Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Donor

8 Juli 2023   16:28 Diperbarui: 12 Juli 2023   00:15 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku butuh bantuan kamu.

Itu kata-kata yang paling teringat oleh Rava saat sahabatnya, Dino, menghubungi mendadak pada tengah malam di akhir pekan. Jika seperti ini, biasanya Dino sedang membutuhkan sesuatu yang tak bisa didapatnya dari orang lain.

Maka seminggu kemudian di kafe pinggir kota tempat mereka biasa nongkrong sejak bangku kuliah, menjadi tempat keduanya bertemu. 

Tak ada yang berubuah kecuali raut wajah Dino yang tegang seperti ketakutan. Mungkin ini faktor seseorang yang sudah menikah, dibebani oleh tanggung jawab yang semakin besar.

Percakapan awal berjalan lewat basa-basi yang sebenarnya terasa canggung. Rava bisa melihat bahwa Dino menyembunyikan sesuatu yang harus segera diketahuinya.

Maka sebelum gelas masing-masing yang terisi kopi dengan varian berbeda itu habis, Rava bertanya langsung ke inti tentang masalah apa yang sedang dialaminya, juga tentang bantuan yang disebutkan tempo hari.

"Tiga tahun pernikahanku dengan Alika belum disambut buah hati," katanya pelan menatap Rava sendu. "Kami berdua sudah berusaha semaksimal mungkin konsultasi ke beberapa dokter dan melakukan beberapa terapi."

"Sebentar..." Rava memotong. "Jangan bilang kalian berdua mau bercerai?" tanya Rava curiga, mengingat dirinya bekerja sebagai pengacara yang biasanya menangani kasus perceraian.

Asumsi itu ditepis Dino saat itu juga. Namun apa yang kemudian dikatakan laki-laki berusia 30 tahun itu membuat Rava benar-benar terkejut hingga pikirannya kosong, tak mampu memberikan respons yang tepat untuk menjawab ya atau tidak.

"Nggak gini caranya, No," jawab Rava tanpa menatap lawan bicara.

"Please, Rav, cuma kamu yang bisa aku percaya saat ini."

***

Rava belum bisa fokus membuat laporan untuk kasus perceraian salah satu kliennya. Di rumah yang juga merangkap sebagai kantor itu, pikirannya lompat ke celah nostalgia 10 tahun lalu saat ia menjalin hubungan spesial bersama Alika di bangku kuliah. Ya, pasangan hidup Dino dulunya adalah kekasih Rava.

Semua berjalan baik bahkan saat Rava dan Alika putus. Tak ada drama, tak ada konflik, meski pada akhirnya mantan kekasihnya itu ternyata berlabuh pada sahabatnya sendiri.

Tapi pertolongan yang dibutuhkan Dino dan Alika di tengah masalah keduanya yang belum dikaruniai anak benar-benar di luar nalar. 

Dino ingin melakukan proses bayi tabung di mana pembuahan tidak dilakukan secara langsung layaknya hubungan suami istri pada umumnya. Ia membutuhkan sperma Rava yang nanti akan dibuahi ke sel telur milik Alika. 

Sebagaimana yang dijelaskan tiga hari lalu bahwa permasalahan terjadi pada sperma Dino yang tak subur, hingga proses terapi, obat, dan lain sebagainya tak membuahkan hasil.

"Donor sperma dari orang asing itu dilarang di sini," kata Rava saat itu yang tahu persis tentang hukum yang mendasarinya.

"Tapi kalau kita buat kesepakatan khusus atas dasar persetujuan kedua belah pihak itu bisa, kan?"

Rava tidak menjawab, memilih menghabiskan minumannya dari ujung sedotan hingga gelasnya benar-benar kosong.

"Aku kenal dengan salah satu dokter yang bisa membantu proses ini. Atau kalau benar-benar tidak bisa dilakukan di Indonesia, aku bersedia ke luar negeri dan membiayai semua kebutuhan kamu di sana," lanjut Dino semangat.

Hari itu Rava tidak bisa langsung memberi jawaban dan meminta waktu untuk memikirkan keputusan apa yang akan diambil. Lalu sekarang saat ia kesulitan memfokuskan diri pada pekerjaan, pesan dari Dino terasa jadi teror yang terus menunggu jawaban.

"Kenapa aku, No? Kamu bisa aja kan dapat donor langsung dari luar negeri dengan bibit yang lebih unggul," kata Rava esok harinya saat Dino berkunjung ke rumahnya

"Aku mau saat anak aku udah besar nanti, dia bisa tahu siapa ayah kandungnya. Dan lagi aku juga tahu semua background kamu dari zaman sekolah. Kamu orang yang tepat, Rav."

Pertemuan singkat yang tak lebih dari tiga puluh menit itu berakhir tanpa hasil apa-apa. Tapi sekadar untuk berjaga, Rava membuat surat persetujuan yang diisi oleh poin-poin penting tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan jika ia memang bersedia menjadi pendonor sperma untuk pembuahan itu.

