Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Rayu Aroma Seblak

13 November 2022   16:22 Diperbarui: 16 November 2022   21:45 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sebalak. (sumber: SHUTTERSTOCK/ Irfan Hikmawan via kompas.com)

Sepuluh tahun yang lalu di tempat ini, aku masih bisa mencium aroma kenangan bersama Bapak dan Ibu ketika keduanya masih ada. 

Membantu usaha mereka yang semula di depan rumah, sampai akhirnya bisa mengontrak tempat kecil di pinggir jalan untuk dijadikan kedai sederhana. 

Aku juga tak akan lupa bagaimana wanginya bumbu tumis itu yang terasa sedap meski belum dicicip. Aneka rempah yang dicampur dengan cabai rawit yang dihaluskan itu kadang menusuk hidung hingga membuatku bersin. 

Berbagai macam kerupuk mentah dicampur di dalamnya, didiamkan terendam sekitar 2-3 menit, lalu disajikan di sebuah mangkok.

Maka hari ini aku memberanikan diri datang kembali ke Bandung, tempat di mana aku lahir dan tumbuh besar. Melihat kedai yang dulu dipenuhi oleh orang-orang, namun kini terbengkalai tanpa nyawa.

"So, kamu yakin untuk ini?" tanya Arum, teman masa kecilku yang rambutnya kini dipotong pendek.

"Bukan Ganjar namanya kalau nggak berani mencoba hal baru." Malah Brian, laki-laki berbadan berisi itu yang menjawab.

Inilah keputusan besar yang aku ambil untuk tidak melanjutkan kontrak kerjaku di Jakarta, lalu kembali ke sini meneruskan usaha orang tua yang cukup lama mati suri. 

Meski mungkin hasil akhir rasa yang kubuat tak akan sama persis seperti dulu, setidaknya aku akan terus mencoba dibantu oleh Arum dan Brian.

***

Tempat ini memiliki luas 6x4 meter yang terdiri dari ruang utama, dapur, kamar mandi, dan halaman depan. 

Hal pertama yang kami bertiga lakukan adalah membersihkan semua debu yang menempel baik di lantai ataupun perabotan lain, kemudian menyusun kembali tatanan seperti meja, kursi, mesin kasir, kompor dua tungku, juga hiasan dinding berupa foto jadul ketika tempat ini masih ramai dikunjungi pembeli.

Selanjutnya adalah menyusun jenis-jenis toping yang tadi pagi dibeli di pasar. Di antaranya ada kerupuk original warna orange yang paling umum digunakan penjual seblak, kerupuk warna warni yang teksturnya tebal dengan motif keriting, kerupuk panjang kuning menyerupai kentang goreng, makaroni kuning dan hitam, siomay kering ukuran mini, hingga kerupuk bunga.

Kerupuk dan toping lainnya ini disimpan terpisah dalam wadah ukuran sedang, lalu diberi nama di tutupnya untuk memudahkan kami dan pembeli ketika melakukan pemesanan.

Matahari semakin jingga hendak turun ke peraduannya ketika semua persiapan ini mencapai 80 persen. 

Arum kemudian menyarankan kami untuk mencoba membuat seblak sebagai tester apakah yang nanti akan kami jual benar-benar layak atau tidak untuk pelanggan. Mengingat juga bahwa semua kebutuhan bumbu dan perlatan sudah lengkap di sini.

"Bumbu itu lebih enak diulek, Jar," kata Brian seketika mengomeliku yang hendak menghaluskan bumbu menggunakan blender.

"Tapi itu akan makan waktu lama, Ian. Kita harus bisa mempersingkat waktu."

"Guys, tenang," Arum mulai menengahi. "Gimana kalau kita buat challenge untuk kalian berdua. Ganjar dan Brian silakan masak sesuai cara masing-masing. Mulai dari bumbu, jenis toping, kuah, dan semuanya. Aku akan jadi jurinya, gimana?"

Kami berdua menerima tantangan, berada pada sudut berbeda untuk mulai masak.  Brian di sana sibuk mengulek bumbu yang sudah dikupas dan cuci. 

Sementara itu aku mulai memblender bumbu-bumbu seperti bawang putih, bawang merah, cabai merah keriting, cabai rawit, dan kencur.

Selanjutnya aku mulai menumis dengan api sedang ketika Brian masih sibuk mengulek bumbu yang belum halus. 

Menambah air, kemudian memasukkan toping 3 jenis kerupuk ditambah siomay kering mini. Seperti biasa, wanginya khasnya menusuk hidung hingga membuatku nyaris bersin. Setidaknya resep seperti inilah yang diwariskan Bapak dan Ibuku dulu.

Ketika aku sudah menyajikannya di mangkok dengan tambahan jeruk peras di atasnya agar terasa segar, Brian baru memulai masaknya di kompor. 

Jelas saja Arum langsung mencicipinya setelah sebelumnya ia memuji bahwa yang kubuat ini sudah menggoda bahkan sebelum masuk ke mulut. 

"Oke aku akan mulai penilaiannya." Perempuan rambut pendek itu tampak kekenyangan setelah benar-benar bisa menghabiskan dua mangkok seblak racikan berbeda.

"Well, aku lebih suka rasa bumbu yang dibuat Ganjar," kata Arum yang membuatku penuh percaya diri menatap Brian. "Karena diblender, hasil akhir bumbunya lembut dan menyatu di kuah. Yang Brian buat kebalikannya, bawang merah dan cabe rawitnya ada yang belum terulek sempurna."

"Berarti aku pemenangnya?" tanyaku menahan bangga.

"Nggak secepat itu," Arum memotong cepat. "Tekstur kerupuk kamu kelembekan, dan yang makaroni hitam justru masih keras. Beda dengan Brian yang menurutku lebih pas."

"Itu karena Ganjar langsung mencampurkan semua toping, padahal tiap toping punya tingkat ketebalan berbeda ketika direbus di air," Brian memberi penjelasan rinci.

"Aku juga suka cara Brian memberi daun jeruk di kuahnya karena memberi efek harum yang tidak menusuk hidung."

Malam itu aku belajar beberapa hal untuk lebih mengembangkan resep seblak di kedai ini. Menyatukan bumbu yang kubuat ditambah teknik memasak Brian pastinya akan memuat rasa semakin sempurna.

***

Kedai seblak hari ini benar-benar berbeda dari biasanya. Pengunjung lebih ramai, bahkan kami sempat menambah kompor di dapur untuk mempercepat pesanan pembeli. 

Sebenarnya bukan sekadar situasinya yang ramai, tapi juga karena sebentar lagi kami akan kedatangan tamu spesial yang jelas akan mempengaruhi penjualan ini ke depannya.

Seminggu lalu ada seorang pembeli yang membuat video Tik-Tok di sini dengan memberi penjelasan soal sejarah seblak yang pertama kali dibuat orang tuaku 10 tahun lalu.

Pertama video itu viral sampai banyak orang datang untuk mencobanya. Kedua, hari ini akan ada salah satu seleb Tik-Tok yang datang untuk ikut mencicipi seblak viral ini. Ia dikenal sebagai penikmat kuliner yang sering melakukan live sambil memberi ulasan ke makanan yang sedang dicobanya.

"Kita pakai plan B untuk kasih menu seblak ke Andika," kataku sedikit panik ketika seleb Tik-Tok itu sudah datang.

"No, Ganjar. Itu melanggar kaidah seblak," Arum tak kalah panik sambil mencuci kerupuk yang akan dimasak itu.

"Kita harus ambil risiko. Berbeda nggak selamanya salah, kan?"

Detik itu juga kami bertiga sibuk di dapur hanya untuk menyiapkan satu menu. Aku mulai memblender semua bumbu dengan penambahan kencur agar lebih wangi. 

Arum sedang merebus kerupuk dengan bumbu garam, lada, dan jeruk nipis. Sementara itu Brian merebus ceker dan tulang ayam.

Kami tidak lagi bicara dan fokus pada tugas masing-masing. Sampai lima belas menit kemudian menu ini tersaji di meja yang diduduki Andika, si penikmat kuliner itu, dengan tiga mangkok berbeda dan satu piring kosong kecil.

"Kuah dan toping sengaja kami pisah," kataku masih menggunakan apron masak berwarna coklat. "Kerupuk sudah direbus setengah matang dengan bumbu sederhana. Kamu bisa mencicipinya langsung tanpa perlu disiram kuah."

Ada tatapan aneh dari laki-laki muda itu, tapi ia mulai menusukkan salah satu kerupuk dengan garpu dan mencocolnya ke kuah dengan level kepedasan sedang.

Aku, Brian, dan Arum sama-sama menunggu reaksinya dengan tegang.

***

Oke guys, jadi ini tuh seblak terunik yang pernah aku makan karena kuahnya terpisah! Agak aneh kan? Awalnya aku bingung, tapi pas nyoba... duh ternyata enak banget.

Pertama, aromanya itu enak banget. Udah kerasa meskipun belum nyicip. Biasanya wanginya itu kan kuat sampai bikin kita bersin ya, tapi ini enggak. Ada wangi daun jeruk yang bikin netral tanpa mengurangi wangi rempah.

Rasa kuahnya seperti kebanyakan rasa seblak yang pedas, tapi ini terasa lebih segar karena kencurnya benar-benar kerasa, ditambah sama perasan jeruk limau yang bikin asem tapi enak.

Nah di sini, kalian bisa cocol langsung kerupuknya ke kuah atau langsung banjur kuahnya ke toping. Nah kayak gini contohnya. Tuh kan asapnya keliatan banget. Dan sekali lagi ini wangi, benar-benar menggoda.

Tekstur kerupuknya pas. Nggak terlalu keras ataupun lembek, juga bisa langsung kalian makan tanpa kuah lho. Jangan takut rasanya hambar, karena ini udah dibumbuin khusus.

Nah, buat kalian orang Bandung bisa langsung datang ke sini, ya. Nama tempatnya Rayu Aroma Seblak. Ini salah satu rekomendasi seblak terenak di kota ini.

Oke, live-nya sampai sini dulu ya. Aku mau lanjut makan. Sampai jumpa di kuliner lainnya!

***

Rayu Aroma Seblak - Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun