Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sebuah Episode tentang Melepaskan

17 Agustus 2020   19:43 Diperbarui: 17 Agustus 2020   20:00 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by pexels.com

Lampung, Juli 2017

Salam sejahtera,

Aku tahu ini terdengar konyol ketika harus menyampaikan pesan lewat surat yang dikirim via ekspedisi. Padahal, kita bisa memanfaatkan teknologi untuk berkomunikasi satu sama lain. Bisa email, bahkan dengan aplikasi chat yang begitu sederhana.

Bersamaan dengan surat ini, aku mengirimkan undangan pernikahan. Ya, aku akan menikah bulan depan dengan perempuan pilihanku. Kami berdua kenal saat aku dimutasi kerja ke Lampung satu setengah tahun yang lalu.

Maaf, aku bukan bermaksud untuk berlomba memamerkan kebahagiaan. Aku rasa, kamu berhak untuk tahu. Dan dengan surat ini pula, aku ingin menyampaikan terima kasih atas semua pelajaran yang kamu beri untuk aku. Tentang kita, tentang semuanya.

Tiga tahun memang bukan waktu yang sebentar bukan untuk menjalani serangkaian cerita? Tidak pernah ada yang menyangka bahwa perjalanan itu akhirnya terpaksa berhenti. Kita pun sepakat untuk memilih jalan masing-masing, tanpa melibatkan satu sama lain lagi.

Cerita patah hati terbesar itu belum hilang sepenuhnya dalam ingatan. Kita sama-sama kehilangan, aku tahu itu. Bukan sesuatu yang mudah juga untuk kita bisa melangkah ke tahap ini. Tahap di mana pada akhirnya ada orang lain datang untuk melengkapi cerita tak tuntas itu.

Yang aku sadari selanjutnya adalah tidak semua yang dipertemukan oleh Tuhan akan bersatu. Tidak ada yang bisa menjamin itu. Luka yang tertinggal saat itu pun perlahan memudar, terganti oleh rasa ikhlas bahwa melapaskan adalah sebuah tahap dalam pendewasaan manusia.

Kita bukan lagi remaja yang perlu membenci, bahkan hingga memutuskan komunikasi. Kita tetap bisa menjadi teman baik meski tidak terikat pada satu hubungan khusus. Betul, kan?

Jadi, aku harap, kamu bisa datang ke pernikahanku nanti ya. Jangan lupa ajak calonmu juga.

Sekali lagi, terima kasih.

Salam hangat,

Nata

***

Lampung, April 2018

To: Teresa & Adian

Congratulation, guys! Akhirnya kalian berdua resmi jadi pasangan suami istri. Aku nggak menyangka Adian, teman kuliahku, yang ternyata berhasil meyakinkan hati sekeras milik Teresa.

Semoga kalian bahagia selalu, langgeng sampai maut memisahkan, dan segera dikaruniai keturunan. Maaf aku tidak datang di acara kalian, karena ada urusan pekerjaan yang sama sekali tidak bisa ditinggal. Jadi, aku kirim hadiah sederhana ini dan sebuket bunga matahari. Semoga kalian suka, ya.

Oh iya, kapan-kapan main ke Lampung, dong. Kita kumpul seperti waktu kuliah dulu. Sekalian juga aku mengenalkan Klarisa, istri aku, karena kalian belum pernah bertemu langsung, kan?

Doakan juga ya, sekarang Klarisa lagi hamil. Perkiraan sekitar bulan Juli nanti akan melahirkan. Kata dokter sih jenis kelaminnya laki-laki, pasti tampan seperti ayahnya hahaha.

Salam hangat,

Nata

***

Jakarta, September 2018

Dear Teresa,

Bagaimana rasanya berada di Surga? Apa kamu sudah bertemu dengan Permata, anak perempuanku yang pergi duluan ke sana setengah jam setelah ia lahir? Aku pikir Tuhan cukup mengambil anakku saat itu. Tapi kini, aku mendengar kabar dari Adian bahwa kamu telah berpulang.

Kejadian di tol kota Jakarta membuat mobil yang kalian tumpangi tertabrak truk dari arah belakang. Dari keterangan suamimu itu, empat dari lima orang yang ada di mobil terluka parah dan langsung di bawa ke rumah sakit. Sayang, nyawamu tidak tertolong.

Begitu Adian menghubungiku dan menceritakan semua kejadiannya, badanku seketika lemas, air mata mengalir dari wajahku yang kaku tanpa ekspresi. Klarisa sempat menenangkanku yang tidak bisa mengontrol diri. Bayangkan saja, aku kehilangan dua orang dalam waktu yang begitu singkat.

Maka, aku menulis surat ini begitu sampai di Jakarta, tempat kamu lahir dan tempat kamu beristirahat untuk selamanya. Tadi aku sekalian membeli sebuket bunga matahari, bunga favoritmu yang selalu membuatmu histeris ketika aku memberinya. Rencananya aku akan menyelipkan surat ini di buket bunga dan menyimpannya di tempat peristirahatanmu.

Aku harap, bunga ini bisa sampai ke Surga, dengan harap mengembalikan senyummu yang lama tak kulihat.

Teresa, jaga anakku di sana, ya.

Salam kehilangan,

Nata

***

Jakarta, Mei 2019

Dear Teresa,

Hari ini aku datang ke Jakarta karena ada urusan pekerjaan. Bersama Klarisa yang kini hamil tujuh minggu, aku bertemu Adian di salah satu kafe kopi sederhana di pinggiran kota. Kita bernostalgia membicarakan masa lalu, termasuk tentang dirimu. Ternyata tidak terasa, lebih dari setengah tahun kami kehilangan sosok dirimu.

Awalnya, semua nampak baik-baik saja. Sampai ketika Adian mengenang kembali cerita bersamamu dulu, ia tak kuasa menahan tangis. Tubuhnya sedikit bergetar dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipi. Jujur, aku juga sebenarnya ingin menangis saat itu. Tapi, aku sadar bahwa kali ini aku harus kuat.

Aku pernah kehilangan anak, dan sekarang Tuhan memberiku kesempatan kedua untuk menjadikanku seorang Ayah. Namun, itu bukan hal mudah untuk Adian. Butuh waktu yang lama untuk benar-benar belajar bagaimana cara melepaskan sesuatu yang kini tak bisa diraih.

Dan, tak lupa juga aku membeli sebuket bunga matahari kesukaanmu. Seperti biasa, aku akan menyimpan bunga dan surat ini di pusaramu. Oh ya, kali ini Adian menitipkan surat juga. Kalau surat milikku dibungkus amplop putih, sementara milik Adian ada di amplop warna biru tua. Semoga tidak tertukar, ya.

Bye, Teresa. Aku akan datang lagi jika waktu mengizinkan.

Berbahagialah di Surga.

Salam rindu,

Nata

***

Sebuah Episode Tentang Melepaskan -- Selesai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun