Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lintas Alam

14 Januari 2025   21:31 Diperbarui: 14 Januari 2025   21:31 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan gerak cepat, Kara bangkit dari tempat tidurnya menuju kamar mandi sembari membawa infusan lengan kirinya. Demas sebenarnya masih tak mengerti atas sikap tiba-tiba kakaknya ini. Tapi, ia mencoba membiarkan dengan tetap mengawasi di luar pintu kamar mandi.

Di hadapan cermin, Kara membuka baju untuk melihat bagian dada dan punggung. Tanpa diketahui Demas sebelumnya, saat masih sakit di rumah kemarin, ada luka seperti sayatan yang ada di bagian tubuhnya yang lain. Kali ini, luka itu benar-benar hilang tanpa bekas seperti lebam tangannya.

"Ini nggak boleh terjadi. Aku benar-benar akan kehilangan Felix!"

Bersamaan dengan itu, teriakan kencang terdengar langsung oleh Demas. Membuat laki-laki itu membantu kakaknya yang benar-benar menangis tanpa kontrol.

***

Di hari pemakaman Felix, Kara memaksakan hadir dengan pakaian serba hitamnya dan membawa sebuket bunga lili sebagai bentuk persembahan terakhir. Mata bengkaknya ditutup oleh kacamata hitam yang menjadi saksi ketika peti coklat itu perlahan dikubur di dalam tanah.

Di antara puluhan orang yang hadir dalam pemakaman, Kara sudah tidak bisa lagi mengeluarkan air mata. Seluruh energinya kini seakan habis, tergantikan oleh ingatan bersama Felix yang mungkin tak akan diterima oleh akal manusia normal.

Hari pertama ketika ia mendengar bahwa Felix hilang, tentu kaget bukan main. Di malam itu ia mengurung diri di kamar karena masih belum bisa menerima kenyataan. Tangis dan air mata menjadi satu-satunya kawan yang menemani.

"Aku di sini, Kar," kata sebuah suara yang begitu dekat, tapi tak terlihat ada di mana.

Semula Kara takut, tapi ia yakin bahwa itu adalah suara khas Felix yang selalu diingatnya.

"Felix, is that you?" tanya Kara memastikan dengan debar jantung yang terus bekerja di atas batas normal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun