Arey, laki-laki muda seusianya itu langsung datang melihat banyak darah menodai lantai kamar Cakra yang bersih. Ia juga melihat Raina masih shock, sama dengan Cakra yang tak kalah takut melihat kejadian ini.
"Kita ke klinik pakai mobil aku. Sekarang, angkat perempuan ini."
Sampai di klinik, dokter berhasil mengobati Raina. Untung lukanya tidak terlalu dalam sehingga masih bisa ditolong.
"Kumat lagi?" tanya Arey di klinik ketika Raina sedang istirahat.
Cakra tidak langsung menjawab. Ia hanya memegang pergelangan tangannya yang juga baru diobati dokter.
"Aku... nggak nyangka dia akan berbuat senekad itu."
"Kra, she's like an angel. But you just make her hurt. You need to change, please."
***
Angin pagi meniup rambut panjang Raina, juga meniup rambut Cakra yang sudah mulai gondrong. Matahari mulai muncul, memberi cahaya hangat pada perasaan manusia yang begitu dingin. Mereka masih di tempat yang sama. Saling membahas kilas nostalgia yang terjadi di kehidupan keduanya.
Raina sedikit membuka lembaran lama pada pertemuan mereka setahun yang lalu di kampus. Saat itu mereka masih jadi mahasiswa baru. Keduanya berada pada jurusan berbeda. Namun salah satu mata kuliah membuat Raina dan Cakra bisa bertemu pada kelas yang sama paling tidak seminggu sekali.
Hal yang paling mencolok dari laki-laki dingin ini adalah bajunya yang selalu berlengan panjang. Entah itu sekadar kaos bisa, kemeja, atau bahkan jaket sekalipun. Cakra seolah tidak menginginkan orang lain melihat pergelangan tangannya. Sampai suatu ketika, hanya tersisa mereka berdua pada malam itu di halte kampus. Raina yang sedang menunggu ojeg online pesanannya kedinginan karena lupa membawa jaket.