Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Cerpen Horor | Bloody Unholy

2 September 2023   11:18 Diperbarui: 2 September 2023   14:05 1983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi by pbs.org

Semula belum kurasakan. Tujuh orang perempuan muda, termasuk aku, datang tanpa rasa curiga ke rumah Bu Ambarawati, atau yang lebih akrab kami panggil Madam Ambar. Ia memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah kejiwaan yang dialami pasien-nya. Banyak testimoni di media sosial yang merekomendasikan tempatnya. Mereka yang pernah diobati di sana mengakui bahwa cara pembersihan jiwa yang dilakukan Madam Ambar benar-benar ampuh untuk orang yang sedang kehilangan arah.

Tempat praktiknya ada di kompleks perumahan mewah. Hanya saja di sini tampak sepi, tak seperti perumahan lain yang biasa dipadati oleh warga.

Bersama enam orang lain, kami duduk  melingkar di ruang tamu yang luas. Interior di dalam cukup modern serba putih dengan lukisan Madam Ambar ukuran besar tergantung di dinding.

"Nama aku Rafika, 27 tahun. Calon suamiku selingkuh ketika waktu lamaran sudah ditentukan. Aku dikeluarkan dari tempat kerja secara tak hormat, serta kehilangan anjing peliharanku yang mati ditabrak mobil."

Cerita kenapa aku bisa ada di sini kujelaskan pada Madam dan yang lain. Aku sedikit menahan tangis, sampai perempuan muda sebelahku menenangkan dengan mengelus bagian punggung.

Lalu kejanggalan dimulai. Ketika salah seorang pasien lain bercerita "Lebih baik aku mati", respons Madam benar-benar di luar dugaanku.

Baca juga: Cerpen: Donor

"Maka matilah, temui Tuhan di surga sana."

Malamnya saat waktu istirahat, di mana memang kesepakatan pengobatan ini mengharuskan kami menginap selama 3 hari, perempuan bernama Siska yang tadi ingin mati itu ditemukan tewas tergantung di kamar mandi. Dua orang lainnya yang melihat kejadian itu berteriak. Aku datang dari kamar sebelah dengan yang lain, sama-sama histeris melihat tubuh tak bernyawa itu.

"Peraturan nomor satu. Kalian boleh mati jika tidak ingin lagi hidup di dunia. Tempat ini bukan untuk orang lemah," kata Madam Ambar yang begitu santai namun tegas ketika melihat kami berenam yang panik.

Kejanggalan lain terjadi esok hari di waktu sarapan. Dua orang di antara kami, yang kutahu bernama Kalia dan Sena, mendadak tersedak sebelum makanan benar-benar habis. Keduanya sampai kejang-kejang di lantai hingga akhirnya tak bergerak lagi. Mereka tewas.

"Mereka nggak cocok sama makanan di sini." Hanya itu respons Madam Ambar saat kami menanyakan soal Kalia dan Sena.

Sesi pembersihan diri tahap 2 dimulai. Aku dan tiga orang lain berada di kolam renang yang ada di halaman belakang rumah. Kami sama-sama mengenakan kaos dengan celana pendek warna putih. Berdiri di pinggir kolam yang dalamnya sedada, kemudian membenamkan diri selama beberapa detik. Ke luar air menghirup udara, lalu masuk kembali beberapa detik, seperti itu terus dilakukan berkali-kali.

Regina, perempuan yang di hari pertama menenangkanku, kini dipaksa membenamkan diri oleh Madam tanpa boleh keluar air. Kepalanya di tahan, sampai tubuh itu tak bisa melakukan perlawanan. Lagi-lagi ada korban tewas yang kali ini adalah dirinya.

"Tubuhnya sangat kotor dari aura negatif. Dia tidak akan pernah bersih," jawab Madam saat aku meminta penjelasan.

Dari sana aku semakin sadar untuk segera pergi dari tempat tak waras ini.

***

Di kamar ini yang hanya tersisa aku, Jasmine, dan Yola, kami berdiskusi soal keanehan di sini. Mereka pun merasakan hal sama dan mulai merasa takut.

"Waktu itu aku pernah nggak sengaja menjatuhkan dompet Madam yang disimpan di meja," kata Jasmine bercerita. "Sekilas aku lihat KTP-nya. Kalian tahu, ternyata dia lahir tahun 1946."

Aku dan Yola kemudian saling tatap karena tahu betul bahwa Madam Ambar masih berusia 40-an. Bahkan wajahnya termasuk cantik dan awet muda untuk orang seusianya.

Lalu malamnya ketika aku ke luar kamar untuk mengambil minum, terdengar suara mencurigakan dari lantai dua, yang mana di sanalah letak kamar Madam.

Penasaran dengan apa yang sedang terjadi dan ingin segera menyelesaikan semuanya, aku perlahan menaiki tangga di suasana gelap yang hanya diterangi oleh sinar bulan dari celah jendela. Pintu kamar Madam terbuka, namun bisa kupastikan tak ada siapa-siapa di sana.

Lalu di ujung, yang kutahu adalah kamar mandi, justru terlihat semakin mencurigakan karena jadi satu-satunya ruangan yang bercahaya. Dengan detak jantung yang tak teratur, aku terus mendekat hingga melihat Madam sedang berendam di bathub seorang diri.

Tapi ia berendam dalam cairan darah. Merah, kental, dan bau amis.

"Halo, Rafika. Wanna join?" tanyanya menggoda sembari menjilat jari-jarinya yang berlumuran darah itu.