Tentang siapa nanti yang harus menafkahi, apakah boleh ada pertemuan dengan ayah kandung, jumlah imbalan yang disarankan, dan masih banyak lagi yang lain. Setidaknya di sini ia bersikap profesional meskipun Dino adalah sahabatnya sendiri.

Hari Sabtu nanti aku main ke sana

Itu isi pesan yang dikirim Rava, yang menjadi keputusan akhir tentang apakah ia akan punya keturunan meski belum terikat pernikahan.

***

Ilustrasi by James Nobel Law. (sumber: jamesnoblelaw.com.au)
Ilustrasi by James Nobel Law. (sumber: jamesnoblelaw.com.au)

Lima tahun berlalu sejak perdebatan dalam diri Rava. Kini ia tetap menjalani hidup seperti biasa seakan masa-masa itu tak pernah terjadi. Menjadi pengacara, datang ke persidangan, dan membantu kliennya yang ingin bercerai. Hari ini misalnya, ia menangani kasus KDRT yang melibatkan pejabat daerah setempat.

Setelah dari tempat persidangan, dengan kemeja rapinya, Rava menuju kediaman Dino dan Alika. Halaman rumah sahabatnya yang luas diisi oleh beberapa tanaman hias yang berwarna-warni. 

Dua ekor kucing persia dan seekor anjing corgi menyambutnya di sana seakan tahu meski bukan majikan, tiga hewan itu menganggap Rava sebagai teman.

Sambutan hewan lucu itu disusul oleh langkah anak kecil berusia tiga tahun. Laki-laki, sangat mirip Rava terutama di bagian mata dan model rambut.

"Hai, Junior, anak kesayangan Papa Rava," katanya memeluk anak itu.

Masuk ke rumah, Dino dan Alika yang sudah menyiapkan beberapa camilan dan minuman manis sebagai bentuk perjamuan untuk tamu yang datang.

"Dari tadi Junior  selalu tanya, kapan Papa datang, kok lama sih," kata Alika menirukan suara menggemaskan anak itu.

"Maaf, tadi di persidangan agak kacau, jadi telat sejam dari waktu awal."

Kedatangan Rava menjadi spesial apalagi ia membawa anak kandungnya, Junior, untuk dititipkan pada mereka berdua yang sampai saat ini belum dikaruniai keturunan. 

Jadi ketika Rava sibuk bekerja, yang mana istrinya pun berkarir di bidang yang sama, ia tak akan ragu menitipkan anaknya pada Dino dan Alika. Rumah keduanya menjadi lebih ramai, apalagi Junior sangat suka dengan kucing dan anjing yang dipelihara di sana.

Rava pun tak akan lupa saat dulu ia mampir ke sini lima tahun lalu. Membawa surat perjanjian yang telah dibuat dengan segala pemikiran dan atas dasar hukum, juga membawa seekor anak kucing berusia 4 bulan yang begitu menggemaskan menggunakan keranjang khusus.

"Ini perjanjian yang harus kalian pahami," kata Rava memberikan lembaran kertas pada Dino dan Alika. "Dan satu lagi, aku bawa seekor anak kucing untuk kalian rawat."

Ia sengaja memberikan anak kucing persia itu dengan harap perhatian Dino dan Alika bisa teralihkan pada hewan peliharaan, tak melulu soal anak. 

Jika keduanya bersedia menyetujui semua poin dari perjanjian yang Rava buat, sebulan setelah ini mereka bisa mendapatkan donor sperma milik Rava terlepas dari berhasil atau tidaknya proses itu.

Namun ada beberapa poin yang dianggap oleh Alika keberatan, sehingga keduanya sepakat untuk tidak menyetujui perjanjian itu. 

Dan lagi mereka sadar, dengan kehadiran hewan peliharaan ternyata bisa membuat suasana rumah lebih hangat dan ramai. Bahkan di tahun-tahun berikutnya Dino sengaja mengadopsi seekor kucing dan anjing untuk lebih meramaikan.

"Percaya sama aku, kalau keajaiban Tuhan itu pasti akan terjadi meski bukan dalam bentuk yang kalian inginkan," kata Rava saat Dino menolak perjanjian itu.

Di tengah nostalgia itu, Rava mendapat telepon dari istrinya untuk segera menjemput di lokasi persidangan yang lain. Ia beranjak dari kursi, bersiap membawa Junior kembali pulang ke rumah asalnya.

"Makasih aunty dan uncle udah jaga aku seharian ini," katanya yang sangat menggemaskan.

"Janji ya minggu depan main lagi ke sini?" tanya Alika membentuk jari kelingkingnya terikat dengan kelingking Junior.

Dua minggu kemudian, keajaiban yang dibilang Rava 5 tahun lalu itu benar terjadi. Alika hamil setelah sempat telat datang bulan. 

Dino menyambutnya dengan antusias dan haru. Rava yang sibuk membuat laporan di rumahnya pun membela datang ke kediaman mereka untuk memberi selamat.

"Berarti, nanti aku punya teman main yang baru, dong," kata Junior yang tak kalah bahagianya dengan mereka.

Donor - Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun