"Telat pulang lagi," kataku tanpa menatap wajah Raina, istriku, ketika ia baru memasuki rumah di jam setengah dua belas malam.
"Kerjaan lagi banyak, Mas. Aku ke kamar dulu mau istirahat."
Malam itu jadi momen ke sekian kalinya bagi pernikahan kami yang belum genap menginjak setahun. Padahal, orang-orang bilang usia pernikahan yang masih muda menjadi puncak kemesraan sepasang suami istri. Sayang saja ternyata itu sama sekali tidak terjadi untuk diri ini.
Dua bulan pertama pernikahanku dengan Raina sebenarnya berjalan cukup baik. Tapi, perlahan-lahan ia semakin melangkah jauh dan menjelma jadi orang asing yang tak kukenal. Tak ada lagi kemesraan, waktu berdua, juga komunikasi intens. Semua benar-benar hambar.
Tentu saja aku tidak bisa membiarkan ini terus terjadi. Aku harus mencari tahu kejanggalan yang sedang terjadi, terlebih jika diajak deep talk pun Raina selalu bilang tak ada masalah serius bagi kehidupan rumah tangga kami.
Sebenarnya ada satu hal yang aku curigai sejak lama. Maka untuk memastikannya, aku menuju gudang di rumah kami ketika Raina benar-benar sudah tidur. Di tumpukan dus berisi barang-barang usang miliknya, aku menemukan sebuah album foto kecil berukuran 4R. Di dalamnya ada foto Raina bersama Gama, mantan pacarnya, mulai dari zaman sekolah, kuliah, hingga wisuda.
Firasat ini begitu kuat karena Raina dan Gama menjalin hubungan hingga 7 tahun lamanya. Aku yakin pasti hanya Gama yang jadi alasan kenapa Raina semakin berubah.
Aku tahu sejak awal hanya sebagai orang baru yang tanpa sengaja bertemu istriku di komunitas pecinta film, lalu menjalin hubungan serius selama tujuh bulan hingga benar-benar yakin membawa hubungan ini ke jenjang pernikahan.
Tapi masalahnya, dua tahun lalu Gama meninggal dunia karena kecelakaan.
***
"Mas Arga?" tanya Raina kaget melihatku yang tiba-tiba datang ke tempat kerjanya di jam enam sore.
"Aku sengaja jemput kamu biar pulangnya nggak usah pakai ojol. Sekalian cari makan gimana?"
"Tapi aku..."
"Ada janji sama orang lain?"
Raina mengangguk tanpa kata yang kutahu jawabannya iya. Aku juga paham bahwa ia tipe orang yang sangat menghargai janji dengan siapapun. Maka aku tersenyum simpul, menawarkan untuk mengantarnya ke tempat orang itu. Dengan begini barangkali aku bisa menemukan jawaban untuk permasalahan rumah tangga yang semakin dingin.
Malam itu di mobil dalam perjalanan menembus pekat malam, kami nyaris tak bicara. Hanya percakapan basa-basi mengenai pekerjaan masing-masing yang jawabannya sudah bisa tertebak. Lalu, Raina mengarahkanku menuju ke taman kota. Aku ingat bahwa taman ini menjadi salah satu latar fotonya bersama Gama ketika masih mengenakan seragam putih abu.
Suasana taman sepi yang diterangi oleh lampu berwarna jingga itu terasa kontras ketika seorang laki-laki dengan kaus dan celana putih berdiri di sana seakan menunggu seseorang.
"Aku mau kenalin kamu sama seseorang, Mas. Itu dia," kata Raina yang membawa langkah kami semakin mendekat dengan orang itu.
Aku sangat kaget ketika mendapati bahwa itu Gama, benar-benar sosok Gama yang jadi masa lalu istriku selama beberapa tahun ke belakang. Rambutnya terbelah dua dengan kumis dan janggut tipis yang kali ini tampak berbeda dari yang kulihat di foto.
"Ini nggak mungkin. Dia siapa, Rai?"
"Dia Gama, Mas. Tapi dari semesta yang lain, bukan semesta kita."
***
Kadang ada hal yang tak bisa diterima oleh logika manusia, termasuk soal semesta lain yang jadi teori banyak orang bahwa masih ada versi kita yang ada di belahan bumi berbeda. Entah mungkin diri kita yang lebih pintar, lebih populer, atau bahkan lebih menderita.
Di sinilah Gama versi lain itu berada. Entah di mana awal mula dan caranya, tapi ia berhasil masuk ke semesta ini melewati sebuah portal tak kasat mata, kemudian bertemu dengan Raina yang sebenarnya sudah meninggal di semesta tempat ia tinggal.
"Dan di semesta sana kalian juga sempat punya hubungan khusus?" tanyaku pelan ketika kami bertiga duduk di bangku taman, mengupas habis soal lintas semesta yang sebenarnya terdengar tak masuk akal untukku.
"Ya, dan aku kaget ternyata di sini justru aku yang sudah meninggal," jawab Gama menundukkan kepala.
"Sejak kapan kalian punya hubungan di belakang aku?" tanyaku sekali lagi.
"Enam bulan lalu, Mas. Kadang aku yang pergi ke semestanya, kadang juga dia yang ke sini seperti sekarang."
Terjawab sudah kecurigaanku selama ini benar bahwa memang Gama yang jadi orang ketiga dalam hubungan rumah tanggaku. Tak peduli versi Gama mana yang hadir dalam hidup Raina, nyatanya bayang laki-laki itu tak bisa sepenuhnya hilang bahkan ketika Raina sudah jadi istri orang.
"Harusnya dulu kamu nggak perlu nerima lamaran aku, Rai. Hati kamu cuma satu, yang nggak bisa diisi sama dua orang."
Aku tahu dia menyesal, tapi di sini juga aku tetap jadi orang pertama yang dikhianati oleh istri sendiri. Dan perselingkuhan tetaplah perselingkuhan apapun alasannya.
"Gama, kamu bilang setelah enam bulan portal itu akan tertutup dan nggak akan pernah bisa kebuka lagi, kan?"
"I-iya. Aku dan Raina kemungkinan besar nggak akan bisa ketemu lagi kecuali salah satunya pindah ke semesta lain."
Maka aku berdiri menatap mereka yang masih duduk, memberi pilihan untuk Raina untuk tetap tinggal bersamaku, atau pergi ke semesta lain agar bisa hidup dengan Gama, laki-laki yang sepertinya tidak akan pernah hilang dari hatinya.
Aku sengaja meninggalkan keduanya di sana untuk menghabiskan waktu sesuai jadwal yang keduanya buat. Biarlah jika nanti Raina memilih pulang bisa menggunakan ojol atau taxi online. Tapi, jika ia tak menginjakkan kaki ke rumah lebih dari tengah malam, maka bisa kupastikan ia telah memilih Gama dan tak akan bisa kembali ke semesta ini.
Jam dua belas kurang lima belas menit. Setidaknya itu waktu yang kuingat ketika melihat jam dinding rumah. Aku sengaja belum tidur, menunggu keajaiban datang untuk istriku tetap tinggal di semesta seharusnya menjadi istri seorang Arga.
Tapi meski jarum jam bersamaan berada di angka dua belas, tidak ada tanda bahwa Raina kembali. Itu artinya dia benar-benar memilih Gama pada semesta lain, bukan untukku yang hanya sebatas orang baru.
Lintas Semesta - Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H