Dari Markas, aku mendatangi laki-laki bernama Tama ini di tempat mengajarnya. Kali ini aku ditemani Ara. Ia bisa diandalkan untuk mengolah informasi secara cepat. Dan lagi, ia juga lihai dalam mendeteksi kebohongan seseorang.
Tama tampak lebih muda dari umurnya. Ia sedikit kaget ketika tahu seorang detektif dan polisi wanita tiba-tiba datang menemuinya. Maka, kami berkumpul di kantin kampus yang sepi dari keramaian. Begitu menanyakan soal Prahadi dan istrinya, Tama hanya menjawab bahwa mereka hanya sebatas kerabat.
"Kapan Anda terakhir bertemu dengan Prahadi?" tanya Ara sambil mencatat.
Tama tidak langsung menjawab. Ia terlihat memikirkan sesuatu hingga sudut matanya tak menatap pada kami.
"Se-sehari sebelum dia tewas, saya rasa."
"Lalu, di mana Anda saat peristiwa itu terjadi? Ada yang bisa membuktikan?"
Sekali lagi, Ara membuatnya tak berkutik.
***
"Tama punya andil besar dalam kasus perampokan ini." Adri berdiri dalam ruangan. Sementara aku, Ara, dan Jeremi duduk memandangnya. "CCTV gerbang kompleks merekam ada mobil keluar saat kejadian. Aku sudah menyelidikinya kemarin. Hasilnya, itu mobil rental yang dikendarainya."
"Alibinya pun tidak kuat. Kemungkinan besar dia ada di TKP saat tewasnya Prahadi," kini Ara yang bicara.
Jeremi berdiri, berganti posisi dengan Adri yang kini duduk.