"Dasar perempuan gila!" kataku refleks berteriak, kemudian berbalik arah untuk lari.

Aku yakin bahwa itu adalah darah milik empat temanku yang sudah mati. Entah apa ritual yang dilakukannya, mungkin itulah yang menyebabkan dia bisa awet muda dan hidup sampai saat ini di usianya yang sebenarnya sudah tua.

Di lantai dasar, aku membuka pintu yang terkunci dan segera membawa langkah kaki keluar dari tempat gila ini. Tapi di luar dugaan, di sini semuanya gelap. Rumah-rumah mewah yang semula kulihat ketika datang justru berbalik jadi rumah terbengkalai yang tak berpenghuni. Hanya rumah Madam saja yang terlihat memiliki kehidupan.

Aku pun tak tahu harus lari ke mana, berusaha fokus meski sambil menahan tangis dan takut.

"Rafika!", Yola datang dari balik pintu dengan tangan dan badan yang berlumuran darah.

"Hati-hati, Fik! Dia jahat!" Kali ini Jasmine yang datang beberapa detik kemudian dengan lumuran darah yang tak kalah banyak, berjalan sedikit pincang, juga membawa pisau.

Situasi ini masih belum sepenuhnya kupahami. Mereka berdua seakan saling tuduh dan mengatakan bahwa salah satunya adalah orang jahat sebagai kaki tangan Madam Ambar.

Karena tak mau mengambil risiko terjebak pada orang jahat, aku nekad masuk kembali ke rumah untuk mencari senjata yang bisa kulakukan melawan semuanya. Tapi Jasmine menyergapku, menggoreskan pisau yang dipegangnya tadi ke pergelangan tangaku hingg terasa sakit dan mulai meneteskan banyak darah.

"Kamu harus ikut aku ke Madam Ambarawati, Rafika," katanya pelan dengan tatapan licik.

Sial, ternyata memang Jasmine lah yang jadi selama ini membantu orang jahat itu,

***

Kini aku di kamar mandi lantai 2 tempat tadi memergoki Madam Ambar. Yola telah dibunuh lima menit lalu tepat di hadapanku. Lehernya digorok, darah segar yang menetes itu langsung diminun Madam dan Rafika bergantian sebagai obat awet muda di tenga usia mereka yang hampir memasuki angka 80.

"Lepaskan! Lepaskan aku!", kataku saat mereka memasukkanku ke bathub berisi darah ini yang bau amis dan sangat kental. Aku dibenamkan di dalamnya hingga seluruh badan ini berubah warna jadi merah secepat itu. 

Aku tersedak oleh darah-darah korban mereka yang selama ini disimpan di sini. Selain amis, rasanya pun aneh. Terkesan busuk dan membuat mual.

"Sebentar lagi kamu akan menyusul mereka," ucap Madam sembari mengarahkan pisau ke leherku.

Saat itu juga, aku merasakan sesuatu yang aneh dalam diri ini. Detak jantung bergerak lebih cepat. Aku nyaris tak sadar dan tiba-tiba bisa melihat kilas balik korban-korban yang selama ini dibunuh di rumah ini. Tidak hanya satu atau dua, bahkan sudah puluhan perempuan muda yang ditipu mereka seakan tempat ini untuk penyucian diri.

Entah kekuatan dari mana, aku tiba-tiba lompat dengan kondisi tubuh yang masih berlumuran darah lengket. Sepertinya aku kerasukan, karena sama sekali tak bisa mengontrol diri meski aku bisa melihat dan ingat momennya.

"Kalian harus... membayar semua ini..." ucapku dengan suara sangat parau.

Sekilas aku melihat cermin. Mataku sepenuhnya jadi hitam, jari-jari tangan ditumbuhi kuku yang sangat panjang dan tajam. Gigi pun sama, ada beberapa taring yang tumbuh seperti drakula.

Aku jadi seperti monster.

Tubuh ini bergerak menyerang Jasmine, menusukkan semua lima jari ini ke tengah dadanya hingga menembus jantung. Perempuan licik itu langsung tak berdaya, memuntahkan darah yang mengenai wajahku.

Sedangkan Ambar, sumber kekacauan ini kabur ketakutan menuruni tangga ke lantai dasar. Aku lompat dari lantai dua tanpa terluka sedikit pun. Ambar ketakutan, namun tak mungkin aku membiarkannya bebas.

"Kamu juga harus mati, Ambar..."

Taring ini jadi senjata utama mengoyak wajah dan lehernya sampai ia berteriak.

Tangan, kaki, badan, semua aku hancurkan. Darah dan dagingnya pun kukonsumsi secara langsung sebagai bentuk pembalasan korban-korban lain.

Ia tewas seketika. Dendam ini lunas.

Tubuh ini terasa pusing, bahkan aku sempat muntah-muntah setelah kejadian berdarah ini selesai. Lalu, pandangan buram sampai sepenuhnya gelap. Aku tertidur di dekat pintu utama ketika ingin keluar dari tempat ini.

Begitu sadar, matahari sudah menampakkan diri meski belum sempurna. Aku mencoba bangkit dengan darah yang mulai mengering di tubuh. Sedikit tertatih, terus melangkah mencari tempat pertolongan.

Sial. Tempat yang seharusnya bisa membersihkan jiwa dari permasalahan hidup, malah berbalik jadi mengotori diri ini dengan menambah beban dan memori kelam.

***

Bloody Unholy - Selesai 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun