Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Bumi dalam Peluk Saturnus

26 Mei 2024   19:54 Diperbarui: 27 Mei 2024   00:02 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by Unsplash/Pengxiao Xu 

Ada satu kisah yang ingin aku bagikan pada kalian, tapi sebelumnya berjanjilah untuk tetap diam seolah tak terjadi apapun. Anggap saja ini sebagai curahan hati laki-laki berusia 27 tahun yang membutuhkan tempat untuk berbagi cerita.

Ini hanya kisah sederhana tentang dua orang yang tanpa sengaja berjalan jauh pada sebuah hubungan yang lebih dari sekadar teman, kemudian mencapai garis akhir yang tak diharapkan pada awal komitmen.

Panggil aku Bumi, yang kusamarkan karena tak mungkin juga aku memakai nama asli di sini. Dan tokoh utama selanjutnya dalam cerita ini adalah Saturnus, perempuan berambut hitam pendek sebahu. Dia pacarku selama 3 tahun ke belakang, tapi sekarang mau tak mau aku harus menyebutnya mantan.

Baca juga: Cerpen: Donor

Kalian tahu kenapa aku mengubah namanya menjadi Saturnus dan bukan planet lain? Pertama, jarak Bumi dan Saturnus sangatlah jauh layaknya perbedaan dari diri kami. Itu adalah hal paling utama yang menyebabkan hubungan ini kandas.

Awalnya memang baik saja meski kami punya cara pandang berbeda pada hidup. Namun, lama-lama perbedaan itu membuat aku dan Saturnus tak sanggup lagi mempertahankan ikatan ini.

"Jadi guru itu bagus kok, tapi kamu tahu kan gajinya nggak seberapa?" tanya Saturnus waktu itu di rumahku yang mulai memicu perdebatan kami. "Kamu perlu cari pekerjaan yang lebih worth it untuk masa depan."

"Kamu pun tahu kan cita-cita aku dari dulu adalah guru?" tanyaku balik merasa tak nyaman.

"Bumi, nggak selamanya kamu bisa idealis. Be realistic."

"Ini hidup aku, tapi malah kamu yang repot ngatur."

Itu tadi hanyalah sebagian kecil dari perdebatan kami yang semakin sering terjadi ketika bertemu. Mulai dari hal sederhana seperti salah memesan makanan, sampai soal masa depan yang sebenarnya belum terpikir olehku. Betul, pernikahan.

Semua bermula ketika aku dan Saturnus baru pulang menonton bioskop di akhir pekan. Di perjalanan pulang malam itu menggunakan sepeda motor, ia mengajakku mengobrol dengan membahas soal usia kami yang semakin matang dan sudah saatnya untuk membicarakan tahap yang serius.

"Aku masih belum siap, Saturnus. Lagian kenapa harus buru-buru, sih? Kamu nggak perlu FOMO sama teman-temanmu yang udah menikah dan punya anak itu," jawabku yang jelas menolak halus ajakannya.

"Ya terus mau sampai kapan hubungan kita gini-gini aja?" tanya Saturnus menembus dinginnya malam kota.

"Sampai kamu berhenti untuk ngatur kehidupan aku."

"Ngatur apanya, Bumi? Selama ini aku mau yang terbaik untuk kamu. Untuk kita."

"Dengar ya, Saturnus, kalau kamu berpikir bahwa pernikahan adalah jawaban, maka orang tua kamu nggak perlu cerai dan kakak kamu nggak perlu jadi korban KDRT."

Kata-kataku saat itu memang keterlaluan, yang pada akhirnya membuat kami saling diam tanpa kata sampai aku mengantarnya ke rumah.

***

Alasan kedua kenapa aku menamakannya Saturnus adalah karena planet itu memiliki cincin yang menjadi ciri khasnya. Begitu pula dengan Saturnus dalam cerita ini. Ia telah terikat pertunangan yang menjadikan jari manisnya terlingkar cincin berkilau. 

Aku datang ke acara pertunangan itu seorang diri. Bertemu dengannya, memberi selamat juga kepada calon suaminya itu. 

Laki-laki beruntung yang pada akhirnya menggantikan posisi 3 tahunku ternyata Jupiter, yang tentunya nama samaran juga. Ia adalah teman kuliah Saturnus yang memang ku tahu sejak lama memiliki rasa pada perempuan itu. 

Layaknya perbedaan Bumi dan Jupiter, aku dan calon suaminya itu pun punya latar belakang dan sifat yang berbeda. Jupiter punya karir yang menjanjikan di masa depan sebagai branch manager di bank swasta. Sifatnya pun tak begitu keras sepertiku yang sering memicu perdebatan dengan Saturnus.

Jangan salah paham dulu. Tak ada kesedihan saat itu. Aku malah bahagia karena pada akhirnya Saturnus bisa berdiri di sana dengan gaun cantik bersama pria yang benar-benar melengkapi dirinya di masa depan. Bahkan aku semakin bahagia karena bisa menikmati berbagai hidangan ini sepuasnya di tengah kerumunan orang banyak.

Lagi pula apa yang dipertemukan Tuhan bukan berarti harus berakhir bersama bukan?

***

Pernikahan Saturnus dan Jupiter akan diselenggarakan enam bulan sejak pertunangan itu. Dalam jeda waktu tersebut aku sama sekali tak berkabar dengannya. Cukup melihat kegiatannya di sosial media yang terlihat semakin bahagia menjelang momen penting itu. Sementara itu aku masih sendiri, belum menemukan pengganti Saturnus yang sekiranya bisa menemani Bumi berotasi memutar Matahari. 

Lalu sore itu ketika beres mengajar dan masih mengenakan seragam guru berwarna coklat yang ditutup oleh jaket jins, aku sengaja datang ke akuarium raksasa yang terletak di salah satu mal ibu kota. Suasana cukup ramai meski tak sepadat akhir pekan. Rata-rata yang datang bersama pasangan, teman, juga keluarga. Sementara aku cukup sendiri.

Aku menatap ikan-ikan itu berenang tenang di kedalaman air yang bisa kulihat langsung dari kaca transparan ini. Menenangkan juga melihat gerak mereka, seakan bisa menghiburku dari kesibukan mengajar di sekolah.

Langkah seseorang terdengar semakin mendekat hingga kusadari dia ada di sampingku sedang menatap ikan-ikan di akuarium raksasa ini. 

"Kamu memang benar, Bumi, kita sudah semakin jauh dan sulit untuk bersatu," katanya tanpa menatap wajahku.

"Tiga tahun ke belakang ini bukan hal yang sia-sia kok, Saturnus. Aku menikmati semuanya mulai dari yang bahagia hingga momen perpisahan ini. Terima kasih buat semuanya."

"Terima kasih juga, Bumi. Aku yakin kamu akan menemukan seseorang yang lebih mengerti kamu. Ini hanya soal waktu."

Barulah kami saling tatap, disaksikan langsung juga oleh ikan-ikan berukuran besar hingga kecil yang diam-diam mengintip gerak-gerik kami. Saturnus tersenyum duluan, disusul oleh senyumku yang begitu tulus mengakhiri cerita bersamanya.

Ia melingkarkan kedua lengannya untuk menyambutku dalam peluknya. Maka aku mendekatkan diri padanya, kemudian kami saling berpelukan selama beberapa detik.

Oh sial, apakah tadi aku menceritakan soal pelukan bersama Saturnus? Ya, kuakui itu memang terjadi, tapi berbulan-bulan lalu ketika pertama kalinya kami mengakhiri hubungan. Entah kenapa tiba-tiba saja memori itu datang kembali. Mungkin karena tempat ini cukup bersejarah, karena di sinilah pertama kalinya aku mengungkapkan perasaan padanya.

Sudahlah, aku rasa cerita tentangnya sudah selesai. Kini saatnya aku kembali berkeliling akuarium raksasa ini sambil mengambil beberapa gambar dan video yang akan kuunggah di Instagram.

Ya, tentu saja seorang diri. Tanpa Saturnus.

***

Sebagai penutup, aku hanya ingin bilang bahwa perpisahan itu akan selalu ada baik itu untuk kekasih, bahkan pertemanan sekalipun. Perpisahan akan menjadi penutup cerita lama yang kemudian dibuka dengan cerita baru dalam bab pertama bernama pertemuan.

Seperti diriku, contohnya. Meski memakan waktu yang tak sebentar sejak Saturnus menikah dan memiliki anak yang lucu, pada akhirnya aku menemukan orang baru.

Kenalkan, namanya Bulan. Ia akan selalu menemani Bumi melakukan rotasi terhadap Matahari. Selalu ada, juga punya jarak yang dekat tanpa sejauh Saturnus. Dan yang paling penting, Bulan bisa memahamiku sebagaimana aku yang memahaminya.

Bumi dalam Peluk Saturnus - Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun