar hukum yang jelas di dalam KUHPerdata.
Namun tidak menutup kemungkinan bahwa hibah yang sudah diberikan kepada orang lain dapat dibatalkan atau ditarik kembali apabila merujuk terhadap Pasal 1688 yang menyatakan:
Suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula dibatalkan, kecuali dalam hal-hal berikut:
- jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh penerima hibah;
- jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah;
- jika penghibah jatuh miskin sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah kepadanya.
Kesimpulan
Suatu hibah dari seseorang tidak dapat dijadikan hak milik selamanya oleh penerima apabila melanggar ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1688 KUHPerdata, meskipun sudah memenuhi semua syarat yang telah ditentukan dalam hukum perdata maupun hukum islam sebagaimana telah dijabarkan di atas, artinya penerima hibah tetap memiliki hubungan hukum yang tidak terputus dan memiliki tanggung jawab terhadap pemberi hibah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H