Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Broken LDR

16 Februari 2021   19:54 Diperbarui: 16 Februari 2021   19:55 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by behindstories.com

Di dalam kamar malam itu, Fahri masih menggenggam ponselnya. Sesekali ia mengetik pesan untuk dikirim ke seseorang, namun buru-buru dihapus karena ragu. Apa memang seharusnya dia yang memulai percakapan lebih dulu? Kenapa tidak orang itu saja?

Rasa ragu yang sedari tadi mendekapnya akhirnya lepas. Ia memberanikan diri untuk memulai. Tidak, tidak perlu lewat pesan. Menelepon langsung adalah cara terbaik yang bisa dilakukannya saat ini.

Melalu aplikasi Whatsapp, potret perempuan berkacamata terlihat memenuhi layar ditemani oleh nada sambung. Sekitar sepuluh detik, panggilan itu diangkat oleh si penerima. Mulanya, kedua insan itu hanya berbasa-basi. Bertanya soal kabar, pekerjaan, hingga suasana di tempat mereka yang kini tak lagi sama.

Sampai di satu titik, jeda memisahkan keduanya. Bibir Fahri masih kaku untuk mengatakan apa maksud sesungguhnya dari percakapan ini. Sementara di seberang sana, perempuan itu juga ingin mengatakan sesuatu yang masih tertahan. Mereka sama-sama ragu, atau lebih tepatnya takut.

"Ra, sejak kamu sampai di KL dua minggu lalu, kamu nggak pernah menghubungi aku duluan," akhirnya kata-kata itu berhasil keluar dari mulut Fahri. "Selalu saja aku. Ada masalah atau gimana?"

Dera, perempuan yang dikenalnya 3 tahun lalu di bangku kuliah kala itu masih ragu untuk memberi jawaban. Ia sempat memberikan alasan klasik seperti sibuk dengan pekerjaan, tak sempat mengecek ponsel, ataupun soal sinyal yang tak stabil. Tapi Fahri tak semudah itu percaya. Itu bukan kebiasaan perempuan itu...

"You wanna break up?" tanya Fahri santai.

"Jelas enggak. Tapi aku mikir, apa bisa kita lewati ini semua dengan jarak jauh dan waktu yang lama? Setahun lho, nggak main-main."

Urusan pekerjaan Dera memang mengharuskannya tinggal di negara seberang selama beberapa waktu ke depan.  Sebenarnya sejak dekapan terakhir mereka di bandara, kegelisahan ini sempat dibicarakan. Fahri percaya bahwa hubungan ini tetap bisa bertahan apapun kondisinya. Namun hingga saat ini, Dera tak memiliki rasa optimis seperti yang dirasakan kekasihnya.

"Kita akan coba pelan-pelan. Okay?"

Dera menyetujinya, bersamaan dengan sambungan telepon yang akhirnya diputus.

***

"Sarapan apa kamu hari ini?" tanya Fahri manja melalui sambungan aplikasi Zoom.

Dera tak perlu menjawab. Di depan laptopnya, ia menunjukkan roti dengan selai nanas yang dibuatnya saat matahari terbit. Sementara itu di negara asalnya, Fahri sedang sarapan bubur ayam kesukaannya yang tak jauh dari tempatnya bekerja. Hal seperti ini baru pertama kali dilakukan keduanya. Ternyata tak terlalu buruk. Dera bahkan bisa merasakan bahwa kekasihnya ini masih tetap terasa dekat.

Malamnya, baik Fahri atau Dera akan menelepon. Keduanya bercerita soal apa yang terjadi hari itu. Pekerjaan yang menumpuk dilengkapi omelan atasan, ketidaksangajaan melakukan hal konyol di depan umum, ataupun sekadar mengatakan rindu karena memang hanya itu satu-satunya yang terasa bagi mereka.

Pernah suatu ketika di anniversary mereka yang ke-2, Fahri ingin membuat momen yang tak terlupakan. Ia mengajak Dera untuk dinner meski secara virtual. Keduanya mengenakan pakaian formal yang sederhana. Dera dengan dress merah jambunya, sementara Fahri dengan kemeja biru dongker. Sama-sama berhadapan lewat laptop, keduanya menikmati hari ini dengan bahagia.

"Terima kasih sudah mau bertahan sampai sajauh ini," kata Dera menahan tangis.

"Terima kasih juga sudah ikut berjuang sampai di titik ini. I love you."

Maka, hari demi hari hingga berbulan lamanya mereka lewati dengan cukup baik. Meski ada konflik kecil yang sesekali hadir dalam kehidupan, baik Fahri dan Dera sama-sama bisa menyelesaikan dengan cara yang dewasa.

Seperti saat Dera sama sekali tak bisa dihubungi selama 12 jam. Fahri khawatir, bahkan sampai tidak bisa berkonsentrasi dalam bekerja. Ia pun tak memiliki kontak teman Dera di Kuala Lumpur. Hingga akhirnya di jam 10 malam waktu setempat, ada panggilan dari perempuan itu. Fahri mengangkatna tanpa pikir panjang.

