Untuk menciptakan kebijakan yang efektif, kedua pendekatan ini perlu diintegrasikan dengan baik, karena keberhasilan kebijakan ini tergantung pada kerjasama antara lembaga penegak hukum, pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait lainnya.
Why: Pentingnya Criminal Policy
Pentingnya criminal policy dapat dipahami lebih dalam melalui analisis sebab-akibat dari fenomena kejahatan. Pemahaman ini membantu dalam merumuskan kebijakan yang tidak hanya berfokus pada penanganan kejahatan tetapi juga mencegah terjadinya perilaku kriminal. Menurut Hoefnagels dan teori-teori pendukung lainnya, penyebab kejahatan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Faktor Biologis dan Psikologis
1) Faktor biologis merupakan salah satu pendekatan awal dalam memahami penyebab kejahatan. Salah satu teori yang paling terkenal adalah Criminal Anthropology yang dikembangkan oleh Cesare Lombroso pada abad ke-19. Beliau menyebutkan bahwa, Faktor biologis seperti genetik, neurobiologi, dan hormon, memiliki peran dalam memengaruhi perilaku kriminal.
Oleh karena itu, kebijakan kriminal yang efektif harus mempertimbangkan pendekatan rehabilitatif berbasis kesehatan mental dan neurologis, mengingat pentingnya pemahaman mendalam tentang penyebab perilaku kriminal yang melibatkan faktor biologis. Pendekatan ini dilakukan bertujuan agar tidak hanya untuk menghukum pelaku kejahatan tetapi juga membantu mereka mengelola kondisi yang mungkin mendorong perilaku kriminal. Dengan mengatasi akar penyebab kriminalitas, risiko dan residivisme dapat diminimalkan, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih aman dan stabil.
2) Selain biologis, faktor psikologis memegang peran penting dalam memahami penyebab perilaku kriminal. Teori Psychoanalytic dari Sigmund Freud menjelaskan bahwa konflik internal antara tiga komponen kepribadian id, ego, dan superego dapat mendorong perilaku menyimpang. Dengan memahami kompleksitas psikologis di balik perilaku kriminal, criminal policy dapat dirancang untuk tidak hanya menanggulangi kejahatan tetapi juga memulihkan individu sebagai bagian dari proses keadilan restoratif.
- Faktor Sosiologis
Pendekatan sosiologis menekankan bahwa kejahatan adalah cerminan dari kondisi sosial di mana individu hidup. Sehingga, Teori Sosiogenis menyatakan bahwa perilaku kriminal dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis dan sosial-psikologis, seperti struktur sosial yang tidak sehat, tekanan dari kelompok, peran dan status sosial, serta internalisasi simbol atau nilai yang keliru. Lingkungan yang tidak kondusif, seperti sekolah dengan dukungan yang minim dan pergaulan yang jauh dari nilai moral dan agama, berkontribusi pada terbentuknya perilaku menyimpang.
- Teori penyimpangan budaya (cultural deviance theory)
Teori Penyimpangan Budaya menyoroti peran penting budaya dalam membentuk dan memengaruhi perilaku kriminal. Teori Penyimpangan Budaya menjelaskan bahwa perilaku kriminal sering dianggap normal dalam subkultur tertentu, seperti geng atau kelompok radikal, yang memiliki nilai dan norma berbeda dari masyarakat umum. Subkultur ini terbentuk karena kesenjangan sosial, lemahnya kontrol sosial, dan kurangnya alternatif kegiatan positif.
Kebijakan kriminal yang efektif harus mencakup edukasi nilai, penyediaan kegiatan produktif, keterlibatan komunitas, intervensi terpadu, dan rehabilitasi untuk membantu individu melepaskan diri dari pengaruh subkultur menyimpang. Pendekatan ini bertujuan tidak hanya mencegah kriminalitas, tetapi juga menciptakan masyarakat yang inklusif dan harmonis.
- Teori kontrol sosial.
Teori Kontrol Sosial, yang dirumuskan oleh Travis Hirschi, menyatakan bahwa kejahatan terjadi ketika ikatan sosial individu terhadap keluarga, sekolah, atau komunitas melemah. Ikatan sosial yang kuat berperan sebagai mekanisme pengendalian yang mencegah individu dari perilaku menyimpang. Hirschi mengidentifikasi empat elemen utama kontrol sosial yang mampu menjadi penghalang terhadap terjadinya kriminalitas:
1) Keterikatan (Attachment): Â