"Kamu ke mana aja, sih? Tahu nggak aku khawatirnya kayak apa?"

"Maaf, kerjaan kali ini benar-benar banyak. Aku keliling kota, bahkan..."

"Aku nggak mau kamu kayak gini lagi," ucap Fahri tegas.

"Sebentar, aku belum selesai cerita, lho. Aku sengaja nelepon kamu untuk curhat, tapi respons kamu malah gini. Aku jadi nggak mood."

"Yang mulai duluan kan kamu."

Meski malam itu terasa panjang karena mereka tetap teguh pada ego masing-masing, keadaan di esok hari menjadi lebih baik. Perdebatan itu seakan tak terjadi, berhasil mempertahankan hubungan jarak jauh keduanya yang entah akan bertahan sampai kapan.

***

Di salah satu mal terbesar Kota Kuala Lumpur, Fahri melihat kekasihnya itu sedang berduaan dengan seorang pria. Entah ini hanya perasaannya saja, atau memang benar bahwa kedekatan mereka tak wajar bahkan cenderung mesra. Pria yang sama sekali tak dikenalnya itu bahkan dengan lembut mengacak-ngacak rambut panjang kekasihnya.

Fahri menarik napas dalam untuk tidak mengeluarkan emosinya. Ia melangkah ke salah satu spot duduk di foodcourt itu. Ketika menampakkan diri, Dera sangat kaget melihat Fahri yang seharusnya tetap ada di negaranya.

"Ikut aku bentar." ucap Fahri dingin menarik lengan Dera.

Dengan perasaan tak karuan, Dera mengikuti Fahri ke smoking area yang berkonsep outdoor. Dari sini pemandangan kota terlihat lebih jelas dan indah.

"Siapa dia?"

"Temen. Dia.. orang Indonesia juga kok," jawab Dera sedikit ragu. "Kamu kok nggak bilang-bilang mau ke sini?" Dera bertanya balik, berusaha membelokkan topik.

Sekali lagi Fahri menarik napas panjang. Ia harus bisa mengontrol semua emosinya.

"Aku nggak yakin kalian berdua cuma sekadar temen," jawabnya dengan sorot mata tak bersahabat.

"Kamu pasti capek, kita beli minum dulu oke?"

Giliran Dera menarik tangan Fahri. Namun kekasihnya tetap mematung, seakan tak ingin pergi sebelum mendengar kejelasan. Akhirnya, Dera menyerah. Ia menceritakan soal pria itu. Pria yang dikenalnya empat bulan lalu, yang ternyata memiliki perasaan lebih kepadanya. Dera tak akan melupakan bagaimana perasaannya hangat ketika bersama Andra, yang lebih hangat dari hubungan jarak jauh bersama kekasih aslinya.

"Semuanya nggak mudah. Perempuan, seorang diri di negara orang. Sampai akhirnya dia datang ke kehidupan aku, memahami kesendirian aku, membantu apa yang aku butuh, jadi teman curhat, dan..."

"That's good. Sekarang aku akan pulang, dan kamu bisa hidup bahagia bersama dia," jawab Fahri penuh penekanan.

"Aku nggak punya perasaan apa-apa ke dia selain jadi teman!"

"Tapi dia punya!" Nada tinggi Fahri akhirnya berada di puncak. "Apa sih yang kamu harapkan dari dia yang suka sama kamu, menghabiskan waktu setiap hari, dan dengan entengnya kamu bilang bahwa kita cuma temen?"

Dera terdiam, tenggelam dalam jeda yang membawa langkah Fahri perlahan menjauh dari sana. Ia mencoba menahan kekasihnya, namun Fahri menepisnya kasar. Hingga ketika sudah beberapa langkah, Fahri berbalik, melihat Dera yang masih mematung tak berdaya di sana.

"Harusnya, sejak awal aku sadar bahwa kamu memang belum siap punya hubungan jarak jauh. Aku nggak yakin untuk bilang ini, tapi... kita putus."

Fahri pergi dari pusat perbelanjaan itu dengan perasaan yang benar-benar hancur. Sebisa mungkin ia menahan air mata agar tak keluar di tengah keramaian ini. Ia bisa melangkah melupakan kekasihnya. Ia harus bisa.

Sementara itu di sudut lain, Dera masih mematung dengan rasa penyesalan yang menenggelamkannya. Tapi di satu sisi ia sadar bahwa ini adalah konsekuensi yang harus ia terima. Lagi pula, cepat atau lambat ia harus memilih antara Fahri atau Andra.

Tak lama, pria itu datang karena tahu bahwa Dera tidak akan baik-baik saja.

"Jadi, apa ini berarti ada kesempatan untuk aku?" tanyanya langsung ke inti.

Dera sejenak terdiam, memikirkan jawaban apa yang harus dikatakannya sekarang.

"Aku...."

Dan, kedua insan itu pergi dengan tangan yang saling menyatu.

Broken LDR - Selesai

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun